Hal tersebut karena mereka sudah terbiasa berhadapan dengan pemain bertubuh besar dan berteknik baik. Indonesia masih tetap kalah, tapi tidak pontang-panting ketika berhadapan dengan pemain-pemain dari Asia Timur atau Timur Tengah. Itu berlanjut di Piala Asia di Jakarta, ketika Indonesia meski kalah namun mampu mengimbangi Korea Selatan dan Arab Saudi.
Teori mengenai negara dengan pemain bertubuh pendek harus mengandalkan kecepatan dan umpan dari kaki ke kaki karena kalah postur, menjadi mudah diterapkan di timnas, ketika mereka terbiasa melakukannya di kompetisi ketika berhadapan dengan pemain asing yang bertubuh tinggi.Â
Di setiap pertandingan, striker lokal belajar berhadapan dengan pemain belakang bertubuh tinggi. Dan pemain belakang belajar menghentikan penyerang bertubuh tinggi. Pemain tengah belajar bermain cepat ketika melawan pemain bertubuh tinggi. Pemain lokal tahu cara bermain pemain Amerika Latin, Eropa, Afrika, Korea, dan banyak lagi, karena mereka hadir di tengah-tengah kompetisi.
Jadi, pemain asing bukan semata untuk daya tarik atau menambal kekurangan stok pemain lokal. Mereka menciptakan ekosistem kompetisi yang membentuk cara bermain para pemain lokal. Di Liga Indonesia tahun 2021 yang rencananya bergulir pada Juli 2021, ada wacana penghapusan pemain asing, atau pengurangan jumlahnya.Â
Entah apa pertimbangannya. Lewat tulisan ini, saya mencoba memberikan analisa. Jadi, saya sendiri masih tetap berharap jumlah pemain asing ada 3+1. Itu adalah jumlah pemain asing yang ideal untuk membentuk ekosistem persaingan. Ada satu pemain yang memberi wawasan cara bermain sesama negara Asia dan tiga pemain yang umumnya datang dari Amerika Latin, Afrika dan Eropa.
Bagaimana menurut Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H