Mohon tunggu...
Audrey Pasha
Audrey Pasha Mohon Tunggu... Penulis - Pelajar

Hobi: menulis, travelling

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kopi Hitam

9 Oktober 2023   14:51 Diperbarui: 23 Oktober 2023   11:10 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pixabay/ PublicDomainPictures

Lima tahun berlalu. Aku lulus dengan nilai yang membanggakan. Perusahaan kelas atas menawariku pekerjaan dengan gaji yang tinggi. Tentu saja aku tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Aku menabung, membuka toko untuk menambah penghasilanku, hingga pada akhirnya aku kembali ke tanah air untuk membeli sebuah perusahaan di Indonesia yang hampir bangkrut.

Aku bekerja keras, bahkan sangat keras. Kadangkala aku tidak tidur hingga pagi kembali menjelang. Aku hampir tidak punya waktu untuk menikmati kesenangan bersama teman-temanku. Aku bersusah payah menghidupkan kembali perusahaan yang hampir mati, menarik kepercayaan konsumen untuk memakai produk yang kami hasilkan, dan sampai pada akhirnya akupun mulai menikmati hasilnya.

Pernikahanku dengan Kenzo akhirnya berlangsung. Aku tidak mengundang banyak orang, hanya beberapa kerabat, juga teman dekat yang masih sering menghubungiku. Ayahku tentu saja hadir untuk menikahkan kami berdua. Pria yang terlihat semakin tua itu datang bersama ibu tiriku yang tampak mempesona dengan gaun malam berwarna gelap. Gaun malam yang memperlihatkan belahan dadanya yang bagiku amatlah menjijikkan.

Kenzo. Pria berdarah timur tengah dengan hatinya yang sebersih kapas putih. Pria yang memikat hatiku pada pandangan pertama, pria yang membuatku merasakan jatuh cinta hingga aku rela menyerahkan hidupku padanya. Pria tampan berambut coklat tembaga, dengan matanya yang tajam memancarkan ketegasan seorang pelindung. Pria dengan tubuh berotot yang sangat maskulin, yang mencintaiku dengan sepenuh hatinya. Pria tampan yang berada bersamaku di atas ranjang pengantin bertabur kelopak bunga mawar.

Aku dan Kenzo sepakat untuk menunda kehamilan. Kami masih ingin menikmati kebersamaan, meniti karir, dan menghabiskan waktu untuk sekedar duduk berdua di sebuah kafe sembari menikmati alunan musik jazz.

Beberapa tahun berlalu. Secangkir kopi hitam tanpa pemanis menemani malam yang kelam dengan rintik hujan yang turun membasahi pertiwi. Duduk termenung di sudut ruangan seraya memikirkan hal-hal yang sudah menimpaku selama lebih dari seperempat abad aku menghirup nafas di dunia yang teramat membingungkan.

Aku menarik nafas panjang, kuteguk minumanku, hingga kurasakan hawa hangat mengalir melalui pundakku yang terbuka. Aku menatap langit yang tak juga berubah warnanya. Gelap, suram, seperti yang kualami saat ini. Aku kesepian. Sudah hampir sebulan lamanya ia menghabiskan waktunya di Kairo untuk mengibarkan sayap bisnisnya.

Gaun malam berwarna hijau lumut, dengan kalung berliontin berlian berbentuk prisma menghiasi leherku yang kuning langsat. Gaun yang kubeli beberapa bulan yang lalu dari sebuah butik terkenal di Kota Jakarta, untuk kukenakan di perayaan ulang tahun pernikahanku yang ketiga.  

Aku menghirup aroma kopi yang kubuat dengan tanganku sendiri. Di tengah malam buta, di saat orang-orang mulai terlelap dalam tidurnya yang penuh kedamaian, aku membuka jendela kamarku, sekedar untuk menikmati angin sepoi yang bertiup terlalu lambat.

Tidak ada suara yang selama ini kurindukan. Tidak ada ucapan dari pria yang seharusnya merayakan malam ini bersamaku. Aku menjadi sangat melankolis sejak menikah dengan Kenzo. Pria itu menjadikanku perempuan yang rapuh saat berjauhan dengannya.

Terdengar suara ketukan pintu. Aku mengabaikannya. Pelayan tahu jika aku tidak menjawab, artinya aku sedang tidak ingin diganggu. Aku kembali meneguk kopi hitam lalu meletakkannya perlahan di atas meja. Aku ingin duduk di tempat ini hingga pagi menjelang, hingga matahari menyapa, hingga aku sadar bahwa hari ulang tahun pernikahanku telah berlalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun