Mohon tunggu...
Aten Dhey
Aten Dhey Mohon Tunggu... Penulis - Senyum adalah Literasi Tak Berpena

Penikmat kopi buatan Mama di ujung senja Waelengga. Dari aroma kopi aku ingin memberi keharuman bagi sesama dengan membagikan tulisan dalam semangat literasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Untukmu Cerpen Pertamaku

27 Juni 2020   00:11 Diperbarui: 27 Juni 2020   00:15 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kursus ketiga adalah menulis cerpen. Tutor yang mendampingi adalah Bapak Budi Sardjono. Beliau adalah seorang penulis terkenal. Bagi yang punya minat menulis boleh mendaftarkan diri," ungkap Romo. 

Hatiku jatuh pada kursus ketiga. Aku mengangkat tangan mendaftarkan diri. Menulis adalah kelemahanku. Aku harus menanam kaki demi menutupi kelemahan itu. Setelah melihat seisi ruangan ternyata aku tidak sendirian mengikuti kursus ini. Lima saudaraku juga mendaftarkan diri. Hal ini menambah kebahagiaanku. 

"Inilah saatnya menggali mutiara terpendam yang ada dalam diri ini," ungkapku penuh komitmen seraya mencatat di buku pertemuan umum. 

***

Ruang konferensi pastoran terlihat rapi. Tujuh kursi disusun mengelilingi meja. Waktu menunjukkan pukul 08.00. Sebuah motor masuk ke seminari. Setelah memarkirkan motor, tampak pria paruh baya menekan bell seminari.

"Angga, cepat bukakan pintu," pintaku padanya yang memilih posisi duduk dekat pintu. 

Ada sedikit ragu dengan sosok Bapak Budi. Saat datang dia tidak membawa sesuatu sebagai bahan untuk memulai kursus. Aku tidak yakin dengan pribadinya. 

"Selamat pagi semuanya. Apa kabar? Maaf telat dikit," sapa Pak Budi. 

"Pagi Pak," balasku. 

Bapak Budi mulai menjelaskan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat cerpen. Hal pertama adalah tulisan sederhana dan mudah dimengerti. Lalu, dalam satu kalimat hanya memuat tiga belas hingga empat belas kata. Dalam satu paragraf hanya berisi tujuh kalimat. Konfliknya harus jelas. Terakhir, pembaca harus mampu menemukan pesan yang disampaikan dalam cerpen. 

Setelah menjelaskan beberapa hal penting dalam menulis cerpen, dia mempersilahkan kami memilih tempat observasi. Dua saudara memilih pasar Kaliurang. Lalu, dua yang lain memilih untuk mengamati terminal Condong Catur. Sedangkan seorang saudara dan aku mengamati aktivitas di perempatan lampu merah Condong Catur. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun