Essai tema Agama dan Perubahan Sosial
Oleh:
Lanang Dwi Atmaji
23105040062
Prodi : Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam
Instansi : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
      Di era perkembangan digital saat ini membawa pengaruh besar terutama pada generasi muda. Media digital tidak dapat dipisahkan dari kehidupan, hampir dalam setiap aspek kehidupan semua serba digital. Misalkan pada surat kabar, dulunya biasanya kita masih banyak menjumpai seperti majalah dan koran, kini surat kabar dapat diakses dengan media sosial seperti Instagram, TikTok, YouTube, dan semacamnya. Platform-platform media digital merambah ke kehidupan sehari-hari kita dan mempengaruhi cara kita berinteraksi dengan teman, keluarga, rekan kerja, bahkan orang asing. (Ginting et al., 2024) Di satu sisi media digital ini mempermudah kita dalam mengakses informasi, membuat pekerjaan lebih mudah dan efisien. Namun di sisi lain dampak dari media digital ini sangat besar dan bahkan dampak buruknya lebih besar daripada sisi baiknya. Khususnya karena kemunculan gadget, Yang mana dampaknya sangat berpengaruh terhadap pola perilaku, pola interaksi, maupun pola bertindak seseorang. Banyak dari mereka yang terdampak khususnya di era sekarang yaitu para generasi muda, yang katanya mereka adalah para generasi emas di tahun 2045 nanti.
Apakah masa emas itu akan benar-benar terjadi? Sedangkan para generasi sekarang bukannya tambah melek digital tapi malah terjerumus kearah yang salah. Banyak ditemukan kasus judol, pinjol, atau bahkan banyak anak kecil yang kecanduan game online seperti Mobile Legends, Free Fire, PUBG, dan semacamnya hingga menghabiskan uang mereka untuk kebutuhan top-up akun gamenya. Mereka secara tidak langsung terpengaruh dan kecanduan terhadap semua yang berbau digital. Mereka kurang bijak dalam memanfaatkan media digital di era modern saat ini. Padahal jika kita bijak dalam menggunakan media digital ini, kita bisa memperoleh banyak keuntungan yang dihasilkan. Misalnya seperti berjualan online, berbisnis, ataupun trading, kita bisa menghasilkan uang dengan media digital ini.
      Lalu bagaimana dampak jika mereka kurang bijak dalam menggunakan media digital? Karena ketergantungan mereka dengan media digital akan membawa pengaruh terhadap kehidupan salah satunya pada interaksi sosial dan perilaku mereka dalam bersosialisasi. Dalam Teori Determinisme teknologi oleh Marshall McLuhan yang dipopulerkan pada tahun 1962 dalam tulisannya The Gutenberg Galaxy: The Making of Typographic Man. Teori tersebut mengatakan bahwa tekonologi media membentuk cara berpikir dan bertindak manusia serta cara masyarakat dalam beroperasi berpindah ke era teknologi. Pola pikir dan cara bertindak mereka kini teracuni dengan adanya media internet dan gadget. Hampir dalam semua aspek kehidupan kini didominasi dengan adanya teknologi.  Berdasarkan data dari  Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) jumlah pengguna internet berjumlah 90% dan rata-rata masih berumuran 13-24 tahun, yang mana sebagian besar dari kalangan muda atau gen Z. (Anhar et al., 2024) Sering kita jumpai sekarang misalnya pada kendaraan umum, mereka yang duduk bersebelahan bukannya saling berinteraksi dan berkenalan malah sibuk dengan gawainya masing-masing. Ada yang sibuk scrolling sosmed, ada yang sibuk chatan dengan gebetan, ada juga yang malah main game online. Lalu oleh George Herbert Mead dalam teorinya yaitu Teori Interaksi Simbolik. Di mana ia melihat bagaimana gadget mempengaruhi identitas sosial pemuda. Pola interaksi mereka menjadi berubah, mereka lebih memilih berinteraksi dengan dunia virtualnya dibanding komunikasi langsung dengan teman sebelahnya. Karena mungkin dunia maya atau sosmed lebih menarik daripada harus mengobrol dengan temannya sendiri. Fenomena tersebut jelas bahwa media digital mempengaruhi masyarakat dalam berinteraksi atau bersosialisasi. Dapat kita lihat bahwa pemuda Mushola Baitul Ummah ini cara mereka dalam berinteraksi sudah tercemar dengan adanya teknologi digital, cara mereka bertindak pun sangat bergantung pada teknologi. Mereka tidak lagi fokus pada ceramah pengajian namun malah asik dengan gawainya.
      Dalam essai ini akan membahas bagaimana media digital ini mempengaruhi proses sosialisasi khususnya generasi muda di Mushola Baitul Ummah Piyungan. Diskusi, bercerita, ataupun mengobrol sudah sangat jarang saya jumpai di kalangan anak muda dan anak-anak, mereka lebih memilih menghabiskan waktunya di depan gadget masing-masing. Mengapa demikian? Karena dengan gadget orang-orang sekarang dapat berkomunikasi dengan siapapun tanpa adanya batas geografis, bahkan dalam mengakses berita atau informasi sekarang bisa diakses dengan mudah dan cepat. Hal ini jika berlebihan akan berdampak pada kesehatan mental, produktivitas, dan cara dalam berinteraksi. Interaksi sosial manusia saat ini sedang menghadapi tantangan digital (Juliana et al., 2023)  Bagaimana yang dulunya orang ketika bertemu saling menyapa, mengobrol, dan berbincang-bincang, namun karena munculnya produk digital seperti handphone menjadikan lemahnya interaksi diantara mereka. Sungguh sangat disayangkan, apalagi ketika sedang kumpul bareng teman-teman bukannya saling mengobrol, bertukar cerita, atau bahas sana sini. Malah ada yang main HP sendiri-sendiri, sibuk dengan dunia maya, padahal waktu berkumpul dengan teman-teman merupakan momen langka, mengapa mereka malah tidak memanfaatkan waktunya bersama teman. Scrolling sosmed, main game padahal masih bisa dilakukan di rumah, harusnya pas lagi kumpul kita singkirkan dulu gadget atau semacamnya agar bisa saling berinteraksi satu sama lain.
Essai ini saya tulis berdasarkan pengalaman ketika saya mangikuti pengajian rutin di Mushola Baitul Ummah. Jadi di mushola ini setiap minggunya  diadakan pengajian yang diikuti warga satu desa, yaitu setiap malam Ahad. Dihadiri oleh anak-anak, pemuda, hingga para orang tua. Sebelum pandemi Covid 19 pengajian rutin seperti ini masih banyak diminati, yang hadir selalu banyak. Berbeda dengan sekarang, para remaja dan anak-anak sudah berkurang minatnya untuk datang ke pengajian. Biasanya jamaah kurang lebih ada 100 orang yang hadir, kini jamaah pengajian-pengajian di mushola sekarang hanya berjumlah sekitaran 70 orang dan mayoritas mereka adalah orang tua, ibu-ibu, dan bapak-bapak. Belakangan kemarin saya sempat menghadiri di pengajian malam Ahad itu. Di mana saya melihat banyak ketimpangan di zaman sekarang dengan zaman sebelum pandemi. Dari jumlah yang hadir sangat berbeda jauh dengan zaman sebelum pandemi yang mana pasti mushola selalu penuh bahkan oleh pemuda dan anak-anak. Rasa kebersamaannya masih sangat kuat, Interaksi satu sama lain juga masih sering dijumpai karena belum terlalu terpengaruh dengan adanya HP. Yang saya lihat kini jumlah jamaah yang hadir ke pengajian jauh lebih sedikit. Khususnya pemuda yang sekarang, mereka semakin dewasa mungkin memiliki kesibukannya masing-masing sehingga tidak lagi menghadiri pengajian. Mereka lebih memilih menghabiskan malam minggunya dengan gebetan, nongkrong dengan teman-temannya, juga ada yang lebih memilih tidur di rumah.