Prayura Senjaya Judawisastra adalah sosok inspiratif yang menunjukkan bahwa perjalanan hidup itu tak pernah mudah dan selalu dihadapi oleh banyaknya rintangan, tetapi dengan adanya ketekunan dan kerja keras, segala tantangan dapat dilalui dengan berbagai cara. Prayura Senjaya Judawisastra biasanya dipanggil sebagai "Prayura" atau "Yura". Prayura lahir di Bandung pada tanggal 13 September 1996.
Ia tumbuh di dalam keluarga yang sederhana namun penuh dengan dukungan dan kehangatan. Ibunya bernama Dea Hadiawanti Abdurochman, yang merupakan seorang ibu rumah tangga dan berprofesi sebagai pengusaha, sementara ayahnya bernama Rosa Rosdiana Judawisastra yang merupakan seorang pegawai negeri sipil yang disiplin dan berdedikasi kepada negri. Orang tuanya selalu mengajarkan hal-hal baik kepada Prayura sejak ia masih kecil hingga sekarang. Contohnya seperti sikap disiplin, kepemimpinan, tanggung jawab, keteguhan, dan kerja keras.
Prayura merupakan anak pertama dari empat bersaudara dan Ia adalah anak laki-laki satu-satunya di keluarga. Saudarinya yang pertama bernama Sarahallya Ivy Judawisastra, yang biasanya dipanggil dengan sebutan "Ivy". Ivy sudah menikah dan sekarang tinggal di luar Bandung. Ivy merupakan seorang Make Up Artist Profesional di Jakarta. Saudarinya yang kedua bernama Nazala Kayla Faza Judawisastra, yang biasanya dipanggil sebagai "Ala" Ala sedang menempuh pendidikan S1 dan sekarang tinggal di luar Bandung.
Saudarinya yang terakhir bernama Alexandria Albyhaqqu Judawisastra yang biasanya disapa sebagai "Ale". Ale merupakan anak terakhir dari keluarganya, ia tinggal di Bandung bersama dengan Prayura dan keluarganya, Ale masih berusia belasan tahun dan masih bersekolah di SMP Negeri 13 Bandung. Lingkungan keluarganya yang cukup stabil ini menjadi landasan awal bagi Prayura untuk belajar nilai-nilai kerja keras, tanggung jawab, dan komitmen yang juga diajarkan oleh orang tuanya sejak kecil.
Menurut Ibu Rini yang biasanya dipanggil sebagai "Bu Rini" atau "Ibu" oleh keluarganya Prayura, Prayura merupakan anak yang memiliki empati yang tinggi. Ia selalu peduli dengan lingkungan di tempat ia berada. Kekurangannya yaitu ia memiliki sifat yang sedikit pemalas, dan kelebihannya yaitu prayura merupakan orang yang selalu memegang teguh prinsipnya dan merupakan orang yang visioner.
Ia juga kurang berkenan apabila ada sesuatu yang menurutnya tidak sesuai dengan keinginannya. Dalam menghadapi masalah, Prayura sangat tenang dan selalu berdiskusi menggunakan kepala dingin dengan orang yang dekat dengannya atau orang yang ia percayai untuk menyelesaikan masalah tersebut. Ibu Rini sendiri merupakan salah satu dari beberapa pegawai yang bekerja di usaha milik ibunya Prayura.
Ibu Rini sudah merawat Prayura dan adik-adiknya sejak mereka masih kecil hingga sekarang. Ibu Rini merupakan orang yang sangat dipercaya oleh keluarga Prayura, ia mengenal baik bagaimana latar belakang Prayura serta keluarganya. Ibu Rini juga mengetahui banyak tentang perjalanan hidupnya Prayura sejak ia kecil hingga sekarang, mulai dari masalah yang Prayura hadapi ketika di masa sekolah, hambatan ketika Prayura kuliah, hingga tantangan yang di hadapi Prayura ketika membangun dan menjalani bisnis coffee shop nya.
Menurut pandangan Ibu Rini, semakin Prayura beranjak dewasa, ia semakin menjadi anak yang humble dan pandai bergaul. Ia juga menjadi sangat dewasa setelah lulus dari S1 UGM. Menurutnya, kini Prayura sangat bisa mengontrol emosinya dan ia memiliki kesabaran yang sangat luas. Prayura suka mengonsumsi makanan ringan yang menggunakan metode di goreng seperti jajanan-jajanan yang ada di sekolah dan makanan rumahan favoritnya adalah ayam goreng juga tahu goreng. Rasa makanan favoritnya adalah rasa yang cenderung pedas dan gurih.
Prayura menyukai minuman yang cenderung memiliki rasa yang segar dan sedikit manis seperti soda, kopi susu, dan mocktail. Prayura sangat senang untuk menceritakan banyak hal mulai dari kehidupan sehari-harinya hingga ide-ide perkembangan bisnisnya. Masa kecil Prayura hampir dipenuhi dengan warna kesedihan. Ia menghabiskan hari-hari di masa kecilnya dengan bermain berbagai jenis permainan, mulai dari game analog, game konsol, hingga video game. Hobinya ini bukan hanya sekadar untuk mengisi waktu luangnya, tetapi juga merupakan bentuk pelarian dari tekanan yang ia hadapi di masa kecil.
Pada waktu kecil, ketika TK dan SD Prayura mengalami tahun-tahun yang sulit dan tak mudah. Ia kerap menjadi korban bullying dari teman-teman di sekolahnya, baik bullying secara verbal maupun secara fisik, seperti di ejek, di tendang, di pukul dan dimasukkan kedalam tempat sampah. Pengalaman inilah yang membuatnya menarik diri dari lingkungan sosial dan kehilangan percaya diri ketika ia masih kecil. Ia merasa bahwa pada saat itu dirinya sangat jelek, tidak berguna, dan tidak memiliki keunggulan seperti teman-teman di sekolahnya.
Pengalaman ini juga membuatnya mengalami fase antisosial, di mana ia merasa sulit untuk membuka diri kepada orang lain. Meski demikian, dukungan dari keluarga menjadi penopang utama yang membantunya melewati masa-masa sulit tersebut. Cita-cita Prayura di waktu kecil yaitu ia ingin menjadi seorang Astronot atau Pembalap, namun semakin bertumbuh dewasa ia mempersempit cita-citanya menjadi seorang yang sukses dan memiliki penghasilan yang banyak.
Prayura di waktu kecil sangat bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya, ia selalu ingin belajar dan mengetahui tentang hal-hal yang menurutnya sangat menarik untuk dipelajari. Seiring bertambahnya usia, minat Prayura semakin berkembang. Selain tetap bermain game, ia mulai menyukai berbagai olahraga seperti bermain tennis, baseball, dan badminton. Bermain alat musik seperti bass, drum dan gitar juga menjadi salah satu cara baginya untuk mengekspresikan diri. Aktivitas ini tidak hanya membuatnya menjadi lebih produktif, tetapi juga membantu membangun kepercayaan dirinya yang sempat terkikis oleh pengalaman masa kecilnya.
Namun, kehidupan tidak berhenti memberikan tantangan. Pendidikan formal Prayura dimulai di SD Badan Perguruan Indonesia (BPI) Bandung, dilanjutkan ke SMP Negeri 13 Bandung, dan SMA Negeri 8 Bandung. Meski dua sekolah terakhirnya bukan termasuk sekolah yang favorit, Prayura tetap berusaha keras. Keinginannya untuk bersekolah di SMA Negeri 5 Bandung harus kandas karena nilainya yang tidak memenuhi atau belum mencapai syarat.
Hal ini membuatnya memasuki SMA Negeri 8 Bandung. Di masa SMA, Prayura aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Ia bergabung dengan ekstrakurikuler seperti Softball dan Aplikasi Teknologi, sebuah klub yang memperkenalkan konsep desain dan arsitektur. Akibat terlalu aktif di ekstrakurikulernya, ia mendapatkan kepercayaan dari pembimbing ekstrakurikulernya untuk megikuti berbagai turnamen, salah satunya yaitu turnamen softball nasional bulungan cup di Jakarta.
Aktivitas ini tak hanya memberikannya pengalaman baru, tetapi juga mengobatinya dari fase antisosial, membangun relasi pertemanan di masa SMA dan mengajarkan kerja tim serta keterampilan manajemen waktu yang baik. Setelah lulus di SMA, Prayura melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi. Ia diterima di Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung dengan jurusan Hubungan Internasional melalui jalur tes atau ujian mandiri.
Ketika kuliah di UNPAR, ia membangun pertemanan yang luas. Namun, perjalanan kuliahnya tak selalu berjalan mulus. Prayura merasa kesulitan dalam mendapatkan nilai yang baik, sehingga ia memutuskan untuk pindah ke Universitas lain. Ia mengikuti ujian SBMPTN di tahun berikutnya lalu ia lolos di dua Universitas, yakni Universitas Padjajaran (UNPAD) di Sumedang dan Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta.
Karena rumahnya terlalu jauh dari UNPAD, akhirnya ia memilih untuk kost di Yogyakarta dan melanjutkan studinya di UGM lalu beralih ke jurusan Hukum. Perpindahan ini membawa tantangan baru pada Prayura, tak hanya mengalami homesick dan harus meninggalkan keluarganya yang ada di Bandung, Prayura juga harus mempelajari perbedaan budaya yang ada di Yogyakarta termasuk harus beradaptasi dengan lingkungannya.
Dengan sistem pendidikan yang berbeda, ia menghadapi kesulitan di UGM. Prayura juga memiliki masalah internal atau masalah pribadi yang berasal dari dirinya sendiri. Ketika kuliah di UGM, Prayura mengikuti organisasi seni dan aktif di organisasi seni tersebut. Ia pernah menjabat sebagai ketua divisi logistik di organisasinya. Ia juga pernah mengikuti project di organisasinya yaitu pentas theater musikal di TBY. Tak hanya mengikuti organisasi, ketika kuliah di UGM ia juga bekerja sebagai part timer barista di Caf "Teman Teduh" dan part timer penjaga perpustakaan UGM yang membuat masa kuliahnya sangat produktif.
Masa-masa di UGM diwarnai dengan berbagai cobaan seperti mulainya bermunculan masalah keluarga yang mengganggu fokusnya dalam belajar. Di tengah kesulitan akademis, Prayura juga menghadapi tantangan dalam mengelola waktu dan prioritas. Kesalahan dalam pengambilan Kartu Rencana Studi (KRS) membuatnya memperpanjang masa studi hingga 14 semester lamanya. Hal ini menjadi pukulan berat baginya, terutama karena banyak teman seangkatannya yang telah lebih dulu lulus.
Tekanan ini diperparah dengan munculnya pandemi COVID-19 yang mengakibatkan lockdown dan memaksanya untuk kembali ke Kota Bandung serta menjalani kuliah secara daring atau online. Namun, di balik situasi yang penuh tekanan ini, Prayura menemukan cara untuk tetap produktif. Pada tahun 2020, ia mendirikan sebuah Coffee shop bernama "Raals Coffee" yang berlokasi di Lengkong Besar, Kecamatan Turangga, Kota Bandung.
Usaha ini didirikan dengan modal dari tabungan pribadi dan bantuan dana investor. Awalnya Raals Coffee didirikan di garasi halaman rumahnya, namun kini semakin sukses dan menjadi toko coffee shop yang memiliki 2 lantai. Selain menjadi mahasiswa, Prayura juga berperan sebagai barista, kasir, waiter sekaligus pemilik bisnis. Langkah ini menunjukkan semangatnya untuk terus berkembang dan mencari peluang di tengah adanya hambatan. Namun, perjalanan Prayura sebagai mahasiswa dan pengusaha tidaklah mudah. Ketika sedang menyusun skripsi, ia mengalami tantangan besar. Dosen pembimbingnya pergi ke Australia untuk melanjutkan studi dan meninggalkannya dalam kebingungan.
Teman-temannya yang lebih dulu lulus juga sempat membuatnya merasa sendirian. Akibatnya, Prayura mengalami berbagai masalah pada kesehatan mentalnya seperti mental breakdown, depresi, dan mental block yang membuatnya sulit untuk menyelesaikan skripsi. Dalam kondisi ini, dukungan dari keluarga dan teman-temannya menjadi penyelamat.
Salah satu sahabatnya yang bernama Oscar, adalah orang yang pertama kali menyadari bahwa Prayura sedang mengalami depresi. Oscar menyarankan agar ia menjalani terapi dan memberikan dukungan penuh untuk membantunya bangkit. Prayura menjalani terapi kejiwaan untuk memulihkan kesehatan mentalnya. Meski prosesnya tidak mudah, ia perlahan-lahan mulai membangun kembali kepercayaan dirinya.
Prinsip yang dipegang teguhnya adalah apapun hambatannya, ia harus tetap melangkah maju. Ia percaya bahwa berhenti berusaha adalah bentuk dari seorang pengecut, dan setiap usaha pasti akan membuahkan hasil, meskipun hasilnya mungkin tidak selalu sesuai dengan keinginan atau ekspektasi. Ketika pihak kampus akhirnya menunjuk dosen pembimbing baru, Prayura berhasil menyelesaikan skripsinya hanya dalam waktu satu bulan.
Momen ini menjadi titik balik yang membuktikan bahwa kerja keras dan ketekunan selalu membuahkan hasil. Setelah lulus, Prayura kembali ke Kota asalnya untuk fokus mengembangkan bisnisnya yang bernama "Raals Coffee" tersebut. Selama enam bulan pertama, ia mengelola semuanya sendiri, mulai dari operasional hingga keuangan. Ketika bisnis coffee shop nya sudah mulai berkembang, ia merekrut beberapa orang untuk bekerja sebagai tim dan berhasil mendapatkan project besar yang membuat "Raals Coffee" semakin kompetitif di tengah persaingan.
Namun, perjalanan sebagai pengusaha juga berulang kali penuh dengan tantangan. Tantangan seperti fluktuasi keuangan, dinamika tim kerja, dan tekanan untuk tetap eksis di pasar coffee shop adalah beberapa hambatan yang harus terus ia hadapi. Setelah 2 tahun mengelola bisnisnya, Prayura memutuskan untuk memberhentikan operasional "Raals Coffee" dan melanjutkan studinya ke jenjang S2 di Magister Kenotariatan Universitas Padjadjaran (UNPAD). Ia melanjutkan studinya di S2 UNPAD menggunakan hasil tabungannya selama menjalani bisnis coffee shop nya tersebut.
Ia lebih memilih untuk melanjutkan studinya di UNPAD tidak di UGM karena kampusnya memiliki lokasi yang lebih dekat dengan rumah dan keluarganya dibandingkan dengan UGM, tak seperti ketika ia menempuh S1. Keputusan ini diambil untuk mempersiapkan masa depannya yang lebih stabil dan sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Ia percaya bahwa pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang akan membantunya untuk mencapai tujuan hidupnya.
Selain itu, keputusan ini juga diambil agar ia dapat terus fokus pada studinya dan tidak mengulang pengalaman buruk seperti telat lulus ketika ia menempuh studi S1. Prayura merasa bahwa pencapaian terbesarnya hingga saat ini adalah ia mampu menyelesaikan studi S1 sembari membangun bisnis, serta melanjutkan studi S2 di usia yang masih tergolong muda. Ia memiliki planning setelah lulus jenjang S2, yaitu ia akan menjadi notaris yang memiliki kantor sendiri, membangun kembali bisnis coffee shop nya yang lama, dan membuat bisnis baru lainnya dengan menggunakan uang tabungannya dan dana dari investor seperti dahulu.
Salah satu faktor yang membuatnya berubah menjadi lebih dewasa sekarang adalah faktor bertambahnya usia dan pertemanan. Ia semakin memiliki perubahan yang meningkat pada sikap tanggung jawab dan mandiri. Prayura juga menjadi lebih peduli dengan keluarga terutama dengan adik-adiknya. Ia percaya bahwa setiap orang memiliki kemampuan masing-masing untuk bangkit dari masa keterpurukan, asalkan orang tersebut memiliki tekad yang kuat dan dukungan dari orang-orang terdekat.
Pesan inspiratif Prayura untuk mereka yang sedang menghadapi titik terendah di dalam hidupnya adalah "Jangan menyerah, selalu melangkah dan berusaha meskipun mungkin hasilnya tidak sesuai dengan keinginan atau ekspektasi kita tapi yang harus diingat adalah setiap usaha tak ada yang sia-sia". Kisah hidup Prayura Senjaya Judawisastra adalah bukti nyata bahwa perjuangan, ketekunan, dan tekad adalah kunci untuk mengatasi segala rintangan, tantangan, dan hambatan. Dari seorang anak yang pernah menjadi korban bullying hingga menjadi mahasiswa S2 dan pengusaha, perjalanan hidupnya mengajarkan bahwa tidak ada impian yang terlalu jauh untuk digapai. Dengan tekad yang kuat, ia terus melangkah maju, membawa semangat dan harapan untuk masa depan yang lebih baik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI