Sekolah jam lima pagi merupakan wacana yang selalu didiskusikan warganet pada umumnya. Wacana ini diangkat berangkat dari penyampaian Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Bungtilu Laiskodat.Â
Penyampaian ini bukan tanpa alasan. Demi meningkatkan mutu, disiplin dan etos kerja Laiskodat menghimbau untuk masuk sekolah jam lima pagi. Masuk sekolah jam 5 pagi merupakan sebuah tindakan solusi untuk menunjang mutu pendidikan di NTT.
Imbauan Pak Gubernur ini menuai pro dan kontra di kalangan warganet. Perspektif warganet yang kontra dengan instruksi Pak Gubernur pun  mengatakan masuk sekolah jam lima pagi tidak ada korelasi dengan etos kerja. Hal ini disampaikan oleh pengamat pendidikan Edi Subkhan.
Kebijakan masuk sekolah pukul 05.00 WITA dinilai tak ada korelasi dengan pembentukan disiplin dan etos kerja.Â
Pengamat Pendidikan Edi Subkhan mengatakan, alasan yang dibuat Gubernur NTT itu tidak berbasis kajian ilmiah. Dia juga menyebut regulasi baru itu sebagai langkah tidak masuk akal (bandingkan dengan ini).
Penyampaian Pak Gubernur itu juga mendapat apresiasi dan persetujuan dari beberapa pihak. Salah satunya adalah Kepala Dinas pendidikan dan kebudayaan NTT bapak Linus Lusi. Linus menjelaskan bahwa tujuan dari kebijakan ini untuk restorasi pendidikan di Provinsi NTT secara keseluruhan.
Restorasi pendidikan di NTT saat ini sangat urgen mengingat kekayaan alam NTT sangat luar biasa namun belum mampu dikelola secara baik akibat kemampuan SDM yang masih minim.
"Ini inovasi baru yang kita lakukan pertama di Indonesia untuk restorasi wajah pendidikan di NTT secara total, demi NTT yang bangkit menuju sejahtera, " jelas Linus.
Tujuan kebijakan jam masuk sekolah pada Pukul 05.00 WITA, kata Linus, untuk melatih karakter dan disiplin siswa-siswi SMA/SMK/SLB Negeri sejak dini supaya terbiasa dalam beraktivitas sejak pagi hari(lihat di sini)
Penyampaian Pak Gubernur NTT terkait masuk sekolah jam lima pagi merupakan pernyataan kontroversial yang layak untuk dianalisis. Pernyataan kontroversial tersebut merupakan sebuah wacana untuk didiskusikan. Pernyataan kontroversial semacam ini bagi penulis merupakan sebuah kebutuhan untuk lembaga pendidikan di NTT.Â