Mohon tunggu...
Travel Story Pilihan

Monpera Punya Cerita

16 Februari 2016   16:22 Diperbarui: 16 Februari 2016   16:45 1226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Monumen Perjuangan Rakyat | Dok. Pribadi"][/caption]Monumen Perjuangan Rakyat atau yang sering disebut dengan Monpera ini adalah salah satu aset kota Palembang. Tidak hanya Monpera, kota pempek ini juga memiliki aset lainnya seperti Benteng Kuto Besak, Ampera Bridge, dan museum-museum seperti Museum Sultan Mahmud Baddarudin II, Museum Balaputra Dewa, Museum Rumah Bari, dan masih banyak lagi. Sebagai aset kota Palembang, tentunya tempat tersebut juga dapat dijadikan sebagai objek wisata bagi masyarakat sekitar dan pariwisata.

Monpera adalah salah satu museum di kota Palembang yang terletak di Jalan Merdeka No. 1, Kelurahan 19 Ilir, Kecamatan Ilir Barat I Palembang yang dimana lokasi ini sangat strategis dikarenakan berdekatan dengan objek wisata dan monumen bersejarah di kota Palembang yaitu, Mesjid Agung Palembang (Mesjid terbesar di kota Palembang), Benteng Kuto Besak (BKB), dan juga Museum Sultan Mahmud Badaruddin II.

Bentuk bangunan Monpera ini menyerupai bunga melati bermahkota lima. Bunga melati melambangkan kesucian hati para pejuang dalam membela proklamasi 17 agustus 1945 tanpa pamrih, sisi lima melambangkan lima daerah keresidenan yang tergabung dalam Sub Komandemen Sumatera Selatan yaitu keresidenan Palembang, Lampung, Jambi, Bengkulu, dan Kepulauan Bangka-Belitung. Bangunan ini memiliki tinggi 17 meter, 8 lantai dan 45 bidang/jalur. Dari lantai pertama hingga ke puncak dihubungkan dengan tangga yang memberikan makna bahwa untuk meraih kemenangan memerlukan perjuangan, pengorbanan, dan kekuatan lahir dan batin. 

Koleksi benda-benda bersejarah yang disimpan dan di pamerkan di dalam Monumen tersebut meliputi:

1. Koleksi foto-foto perjuangan yang berjumlah 178 buah,

2. Contoh senjata yang pernah digunakan pada masa perjuangan melawan Belanda,

3. Mata uang dari tiga zaman (VOC, Jepang, dan Republik),

4. Koleksi buku-buku baik buku perjuangan maupun buku umum yang berjumlah sekitar 568 buah, 

5. Patung setengah  badan atas nama pejuang Sumatera Selatan, (dr, A. K. Gani, drg. M. Isa, H. Abdul Rozak dll),

6. Koleksi pakaian tentara yang pernah digunakan semasa perjuangan,

7. Koleksi lukisan peristiwa peperangan sebanyak 3 buah dalam ukuran besar

Monpera merupakan bangunan monumen sekaligus museum yang memiliki koleksi seputar perjuangan rakyat khususnya rakyat Sumatera Selatan. Bangunan ini memiliki 8 lantai.

Lantai 1. Lantai dasar monumen ini merupakan pintu masuk gedung dan pusat informasi. Pada lantai ini, dapat kita lihat foto-foto lukisan masa kejayaan Sriwijaya yang merupakan kerajaan pertama di Palembang. Terdapat juga foto-foto lukisan dan peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam. Selain itu kita juga dapat melihat foto-foto penderitaan dan perjuangan rakyat semasa penjajahan. Ke bagian ruangan yang lain, terdapat foto-foto pada saat Jepang menggantikan Belanda sebagai penjajahan dan bagaimana kekejaman mereka terhadap rakyat dan pelatihan pemuda sebagai militer yang menjadi cikal bakal TNI. Masih di lantai yang sama, kita dapat melihat foto-foto perjuangan rakyat Indonesia khususnya Sumatera Selatan dalam menghadapi para penjajah yang ingin kembali menduduki Indonesia setelah bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.

Lantai 2. Pada lantai ini terdapat koleksi senjata yang pernah digunakan oleh para pejuang, khususnya pejuang kemerdekaan Republik Indonesia di Sumatera Selatan. Koleksi senjata ini antara lain Juki Knju (senjata buatan Jepang), ranjau darat, senapan kecepek, dan masih banyak lainnya. Lalu terdapat juga mata uang yang pernah digunakan di Indonesia, mulai dari mata uang Gulden hingga Rupiah.

Lantai 3. Memasuki lantai 3, kita akan disambut oleh lukisan yang menggambarkan perjuangan rakyat dan tentara pada masa mempertahankan kemerdekaan. Pada lemari panjang yang berada didekat patung perunggu setengah dada H. Abdul Rozak, terdapat contoh baju yang pernah dipergunakan oleh pejuang. Mengitari lantai ini terdapat foto-foto para pejuang yang berasal dari Sumatera Bagian Selatan dan foto-foto perjuangan mereka. Disalah satu sisi dinding terdapat lukisan "Banyak Keringat Keluar Saat Latihan, Sedikit Darah Tumpah Saat Bertempur" yang merupakan semboyan Pelatihan Opsir di Pebem Palembang tahun 1946.

Lantai 4. Pada lantai ini terdapat perpustakaan dan beberapa ruangan yang dulunya merupakan kantor dari pengurus Monpera. Perpustakaan Monpera ini menyimpan sekitar 356 judul buku. Sebagian besar buku yang tersimpan merupakan buku-buku yang berkaitan dengan perjuangan pada masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang merupakan catatan sejarah Indonesia khususnya Sematera Selatan pada 1945 hingga 1950. Koleksi buku ini termasuk 14 jilid buku yang merupakan catatan pengalaman pribadi pejuang-pejuang 45 dan buku-buku yang ditulis sendiri oleh pelaku sejarah perjuangan.

Lantai 5. Tidak jauh berbeda dengan lantai 3, begitu masuk kita akan melihat lukisan yang menggambarkan bagaimana rakyat bahu-membahu dalam suasana perang kemerdekaan. Lalu kita kan melihat patung perunggu setengah dada Mayjen. H. Bambang Utoyo, Brigjen. H. Hasan Ksim, Kolonel H. Barilian dan Let. Jend. Purn. H. Harun Sohar dan lukisan perjuangan mereka. Pada lemari panjang Brigjen. H. Hasan Kasim terdapat koleksi seragam yang pernah beliau pakai semasa hidup. Pada lantai ini juga terdapat lukisan Kapten A. Rivai yang gugur pada hari ketiga dalam Perang Lima Hari Lima Malam di Palembang dan lukisan Kapten Anwar Sastro. 

Lantai 6 dan 8. Lantai 6 terdapat koleksi foto-foto perjuangan pada masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pada lantai ini terdapat tangga curam yang menuju lantai 7. Tangga curam ini gelap dan sempit. Hal ini mempunyai filosofi bahwa memperjuangkan bangsa ini menuju puncak kemerdekaan sangat sulit, penuh perjuangan dan bukannya hal yang mudah. Setelah memproklamasikan kemerdekaan kita masih dihadangkan oleh mereka yang ingin menjajah kembali. Lantai 6 merupakan lantai terakhir menuju atap. Pada lantai ini terdapat tangga kecil ke lima pintu keluar menuju atap Monpera. Begitu menjejaki atap Monpera, kita dapat melihat pemandangan hampir setiap sudut kota Palembang dari atas. 

Sejarah Perjuangan Bangsa, bukanlah semata-mata merupakan kenyataan rentetan peristiwa, tetapi mengandung nilai-nilai pelajaran dan pengalaman yang sangat berharga bagi kelangsungan perjuangan pembangunan bangsa. Karena itu, timbullah ide dari para sesepuh Pejuang Kemerdekaan Daerah Sumatera Selatan untuk membangun Monumen Perjuangan Rakyat Sumatera Selatan. Tujuan pembangunan tersebut dirasakan sangat penting artinya dalam mewujudkan pengisian kemerdekaan dengan pembangunan, karena proses pembangunan itu mengalami peralihan generasi dan perubahan zaman. Dalam bulan April 1971, terbentuklah suatu Panitia Besar Pembangunan Monumen Perjuangan Rakyat Sumbagsel, meliputi wilayah Lampung, Bengkulu, Jambi, Palembang, serta kepulauan Bangka-Belitung.

Pengurus harian Panitia Besar itu diketuai oleh H. Asnawi Mangku Alam selaku Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Selatan. Disamping panitia besar tersebut, dibentuk pula panitia khusus daerah Sumsel yang di ketuai oleh R. A. Rifai Tjakyan, selaku walikota Madya Kepala Daerah Tingkat II Palembang. Selanjutnya panitia mengambil langkah-langkah pembangunan, pengumpulan dana, dan pemilihan lokasi. Lalu dilakukanlah sayembara yang dimenangkan oleh kode "L" biro Waskita Bandung untuk memperoleh bagaimana bentuk bangunan yang mengandung nilai-nilai sejarah perjuangan, dan sesuai dengan tradisi daerah. Lalu dilanjutkan dengan pembuatan dan perhitungan konstruksi bangunan. 

Penetapan lokasi bangunan di Jalan Merdeka Palembang, atas pertimbangan lokasi tersebut terletak di jantung kota, serta pada awal-awal proklamasi 17 Agustus 1945 merupakan pusat pergolakan berbagai peristiwa. Selain dari itu, lokasi berdirinya Monpera merupakan basis pertempuran Lima Hari Lima Malam di kota Palembang, di samping Charistas, Plaju, dan Perairan Sungai Musi, dari tanggal 1 Januari sampai dengan 5 Januari 1975, melawan Belanda yang menjajah kembali. Dalam rangkaian acara HUT Kemerdekaan RI ke-30, pada tanggal 17 Agustus 1975, pada lokasi tersebut diadakan peletakan batu pertama dan pemancangan tiang bangunan, sebagai pertanda pembangunan Monpera Sesumbagsel dimulai.

Pada saat penanaman pondasi mendekati penyelesaian, keluarlah kebijakan moneter Pemerintah Nomor 15 bulan November 1978, hingga pihak kontraktor tidak sanggup melanjutkan pekerjaan, maka pelaksanaan pembangunan menjadi terhenti. Sementara itu jabatan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Selatan H. Asnawi Mangku Alam selaku ketua Pembangunan Monpera berakhir, diganti pejabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumsel yang baru yaitu H. Sainan Sagiman.

Guna kelangsungan pembangunan Monpera, maka diadakan perubahan Panitia Pembangunan Monopera. Selaku ketua panitia pembangunan Monpera H. Sainan Sagiman, serta dilakukan penyempurnaa badan hukum dalam bentuk Yayasan Pembangunan Monpera Sumsel. Pekerjaan tahap pertama dalam masa jabatan panitia yang lama, yaitu pembuatan perencanaa, pembebasan lokasi tanah, dan penanaman pondasi bangunan. Pada masa jabatan panitia pembangunan Monpera Sumbagsel yang baru melaksanakan pekerjaan tahap kedua yaitu konstruksi beton, setelah itu disusul pekerjaan tahap ketiga, pembuatan plaza, pemagaran, jalan lingkungan, pertamanan serta pembenahan bagian dalam Monpera.

Untuk pembenahan ruang dalam bangunan Monpera, agar memenuhi persyaratan sebagaimana layaknya sebuah monumen perjuangan, maka diadakan kerjasama dengan Drs, H. Amni Yahya, pelukis putera daerah Sumatera Selatan menetap di Yogyakarta yang profesional dan berpengalaman dibidangnya. Pengisian tahap pertama ditetapkan enam tokoh pejuang kemerdeaan Sumatera Selatan, yaitu dr. A. K. Gani Gubernur Militer Daerah Istimewa Sumatera Selatan, drg, M. Isa Gubernur muda Sumsel, Mayor Jendral TNI Purn. H. Hasan Kasim Pimpinan BPKR pada awal proklamasi 17 agustus 1945, Letnan Jendral TNI Purn. H. Bambang Utoyo Komandan Divisi Garuda I, yang diabadikan patung-patungnya sebatas dada dibuat dari perunggu. 

Untuk penyusunan sejarah perjuangan rakyat Sumbagsel, diadakan kerjasama dengan pihak Universitas Sriwijaya, Yayasan Bhakti Joang 45 Sumbagsel, Forum Komunikasi Sarjana Sriwijaya Jakarta, disamping itu penyusunan buku-buku sejarah yang bersifat perorangan. 

Karena sudah dianggap layak Monpera Sumbagsel berfungsi ditengah-tengah masyarakat, maka tanggal 23 Februari 1988 diadakanlah persmian oleh Bapak Menkokesra Republik Indonesia, H. Alamsyah Ratu Prawiranegara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun