BEBERAPA bulan berikutnya, mereka berdua memutuskan pindah. Tempat yang lama sudah sangat menjemukan. Bukan hanya sepi dari pengunjung, tapi bau kali di belakang rumahnya amat menyengat hidung.
Di tempat baru, mereka merasa cukup nyaman. Letaknya juga strategis, dekat dengan keramaian pasar kota. Pengunjung tetap pun mulai mereka hafal. Sesekali para pengunjung tetap itu mengajak rekan-rekannya. Bahkan jika malam minggu tiba, warung bakso Mas Joko tak mampu menampung pelanggan. Pasangan muda-mudi membanjiri. Terpaksa, beberapa orang rela menunggu di luar atau memesannya dengan dibungkus.
“Kira-kira, apa ya Mas yang membuat kita ramai seperti ini?”
“Entah ya Dik, mungkin sudah takdir Tuhan, kita disuruh usaha dulu.”
“Kalau menurut aku, Mas, ada pihak lain yang membantu kita.”
“Siapa?”
“Salah satunya Susi, Mas!”
“Susi siapa?”
“Itu loh, perempuan aneh yang pernah bikin ribut di warung kita.”
“Bukannya setelah kejadian itu uang kita dalam laci ludes?”
“Iya betul, Mas. Tapi kan dari situ hati kita terbuka.”