DITULIS OLEH ATJIH KURNIASIH
ANGGOTA KOMUNITAS PEGIAT LITERASI JAWA BARAT (KPLJ)
MENCINTAI dan menghargai batik tidak berhenti pada sekedar mengenakan kain khas Indonesia itu. Diperlukan juga pemahaman, rasa memiliki, hingga penghargaan terhadap hak cipta kepada pembuat (Pikiran Rakyat.com , edisi 23 Desember 20160)
Sebuah berita yang sempat membuat kita tersentak dan tersadar pernah kita dengar dan kita baca. Sebuah warisan budaya yang sangat tinggi nilainya hampir-hampir saja terlepas dari Indonesia.Berita itu adalah sebuah negara hampir saja mengakui bahwa Batik merupakan karya mereka. Ini tentunya menjadikan sebuah pembelajaran berharga akan pentingnya menjaga dan melesteraikan hasil karya anak negeri. Satu di antaranya adalah Batik
Batik menurut Wikipedia merupakan kain bergambar yang pembuatannnya secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam pada kain itu. Kemudian pengolahannnya diproses dengan cara tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia sebagai keseluruhan tehnik, tehnologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces Of The Oral and Intanible Heritage Of Humanity) sejak 2 Oktober 2009
Dulu Kalau berbicara batik tentunya ingatan kita langsung Solo, Jogya, atau Pekalongan. Namun ternyata, ada bebarapa daerah di Indonesia yang juga memiliki warisan budaya Batik. Satu di antara daerah itu adalah Cianjur. Sebuah kabupaten di Jawa Barat yang gaunnnya terkenal dengan beras Cianjur an Tao chonya.
Cianjur dengan batiknya, sub tema ini merupakan pilihan saya dalam tindak lanjut pelatihan “Menulis Guru Cianjur. Pelatihan yang diadakan di SMPN 1 Cipanas dan diikuti oleh kurang lebih empat belas peserta bersama penerbit Peniti Media. Pemilihan sub tema ini setelah berpikir agak lama untuk menemukan ide tentang apa yang akan ditulis tentang kota Cianjur. Karena kami peserta diberikan tantangan menulis dengan tema “Dari Guru Untuk Cianjur”.
Jujur saja, sebagai seorang pendatang yang besar bukan di kabupaten Cianjur, karena tugas saja yang mengharuskan tinggal dan menetap di sini, untuk menulis tentang kota ini memakan waktu yang lama untuk menemukan ide atau subtema apa yang bisa saya tuangkan dalam tulisan yang berkaitan dengan kota Cianjur. Untunglah seorang sahabat dan sekaligus rekan mengajar saya memberikan sebuah ide untuk tulisan, yaitu tentang batik.
Awalnya saya heran mengapa, dan apa yang bisa saya tulis tentang Batik Cianjur ?. sebagai seorang guru Seni Budaya secara singkat rekan saya itu memberikan wawasan tentang Batik Cianjur. Dari percakapan yang singkat itu di sela-sela makan siang saat istirahat,akhirnya muncul ketertarikan. Mengapa tidak, Batik Cianjur menjadi bahan tulisan saya
Saya mulai berselancar di “mbah Google”. Saya cari sebanyak mungkin tentang Batik Cianjur. Hasilnya, sebuah kesimpulan serta sebuah jawaban mengapa rekan saya yang memiliki panggilan bu Tety itu, menawarkan kepada saya sub tema “BATIK CIANJUR” untuk bahan tulisan. Maka untuk awal pembuka tulisan saya ini saya mulai dari batik itu sendiri sebagai hasil budaya bernilai seni tinggi.
Kata batik berasal dari bahasa Jawa, yaitu “tik” yang berarti titik/matik yag kemudian berkembang menjadi istilah batik yang dalam tehniknya menurut G.P Rouffaer kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke enam atau abad ke tujuh. Namun di sisi lain, ada yang percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera dan Papua daerah-daerah yang nota benenya bukanlah daerah yang dipengaruhi Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuno membuat batik. Hal tersebut diungkapkan oleh seorang arkeolog Belanda J.L.A Brandes dan Sejarawan Indonesia F.A Sutjipto.
Batik yang kita kenal itu banyak jenisnya. Ada yang berdasarkan tehnik pembuatannnya, ada berdasarkan muasalnya, dan ada juga yang berdasarkan daerah asal Batik itu sendiri.
Berdasarkan tekniknya, ada batik tulis, batik cap, batik lukis batik printting. Khusus batik tulis, batik ini dalam pembuatannnya memakan waktu yang agak lama, sekitar dua sampai tiga bulan. Sehingga tidak heran jenis batik ini dipasaran terbilang mahal. Batik inilah yang selama ini ada di dalam bayangan saya. Jika mendengar kata batik langsung terbayang seorang wanita sedang memegang canting, sesekali canting itu didekatkan kedalam mulutnya untuk ditiup sebelum kemudian canting itu ditekankan kepada selembar kain.
Batik dulunya merupakan mata pencaharian wanita-wanita jawa. Sehingga seperti ekslusif bahwa pekerjaan membatik indentik dengan wanita, sampai pada saat ada batik cap, batik tidak lagi dominan pekerjaan wanita tetapi sudah dilakukan oleh kaum pria
Motif batik dibentuk dengan cairan lilin dengan menggunakan alat yang dinamakan canting untuk motif halus, dan dengan kuas untuk motif ukuran besar. Sehingga cairan lilin meresap kedalam serat kain. Kain yang sudah dilukis dengan lilin kemudian dicelup dengan warna yang diinginkan yang diawali dengan warna-warna muda. Setelah beberapa kali proses pewarnaan, kain yang telah dibatik dicelupkan kedalam bahan kimia untuk melarutkan lilin
Batik cap adalah kain yang dihias dengan tekstur dan corak batik yang dibentuk dengan cap. Karena memakan waktu yang tidak lama, sekitar dua sampai tiga hari, maka harga dari jenis ini tidak semahal batik tulis.
Semula batik dibuat di atas bahan dengan warna putih yang terbuat dari kapas yang kita kenal dengan mori. Namun dengan perkembangan jaman bahan untuk proses pembuatan batik saat ini bisa dari bahan lain selain mori, yaitu bahan sutera, polieste, rayon, dan bahan sintetis lainnnya. Dengan bahan yang bermacam-macam tersebut tentunya mempengaruhi pula dalam harga, selain tehnik pembuatannnya
Seperti halnya daerah muasal Batik yaitu batik Jawa, batik jawa juga merupakan sebuah warisan yang turun temurun. Yang juga memiliki motif yang berbeda-beda yang mengandung makna dari leluhur mereka. Leluhur mereka yang menganut Kepercayaan animisme, dinamisme, serta agama hindu, budha. Batik Jawa banyak berkembang di derah Solo atau biasa disebut Batik Solo
Namun bukan berarti batik hanya dihasilkan di daerah Jawa. Ada beberapa daerah di luar Pulau Jawa yang juga penghasil batik. Di antaranya, ada Batik Bali, Batik Minangkabau, Batik Minahasa, Batik Aceh. Dengan banyaknya batik dari beberapa daerah, tidak heran kalau batik banyak coraknya. Ada Batik Kraton, Batik Pringgodani, batik Sida Mukti, dan Batik Cianjuran dengan motif Beasan salah satunya.
Ternyata Batik Cianjur yang selama ini saya pakai (karena koleksi saya beberapa di antaranya adalah Batik Cianjur) bukan hanya batik yang berupa kain dan digambar atau dilukis semau pengrajin batik serta untuk membalut tubuh saja. Ternyata, batik yang saya pakai sarat dengan nilai-nilai kearifan dan budaya lokal serta penggambaran tentang alam serta masyarakat Cianjur sendiri. Tentunya juga berlaku bagi daerah –daerah yang menghasilkan warisan Batik. Sehingga pantas saja kalau Batik Indonesia ditetapkan oleh PBB menjadi warisan budaya nonbe ndawi karena memang sarat nilai budaya Indonesia.
Cianjur, satu dari sekian daerah penghasil batik juga memiliki kekhasan sendiri bersanding dengan batik daerah lainnnya. Bila anda penyukai pakaian dari bahan batik mungkin anda merasakan perkembangan batik saat ini. Ada berbagai ragam motif yang bisa anda pilih. Begitu juga dengan batik Cianjur, memiliki banyak motif yang bisa kita pilih.
Berbicara perihal motif Batik Cianjur, seorang pengrajin Batik Cianjur mengatakan “Motif batik Cianjuran bermacam-macam, yang jelas setiap motif batik itu menunjukan ciri khas dari Kabupaten Cianjur “ kata pengrajin tersebut yang memiliki nama Ratih, dimuat di kompas.com.
Seperti apa yang diutarakan oleh Ratih bahwa Batik Cianjur atau sering dikatakan “Batik Cianjuran” itu memiliki motif yang beragam di antaranya motif Beasan, Motif Kuda Kosong, motif Ayam Pelung, Motif Pencak Silat serta Motif Kecapi Suling. Kesemuanya menggambarkan dan mengandung nilai nilai filosofi yang tinggi dari masyarakat Cianjur serta keadaan alamny,di antaranya juga merupakan pilar dari Cianjur itu sendiri seperti pencak silat dan kecapi suling mewakili dari pilar “mainpo dan mamaos”
Batik Cianjur, khususnya batik motif Beasan contohnya tumbuh dan berkembang, tidak lepas dari sejarah pertanian Cianjur. (Batik Cianjur yang bedasarkan sejarahnya sudah ada sejak tahun 1920) kainnnya bernuasa tumbuhan. Warna tanah, daun atau bulir padi, bahan pewarnanya dari tanaman buah arben, jambu biji dengan Pola atau bentuk/ motif gambar “Beasan” seluruh arah baik simestri , simetri avertikal dan horisontal penambahannnya pada setiap motif berbentuk satuan pulir/ biji padi, gabah, bunga padi kesemuanya menggambarkan dengan jelas bahwa Cianjur merupakan sebuah daerah yang subur dengan padi sebagai hasil pertanian andalannnya. Yang kemudian kita mengenal salah satu jenis padinya adalah Pandanwangi.
“Ketika memakai Batik Cianjur, saya menjadi bangga terhadap daerah sendiri, karena motif Batik Cianjur banyak maknanya. Kalau bukan kita siapa lagi yang akan melestarikan budaya nenek moyang “ ujar Irvan Rivano Muctar sebelum beliau menjabat menjadi bupati Cianjur yang dimuat di Beritasatu.com
Berkaitan dengan pentingnya melestarikan dan mempertahankan kekhsasan serta budaya nenek moyang maka, adalah Harry M Sastrakusumah dengan lembaganya yang bernama Lembaga Pengkajian Pengembangan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Batik dan Cindera mata Khas Cianjur ( LP3M Hibar) berusaha untuk melestarikan budaya batik dan mendaftarkan hak cipta dalam rangka mempertahankan ke khasan budaya agar tidak diambil oleh negara lain dan hasilnya Batik Cianjur telah memiliki hakpaten dengan merk Batik Beasan. Sebuah upaya dalam mempertahankan dan melestarikan batik itu sendiri
Seiring dengan berjalannnya waktu dan perkembangan jaman Batik Cianjurpun motifnya kian beragam. Ada motif Gurisan yang bermakna mempunyai harapan, , Motif Kinanti yang berarti harapan yang belum pasti serta dan motif Pangkur yang berarti pendirian yang disadari oleh dirinya sendiri seperti diungkapkan oleh Harry M Sastrakusumah yang kesemuanya merupakan hasil dari kreatifitas anak muda sejak tahun 2013
Pemahaman tentang batik Cianjur, rasa memiliki dan penghargaan hak cipta batik Cianjur oleh generasi muda sangatlah penting. Karena mereka adalah pewaris budaya. Untuk itu semua tidaklah mudah. Karena kita tahu mereka tidak hidup di jaman generasi sebelumnya. Sehingga sangatlah perlu melibatkan mereka untuk turut pula mendisain sesuai ide mereka sehingga mereka memakai batik sesuai apa yang menjadi keinginannnya.
“ Dengan begitu kita memberi kesempatan bagi anak muda untuk menuangkan ide mereka mengenai batik. Jadi, mereka memakai apa yang mereka inginkan dan ciptakan, itulah kebanggaan” ungkap Harry Mulyana Sastrakusumah kepada Shofira Hanan yang dimuat pada Pikiran Rakyat edisi 23 Desember 2016
Dengan kebanggaan itulah akan muncul Pengakuan Batik Cianjur oleh generasi muda karena itu menurut beliau yang juga diungkapkan pada Shofira Hanan dan dimuat pada media masa dan edisi yang sama bahwa ”Mencintai dan Menghargai batik tidak berhenti pada sekedar mengenakan batik khas Indonesia itu. Diperlukan juga pemahaman, rasa memiliki hingga penghargaan terhadap hak cipta pada pembuatnya”
Hak cipta pada pembuatnya itu berarti bila generasi muda yang mendesain artinya ada pengakuan dan ini penting karena dengan begitu akan muncul sebuah kebanggan. Bangga memakai batik dan itu penting dalam rangka pewaisan nilai budaya batik ke depannnya.
Tiga motif yaitu Gurisan, Kinanti, dan motif Pangkur di mana ketiga motif ini merupakan bagian dari batik Galuh Mukti khas Cianjur ini kesemuanya didasain oleh pelajar dari berbagai tingkat mulai dari SD sampai SMA dalam lomba disain batik hasil karya mereka dipergunakan oleh pelajar –pelajar Cianjur. Walaupun dalam pelaksananya batik hasil karya pelajar ini belum semua diterapkan di semua sekolah Cianjur. Namun paling tidak usaha untuk menjadikan batik kebanggaan mereka sudah ditempuh dan ini bisa juga menjadi sebuah solusi dalam mengurangi tawuran antar pelajar di mana batik yang dipergunakan kadang sebagai sebuah simbol sekolah tertentu.
SMP Negeri 1 Cipanas dan Pelestarian Batik
SMP negeri 1 Cipanas boleh berbangga, juga penulis karena batik yang disebut sebagai kebaggaan generasi muda Cianjur tersebut buah karya dari peserta didik kami. Adalah Qisti dan Arlinda. Kini batik hasil karya mereka dipakai oleh adik –adik kelasnya selain juga sekolah lainnnya di lingkungan Kabupaten Cianjur. Sebuah prestasi yang membanggakan sekaligus dalam rangka menjadikan bangga memakai batik, karena batik yang mereka pakai di disain oleh generasi mereka.
Karya mereka tidak lepas dari arahan dan bimbingan seorang guru tentunya. Tetty Mesrawati. Rekan yang awal tulisan saya sebutkan sebagai orang yang memberikan ide dalam saya menulis ini, dalam kesehariannnya selain mengajar juga memberikan bimbingan ekstrakulikuler membatik. Qisti salah satu peserta didiknya yang akhirnya mengantarkan Qisti dan SMP Negeri 1 Cipanas menerima penghargaan juara ke satu dalam mendisain batik seragam sekolah kabupaten Cianjur.
Sebenarnya bu Tetty sendiripun selain guru SBK juga sering mendapatkan penghargaan dalam rangka mendasin batik. Berbagai penghargaan sudah belaiu dapatkan.
Kini sekolah di mana penulis megajar setiap hari Rabu menggunakan batik hasil siswa kami sendiri, yang membuat kami bangga lagi tentunya bukan sekolah penulis saja tetapi ada sekolah lain yang juga menggunakan batik yang sama. Pemakain batik dalam rangka pemahaman, penghargaan sekaligus menanamkan rasa bangga akan batik Cianjur khusunya dan pada Batik pada umumnya juga kami perkuat dengan pemakaian batik umum setiap tanggal dua pada bulannnya. Semoga saja ini bisa menjadi cara ampuh dalam membudayakan dan melestarikan batik Cianjur yang kita tahu Sarat Makna filosofi masyarakatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H