Pedih sekali memang jadi perempuan di negeri ini. Suka tak suka, realitanya memang seperti itulah pemberitaan dan omongan terkait perempuan. Seharusnya, perempuan jangan malah memusuhi atau menganggap perempuan lain lemah. Padahal, perempuan juga memiliki peran penting, baik yang sudah menikah atau yang belum.
Sedikit banyak, sinetron-sinetron itu, memasuki alam bawah sadar perempuan di dunia nyata, untuk mengejek perempuan lain. Hello sinetron! Kenapa perempuan terus-terusan digambarkan jadi sosok lemah dan Cuma bisa menangis? Kapan perempuan Indonesia memiliki pemikiran yang luas kalau tontonannya tentang perempuan yang meratapi nasib terus? Sajikan film atau sinetron kelas festival dong, supaya perempuan bisa berpikir dan bertahan untuk dirinya sendiri. Contohnya, seperti Film Marlina.
Selain itu yang digambarkan juga di sinetron/film Indonesia, adalah perempuan dengan standard kecantikan berkulit putih, berhidung mancung, dan tubuh langsing. Mereka dengan standard kecntikan aduhai ini yang laku di film. Sungguh tak adil sekali. Makanya sampai, tak hanya laki-laki yang menyudutkan perempuan, perempuan juga menghina sesamanya dan itu terjadi ke saya.
Suatu hari, seorang kawan, main ke rumah. Kemudian, dia melihat beberapa bekas luka di tangan dan kaki saya. Lalu dia bilang, "Sudah turunlah maharmu ini, Da. Banyak sekali bekas lukamu."
Saat itu, saya tak berkata apa-apa, cuma jadi berpikir sendiri, "Sehina itukah saya? Semurah apa harga saya? Kenapa ukuran mahar ditentukan dengan fisik?"
Saat itu saya insecure sekali dengan keadaan saya. Â Walau memang pernah kenal, sebutlah kawan, tapi dia mesti menjaga omongan, kan?
-
Media Massa, Momok bagi Korban Perkosaan
Dominasi laki-laki, juga menjadi momok bagi perempuan sampai hari ini. Berbagai kasus pemerkosaan, juga masih menghiasi media kita, di mana kalau ada perempuan diperkosa oleh gurunya, apalagi bertahun-tahun.
Bagaimana media memberikan judul pada berita seperti di atas?
Media kebanyakan, menggunakan pemilihan kata yang tidak tepat, sehingga pembaca pun jadi memberikan kesimpulan, "Oh ini suka sama suka."