Mohon tunggu...
Aten Dhey
Aten Dhey Mohon Tunggu... Penulis - Senyum adalah Literasi Tak Berpena

Penikmat kopi buatan Mama di ujung senja Waelengga. Dari aroma kopi aku ingin memberi keharuman bagi sesama dengan membagikan tulisan dalam semangat literasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tembak di Tempat

14 Oktober 2020   23:51 Diperbarui: 15 Oktober 2020   23:17 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua jendela kamar kamu biarkan terbuka. Beberapa ekor nyamuk masuk mencubui kulitmu. Sesekali kedua telapak tanganmu menghabisinya. Kamu bahagia saat nyamuk itu mati di antara kedua tanganmu.

Waktu pukul 23.00. Udara mulai dingin. Terdengar suara kodok selepas hujan. Matamu tak dapat menahan kantuk. Kamu bangkit dari kursi belajar. Beberapa pakaian di atas kasur dilipat seadanya dan disimpan dalam lemari. Kamu merebahkan badan. Semua rasa capai sirna.

Bantal terasa empuk sekali. Spon dan kair spon sangat lembut. Matamu terganggu saat menatap keluar jendela. Cahaya lampu di sebuah kampus terlihat sangat indah. Lampu di beberapa ruang kuliah dihidupkan. Ada beberapa ruangan gelap.

Di tengah malam telingamu mampu menangkap suara apapun. Terdengar suara air yang menetes di ember penampung. Suara langkah kaki menggetarkan lantai. Seekor anjing di luar pagar terus menggonggong. Bunyi suara mobil terdengar samar-samar.

Kamu merasa terberkati. Perjalanan hidup hari ini sungguh indah dan bermanfaat bagi sesama. Banyak pekerjaan yang kamu selesaikan. Hal inilah yang membuatmu capai dan mengantuk.

"Terima kasih untuk semuanya," ungkapmu selepas berdoa.

***

Waktu terus berputar. Pagi menjemput dan tiba pada pukul 02.38. Seekor anjing berlari mengitari rumah. Tampak dia sedang mengejar sesuatu. Suara langkah kaki mengagetkanmu. Beberapa kali anjing mengitari rumah.

" Halo! Siapa di luar?" kamu berteriakmu.

"Tolong! Tolong saya!" teriak seorang minta tolong.

"Siapa kamu?"

"Saya butuh pertolonganmu sekarang!" bentaknya.

Hati kamu memanas. Kamu bangkit dari tempat tidur. Saat tengah berjalan keluar rumah, kamu mendengar letusan senjata berhamburan. Kamu serentak melindungi diri di sebuah tembok.

"Di manakah engkau hai manusia tak tahu etiket?" teriak seseorang.

Kamu ingin memberitahu keberadaan orang yang sedang dicari itu. Dia bersembunyi di gudang. Namun, kamu memiliki tanggung jawab moral. Ada hal yang ingin kamu dan semua pihak harapkan dari seorang yang bersembunyi itu. Inilah kesempatan untuk mengorek akar-akar pembuat kekacauan di negeri ini.

Kamu bersyukur karena terhindar dari banyak peluru. Dewi fortuna masih menjagamu. Kamu melihat pakaian pemuda itu menunjukkan identitas sebuah organisasi radikal.

Pemuda itu keluar dari gudang. Dia bersyukur atas bantuanmu. Suara tangis memecah udara pagi. Dia menyesal atas perbuatannya. Selama ini dia bertindak radikal karena pengaruh teman dan organisasi. Banyak kekacauan, demo, dan kerusuhan karena ulah pemuda itu dan kawan-kawan. Di mata mereka, semua orang jahat. Karena itu, tugas mereka harus melenyapkan siapapun yang menghabatnya.

"Jangan serahkan aku kepada pihak berwajib. Aku masih ingin hidup," pinta pemuda itu.

"Kamu aman sekarang. Tenanglah. Ayo ikut ke dalam," kamu mengajaknya.

Dari kegelapan dua anggota keamanan datang bersenjata lengkap. Sinar laser berada tepat di jantungnya.

"Tembak di tempat!" sebuah suara perintah.

"Jangan!" teriakmu.

Terlambat.

"Pruuuuaaaaakkkkkk."

"Akkkkkhhhhhh."

"Tidak!"

Pemuda itu jatuh dan tutup usia saat kokok ayam pertama. Niat tobatnya sia-sia. Rentetan kekacauan yang dibuatnya menemui akhir di rumahmu. Caranya bertobat sungguh mengerikan. Memohon di ujung maut. Alhasil semuanya terlambat.

Peluru keamanan lebih cepat daripada teriakan perusuh mohon ampun.

Miris.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun