Dari data yang didapat, perempuan menerima upah 23 persen lebih rendah dari laki-laki. Ini menunjukkan bahwa terjadi perlakuan yang berbeda antara pemberian gaji / upah terhadap perempuan dan laki-laki. Seharusnya, ada kesetaraan antara pemberian gaji / upah bagi perempuan dan laki-laki, yang dimana juga harus disesuaikan dengan kompetensi setiap pekerja, namun tanpa terpengaruh dengan stereotip bahwa perempuan memiliki kompetensi yang lebih rendah dibandung laki-laki.
Kemudian, 30,63 persen perempuan yang menduduki jabatan manajer, sementara laki-laki mencapai lebih dari dua kali lipatnya yaitu 69,37 persen. Hal ini menunjukkan masih kurangnya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam jabatan di pekerjaan. Perempuan seharusnya bisa mendapatkan peran atau kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam pekerjaan. Seharusnya baik pekerja perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama mulai dari proses seleksi, penempatan posisi dalam pekerjaan, pembagian porsi kerja, dan juga kesempatan dalam perolehan jabatan, pangkat ataupun status hierarki lainnya dalam pekerjaan tersebut. Semua ini tentunya harus dilakukan dengan adil dan objektif antara perempuan dan laki-laki sesuai dengan kompetensi yang dimiliki masing-masing individu tanpa membedakan berdasarkan gender.
Menurut Lucia Karina, beliau mengatakan fakta yang membenarkan data-data di atas. Dimana ada perusahaan tempat beliau bekerja yang membedakan upah antara perempuan dan laki-laki. Selain itu, ada struktur sosial perusahaan yang membatasi jenjang karir perempuan untuk mencapai jabatan yang lebih tinggi. "Perempuan sering dikatakan tidak bisa berpikir logis dan banyak menggunakan intuisi, sehingga tidak bisa berada di posisi strategis." Pemikiran seperti itulah yang menjadi salah satu contoh dari pola pikir yang diskriminatif terhadap perempuan dalam bidang pekerjaan yang terjadi di masyarakat Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa diskriminasi terhadap perempuan dalam bidang profesi atau industri benar-benar terjadi di masyarakat Indonesia.
Padahal, menjadi seorang perempuan adalah suatu identitas primer yang seharusnya tidak dipermasalahkan oleh orang lain. Namun sayangnya, masih terjadi permasalahan berupa diskriminasi gender terutama terhadap perempuan di masyarakat Indonesia hingga sekarang. Kurangnya kesadaran masyarakat akan kesetaraan gender, banyaknya stereotip yang ada di masyarakat yang membatasi peran dan partisipasi kaum perempuan di masyarakat ditambah budaya patriarki yang masih ada di masyarakat Indonesia saat ini kemudian di jaman modern sekarang menjadi sebuah masalah yaitu diskriminasi terhadap kaum perempuan.
Karena jaman sekarang ini perempuan sudah banyak yang terjun ke dunia profesi dan industri, tidak seperti dulu dimana laki-laki yang berperan mencari nafkah, maka kesempatan yang sama, kesetaraan gaji / upah, peran, porsi, jenis pekerjaan hingga jabatan struktural antara perempuan dan laki-laki dalam dunia pekerjaan saat ini sangat dibutuhkan. Di jaman ini, banyak kondisi yang menuntut dan memungkinkan kaum perempuan untuk juga berpartisipasi dalam masyarakat dalam bidang profesi, sehingga dibutuhkan juga lingkungan kerja yang bebas dari diskriminasi terhadap perempuan, lingkungan kerja yang objektif sesuai dengan kompetensi dan potensi yang dimiliki dilihat dari masing-masing individu, bukan dilihat berdasarkan gendernya.
BAB 3
KESIMPULAN
Jadi, dapat disimpulkan bahwa di Indonesia saat ini masih terjadi diskriminasi terhadap perempuan dalam bidang profesi dan industri. Diskriminasi yang terjadi berupa diskriminasi upah / gaji, dimana perempuan mendapatkan gaji / upah yang lebih sedikit dibandingkan laki-laki, diskriminasi peran dan porsi dalam pekerjaan, serta diskriminasi pangkat / jabatan struktural dalam perusahaan atau dalam , dimana kurangnya kesempatan yang sama antara perempuan dan laki-laki dalam memperoleh jabatan.
Gender yang seharusnya menjadi identitas primer yang seharusnya bukan menjadi urusan orang lain, yang seharusnya diterima saja oleh orang lain, kemudian diserang oleh orang / pihak lain dalam bentuk diskriminasi gender, sehingga menimbulkan dampak yang negatif bagi korbannya, yaitu kaum perempuan. Banyaknya pola pikir dan stereotip yang menganggap bahwa perempuan adalah kaum yang kurang kompeten dibanding laki-laki, kaum yang seharusnya hanya mengerjakan tugas domestik, tidak dapat memimpin, dan stereotip lainnya ini kemudian berkembang dalam masyarakat kita, dan menjadi "batasan" bagi perempuan di Indonesia untuk berkarir.
Seharusnya, di jaman modern ini objektifitas terhadap kompetensi dan potensi yang dimiliki lebih penting dan harus lebih diutamakan dibanding berdasarkan gender. Di jaman sekarang seharusnya perempuan dan laki-laki sudah memiliki kesetaraan dalam berkarir dan berkarya dalam profesinya. Budaya patriarki dan stereotip-stereotip kuno yang diskriminatif terhadap perempuan seharusnya sudah tidak lagi berlaku di masyarakat modern jaman sekarang ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H