Pengantar
Istilah sastra islam sering dikaburkan dengan sastra arab, karena medium awalnya yang tumbuh di negara-negara Arab (timur-tengah) dan ditulis dengan menggunakan bahasa Arab. Mengacu pada ensiklopedia Islam (----) di sana dijelaskan jika kesusatraan islam adalah kesusastraan Arab setelah masuknya pengaruh Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW. Sebelumnya orang Arab terkenal sebagai bangsa yang menyukai syair-syair. Bangsa-bangsa nomad (orang baduin) senang membuat syair-syair melalui prosa, dan puisi yang dinyanyikan dengan kasidah atau ode, dengan ciri khas memiliki ritme yang sama di setiap akhir lirik, yang terdiri sekitar 25 sampai dengan 100 bait. Puisi-puisi atau syair-syair tersebut kebanyakan mengisahkan tentang kejayaan dan kecintaan mereka pada suku-suku mereka (masa jahilliyah, bangsa arab hidup bersuku-suku dan gemar berperang). Perkembangan sastra islam yang ada di dunia arab yang terbagi kedalam lima periode diantaranya, kesusastraan jahiliyah, kesusastraan zaman islam, kesusastraan abbasiyah, keusastraan pemerintahan turki usmani, dan kesustraan abad modern. Namun penulis menyederhanakannya menajadi tiga fase perkembangan, yakni dimulai dengan fase perkebangan awal, fase masuknya gaya barat, dan terakhir adalah fase kaum sufi.
Sastra Islam
Sastra sebagai sebuah produk pemikirian, merupan medium dalam menyampaikan ide-ide melalui lisan maupun tulisan. Namun kunci utamanya adalah kemampuan dalam berbahasa (language skill). Jika Ayu Utami memandang sastra sebagai sebuah medium pergulatan nilai, maka persepsi ini mungkin tidak masuk dalam sastra islam sebagai sebuah bentuk tulisan orang-orang saleh yang mengemban sebuah mission sacré berdakwah mengamalkan nilai-nilai suci ajaran islam. Adapun ciri-ciri spesifik dari karya semacam ini adalah sebagai berikut:
1.Karya tersebut medorong pembacanya melakukan amal makruf nahi mungkar.
2.Karya tersebut bertujuan meneggakan ajaran Allah
3.Karya tersebut bertandesi membenarkan yang benar dan mengharamkan yang haram
4.Karya tersebut mendorong lahirnya masyarakat yang adil dan makmur
5.Dan karya tersebut mengesankan tidak ada hak hidup bagi orang-orang jahat. (Antilan Purba, 2008)
Namun, ciri-ciri di atas tidak sepenuhnya mampu memberikan konsepsi yang ajeg mengenai sastra Islam, terutama yang tumbuh di dunia Arab, karena seiring perkembangannya yang banyak juga akhirnya terpengaruh oleh budaya asing terutama yang paling kuat dari Persia dan Romawi, ditambah dengan lahirnya kaum sufi. Walau seiring dinamika jaman karya-karya sastra islam mengalami banyak kemajuan dan pembaharuan, namun secara sederhana terdapat tiga jenis karakter sastra Islam, yang pertama ada sastra yang bersifat zuhud, banyak berbicara hubungan manusia dengan sang khalik, dan pandangan tentang dunia yang fana dan sementara saja, yang kedua sastra Hija (satire) yang banyak mengkritik tentang berbagai hal seperti moral, keadaan sosial, dan yang paling sering tentang pemerintah dan para pejabat, dan yang terakhir bersifat madh (madah) sastra rendah yang hanya mengumbar tentang cinta, kesedihan, dsb. Walau setiap dinamika jaman secara general bisa kita klasifikasikan antara keadaan zaman dengan ketiga karakteristik tersebut, namun sekali lagi ketiganya tetap hidup secara bersamaan tergantung situasi dan kondisi yang mendukung keberadaannya dan diterimanya oleh masyarakat.
Sastra Islam dan Bahasa Melayu
Sejarah bahasa Melayu dalam rumpun austronesia yang paling tua menunjukkan pada 680 M dalam prasasti kota Kapur di Bangka. Bahasa Melayu tua menjadi dasar dari bahasa Indonesia dan Melayu Johor. Mengkaji perkembangan sastra Islam di Indonesia maka tak akan lepas dari perkembangan bahasa melayu. Sejak masuknya sastra islam apda abad 14-an menunjukkan jika sastra bernafaskan Islam ditulis dalam bahasa melayu, seperti karya-karya pada (tabel II) sebagian karya-karya itu disadur ke dalam bahasa Melayu. Sejak penyebarannya yang intens pada masa ekpansi pamalayu, lalu diteruskan pada masa penjajahan Portugis yang menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar teks bible dan sekolah-sekolah Kristen di Ambon, menjadikan bahasa Melayu semakin akrab dan digunakan di berbagai daerah di Nusantara. Puncaknya adalah pada 1928 setelah peristiwa Sumpah Pemuda, bahasa Melayu telah bertansfomasi menjadi bahasa dengan karakteristik Indonesia, yang menjadi pemersatu berbagai perbedaan yang ada. Sutan Takdir Alisyahbana dalam studinya tentang bahasa Indonesia menekankan jika dengan tumbuhnya bahasa Indonesia maka menjadi harapan baru bagi perkembangan sastra di Nusantara dan fungsinya dalam mengangkat bangsa Indonesia. Tabel I di bawah ini menunjukkan periodesasi sastra Islam di nusantara:
Periodesasi Sastra Islam Indonesia
No
Periode
Nama Pengarang
Tahun
Karya
Karakteristik
1
Awal
14-16
-
Abad 14-15 (Berakhir pada abad 16)
Alegori Sufi: Syahi Mardan (Angling Darma) berdasarkan cerita dari India
Dewa ruci yang menggunakan tokoh bima dalam pewayangan (namun diganti dengan cerita-cerita teladan nabi)
Biasa disebut juga sastra melayu, karena kebanyakan berkembang di daerah Sumatra yang berbahasa melayu
Awalnya kebanyakan berupa saduran dari karya sastra timur tengah terutama persia
Banyak nuansa sufisme/tarekat
Digunakan sebagai medium dakwah yang terdiri dari empat aspek, yaitu :
Tasawuf
Eksalogis (rukun islam)
Memasukkan unsur-unsur islam dalam cerita lokal
Pengaruh persia yang kentara
Hamzah Fansuri
-
-
Syekh Syamsuddin bin Abdullah Al matsani
1630 M
-
Nurrudin Arraniri
1658 M
-
Saduran dari Persia
(tidak tersedia)
Telah ada sejak abad 15-16 M dan Salinannya lagi pada Abad 17
Hikayah si miskin dan sikaya, hikayah marakarma, hikayah nahkoda muda, hikayah siti Sara, hikayah Ahmad Muhammad, hikayah berma Syahdan, Hikayah Indra putera, hiakyah Syar’I Mardu
Transisi
-
18-19
Kisah Nabi dan Wali
Hikayah pahlawan islam Seperti: Iskandar Zulkarnaen, Amir Hamzah,
Akhir masa klassik dan sastra islam modern
Menurut Liau Yock Fang, sastra Islam adalah sastra tentang orang Islam dan segala amal salehnya. Sastra Islam melayu adalah sastra orang Islam yang ditulis dalam bahasa malayu di rantau ini. Lebih lanjut Yock menjelaskan jika sastra Islam melayu pada awalnya merupakan hasil saduran dari karya sastra bahasa parsi dan Arab oleh dua kelompok yang paling mencolok, yang pertama yaitu karya yang berupa kitab-kita berunsur keagaamaan yang dilakukan oleh orang-orang Melayu Nusantara yang belajar dan bermastutiin di Arab, sedangkan kelompok kedua adalah orang-orang dari India Selatan yang karya-karyanya lebih bersifat hiburan. Semua karya-karya pada masa awal ini tidak diketahui nama pengarang dan tariknya sehingga menyulitkan dalam membuat periodesasi. Namun ada bukti yang menunjukkan jika karya-karya tersebut datang setelah Islam masuk dan huruf Jawi diciptakan. Berdasarkan kategori yang dibuat R. Roolvinck tedapat lima jenis sastra Islam yaitu:
1.Cerita Al-Qur’an
2.Cerita Nabi Muhammad
3.Cerita Sahabat Nabi Muhammad
4.Cerita Pahlawan Islam
5.Sastra Kitab
Karya-karya Sastra Islam Melayu Fase Awal
Tabel II
Kategori Karya
Cerita Al-Qur’an
Cerita Nabi Muhammad
Cerita Sahabat Nabi Muhammad
Cerita Pahlawan Islam
Sastra Kitab
Pengarang
Al K’isai
13 M
Shamsudin dari bintan
-
-
-
Contoh Karya
Cerita Adam
Cerita Sis
Cerita Idris
Cerita Nuh
Cerita Hud
Cerita Saleh
Cerita Ibrahim
Cerita Ishak
Cerita Yakub dan Yusuf
Cerita Musa
CeritaAyub
CeritaYunus
Cerita Elias
Cerita Daud
Cerita Sulaiman
Cerita Armia dan Azis
Cerita Yahya
Cerita Maryam dan Isa
Hikayah Raja Jumjumah atau tengkorak kering
Hikayah Nur Muhammad (tarikh mukhtasar) Hikayah Bulan Berbelah
Hikayah Nabi Bercukur
,Hikayah Nabi wafat
Hikayah Muhamamd hanafiah (I)
Hikayah Muhamad Hanafiah
Hikayah Tamim al dari
Hikayah Abu Syahmah
Hikayah Sama’un
Hikayah Raja Khandak
Hikayah Iskandar Zulkarnaen
Hikaya Amir Hamzah
Kisah badi Ul zaman
Cerita Lahad
Cerita Amir Ibnu Omayya
Hikayah saif Dzul Yazan
-
Sumber: Liau Yock Fang
Dari daftar tabel dia atas menunjukkan jika pada fase awal banyak karya-karya hasil saduran dari cerita-cerita yang berasal dari Arab dan Parsi. Cerita Al-Qur’an adalah cerita yang mengisahkan cerita nabi-nabi atau tokoh-tokoh yang namanya disebut dalam Al-qur’an. Al-Kisai adalah seorang penulis cerita Al-Qur’an yang paling terkenal dengan ceritanya berjudul ‘Qisah Al-Anbiya’. Karakteristik dari cerita ini adalah bersifat didaktis yang kaya akan muatan nilai dan suri Tauladan, selain itu juga kuat akan muatan nilai keagamaan yang menjunjung ajaran tauhid.
Yang menarik dari sebagian karya-karya tersebut adalah karena diterjemahkan tidak hanya ke dalam bahasa melayu saja melainkan juga ke dalam bahasa Jawa, Sunda, Aceh, Parsi, dan Hindustan seperti yang dapat kita jumpai dari karya berjudul Hikayah Raja Junjumah atau Tengkorang Elang.
Berikutnya Cerita Muhammad, terdiri dari tiga jenis yaitu, pertama mengisahkan tentang riwayat nabi dari kelahiran sampai wafatnya. Dalam bahasa melayu jenis cerita pertama ini terdapat dua buah yaitu, Hikayah Muhammad Hanafiah dan Hikayah nabi. Walaupun cerita ini berasal dari sirah nabi, namun karena karya sastra sangat mengedepankan nilai bahasa dan pemaknaan, maka ceritanya sudah banyak disusupi dengan cerita-cerita khayalan yang bertujuan untuk menggungkan nabi. Jenis kedua, meceritakan mengenai mukjizad nabi, cerita ini juga bersumber dari sirah dan hadis,beberapa contohnya yang terkenal dianatranya Hikayah Bulan Berbelah dan Hikayah nabi Bercukur. Dan yang terakhir adalah karya berjenis Maghzi, sebagai jenis sastra yang betutur tentang peperangan pada masa nabi dalam usaha meneggakan Dinullah (Agama Allah).
Sastra Islam Modern
Definisi mengenasi sastra Islam seiring perkembangan zaman terus berkembang, penjelasa Fock tentang sastra Islam lebih cocok dalam menggambarkan perkembangan sastra islam pada fase awal. Namun jika kita ingin melihat perkembangan islam sejak tumbuhnya angkatan balai pustaka sampai 45 (pujangga baru). Maka perlu definisi yang lebih modern mengenai sastra islam, definisi Gus Dur (Kyai Abdul Rahman Wahid) selain sebagai Cendikiawan Muslim beliau juga adalah seorang Budayawan Islam memberikan pandangnnya mengenai sastra Islam. Menurut Gus Dur dalam wawancaranya bersama Horison yang dimuat dalam( blog—) menjelaskan jika sastra Islam merupakan bagian dari peradaban Islam yang dapat dilihat dari dua sisi pertama yaitu orang yang condong melihatnya secara legalitas formal dimana sastra Islam harus selalu bersandar pada Qur’an dan Hadist sedangkan yang kedua orang yang condong melihat sastra Islam daripengalaman raligiusitas (keberagamaan) seorang muslim yang tidak bersifat formal legislatif, atinya sastra Islam tak harus bersumber dari Qur’an dan Hadist (formal) dan bersifat adoptip terhadap pengaruh-pengaruh lain terutama dimensi sosiologis dan psikologis sastrawan muslim yang tercermin dari karyanya yang menggambarkan pengalama keberagamaannya.
“Maka sebagai konsekuensi bahwa sastra Islam bagian dari humanisme universal, pertama dia tidak boleh dibatasi penggunaannya, hanya oleh dan untuk orang Islam saja, atau hanya oleh orang yang telah diberi predikat “memenuhi syarat”. Kedua, dari proyeksi sejarah ini lain kelihatan bahwa yang mengislamkan bukan orangnya dan bukan juga rangkanya, dan bukan pula materinya yaitu Al-Qur’an dan Hadis, sebagai sumber ada dan tentu boleh digunakan. Tetapi, karena ini sastra bukan sesuatu yang sifatnya formal legalistik gitu… sumber lain juga masuk… apa salahnya? Dan tidak selalu bersumber pada Al-Qur’an juga tidak apa-apa. Sebab pengalaman beragama itu tidak mesti berqur’an dan berhadis atau berkitab-kitab.” (blog: --)
Distingsi diatas sesuai dengan fase selanjutnya, dimana kita sampai pada kondisi memilah mana sastra islam dan mana yang bukan. Namun dari definisi tersebut memberikan ruang yang lebih luas, bagi karya-karya yang mucul setelah Indonesia banyak mendapat pengaruh dari kolonialisme, dimana sastra islam yang lahir kebanyakan adalah karya-karya yang menunjukkan sisi pergulatan religious. Dimana para pengarang pada kontens itu juga tak dapat lepas dari zamannya dimana perasaan sebagai bangsa terjajah, kemerawutan sosial, diskriminasi juga menjadi topik-topik yang bersanding dengan nilai-nilai spiritual. Untuk menghindari kebingungan dalam melihat perkembangan sastra Islam pada periode modern ini, kita dapat melihat melihat periodisasinya pada table di bawah ini.
Periodesasi Sastra Indonesia
No
Angkatan
Periode
Format isi
Balai Pustaka
-
Masalah tradisi, adat-istiadat, dan orientasi primordial.
Pujangga baru
Abad 19-20
Masalah Nasionalisme, emansipasi, dan perjuangan melawan penjajah.
Periode 45’
Masa setelah kemerdekaan
Kebebasan secara universal.
Periode 70’an
Masalah kebebasan dan usaha-usaha pembentukan identitas bangsa
Pada masa ini antara abad 18-20, tema-tema Islam memang cenderung kurang diangkat, dimana kebanyakan para sastrawan lebih banyak menggelai masalah tradisi, Nasionalisme, dan identitas kebangsaan. Maka kita tidak bisa sangat tegas dengan membatasi sastra Islam seperti pada fase awal. Ada ruang yang lebih terbuka yang memberikan tempat pada karya-karya sastra yang tidak bersumber dari surah dan Hadist namun lebih pada pengalaman umat muslim dalam menjalani kehidupannya.
Dengan melihat perkembangan sastra islam di melayu sejak awal kedatangannya sampai masuk fase modern, tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di dunia arab. Hanya saja perbauran yang terjadi di Nusantara lebih disebabkan oleh gejolak politik dan sosial dalam negeri sebagai bangsa yang terjajah. Sehingga semangat emansipasi dan nasionalisme terasa lebih kuat menyeruak di banding dakwah islamiah yang semula banyak diusung, namun begitu keahdiran peangruh islam dalam penulisan sastra nusantara telah menambah khasanah kekayaan budaya bangsa dan masih kuat berpengaruh hingga kini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H