Selepas subuh, kami sampai di Langsa. Rahmad mengantarku sampai ke depan pagar. Dibantu Midah, aku berjalan gontai menuju rumah. Mobil Rahmad segera berlalu. Baru berjalan sepuluh langkah, aku tercekat.
“Dah...ada orang.”
Midah yang masih mengantuk seketika waspada. “Mana, Mak?” Dia mengedarkan pandangan ke sekitar rumah yang masih gelap. Saat berangkat kemarin sore aku lupa menyalakan lampu.
“Itu...di atas balai bambu. “ Aku menunjuk. Darahku berdesir.
Midah memungut sebuah mangga yang jatuh. Penuh perhitungan dia melempar sosok yang tengah tertidur. Terdengar suara mengaduh.
Eh!
Midah berteriak. “Siapa kau? Ngapain pagi-pagi tidur di rumah orang?”
Sosok di balai bambu itu segera duduk, mengucek matanya.
“Bunda dari mana aja sih?” Terdengar gerutuannya. Aku teramat kaget. Telingaku seolah tak percaya. Cuma ada satu orang di dunia ini yang memanggilku Bunda. Midah tak kalah kagetnya.
“Firman?”
“Iyalah! Bunda kemana aja sih? Dipanggil-panggil nggak ada yang nyahut. Kirain tidur, rupanya sedang pergi.”