Seiring berkembangnya era digital ini informasi semakin mudah didapat dan menyebar ke seluruh orang. Isu kesehatan mental merupakan isu yang paling dicari sekarang ini. Menurut WHO, kesehatan mental adalah suatu keadaan sejahtera dimana seseorang dapat menyadari kemampuannya, mampu mengatasi situasi menekan dalam kehidupannya, mampu bekerja secara produktif dan bermanfaat, serta mampu berkontribusi dalam masyarakatnya. Akhir-akhir ini sering muncul berita banyak mahasiswa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Menjalani kehidupan perkuliahan yang tidak mudah merupakan salah satu faktor munculnya ide seseorang untuk mengakhiri hidupnya.
Beberapa hari yang lalu, kita dikejutkan dengan berita mahasiswa asal Semarang yang melakukan aksi bunuh diri. Berita ini cukup menggemparkan masyarakat terutama di kalangan mahasiswa. Karena hal ini bukanlah kasus bunuh diri yang pertama kali terjadi. Bahkan kasus bunuh diri pada mahasiswa marak terjadi di satu tahun terakhir di berbagai universitas yang cukup terkenal. Dari banyaknya kasus yang terjadi, membuat masyarakat bertanya-tanya apa yang menyebabkan korban melakukan aksi bunuh diri. Banyak orang juga yang berspekulasi bahwa hal tersebut terjadi disebabkan karena depresi.
Umur mahasiswa termasuk ke dalam kelompok umur 15-24 tahun, apabila dikaitkan dengan teori Erikson, mahasiswa berada pada tahap remaja akhir dan dewasa awal, dimana ini merupakan masa kondisi mental yang tidak stabil, ditambah dengan dinamika yang beraneka ragam dan tuntutan serta perubahan suasana hati. Apabila mahasiswa yang mengalami masa tersebut tidak dapat mengontrol hal-hal yang terjadi, maka dapat menimbulkan masalah kesehatan mental yang akan mempengaruhi kesehatannya secara keseluruhan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh WHO dalam WHO World Mental Health International College Student Project yang meneliti sembilan belas universitas di delapan negara ditemukan bahwa 35 persen mahasiswa seumur hidupnya mengalami setidaknya satu mental disorder DSM-IV yaitu anxiety, mood, atau substance disorder dan 31,4 persen mengalaminya dalam rentang 12 bulan terakhir. Penelitian juga dilakukan oleh Vidiawati (2017) mengenai masalah kesehatan jiwa mahasiswa baru di sebuah universitas di Jakarta. Hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa 12,69 persen mahasiswa mengalami masalah kejiwaan.
Dari data dan banyaknya jumlah kasus kesehatan mental yang sangat tinggi, sebenarnya penting nggak sih kesehatan mental untuk mahasiswa?
Kesehatan mental dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa dalam kehidupan yang memberikan dampak yang besar pada kepribadian dan perilaku seseorang. Jika kesehatan mental sudah terganggu, maka timbul suatu gangguan mental atau penyakit mental. Kesehatan mental juga sangat penting untuk menunjang produktivitas dan kualitas kesehatan fisik seseorang. Merujuk pada laporan Indonesia National Adolescent Mental Health-Survey (I-NAMHS) 2023, Maria menjabarkan bahwa masalah kesehatan mental paling mengkhawatirkan yaitu satu dari tiga remaja mengalami kesehatan mental, satu dari 20 remaja ada gejala gangguan mental dalam 12 bulan terakhir dan 15,5 juta (34,9%) remaja mengalami masalah mental tingkat sedang.
     Kasih sayang serta dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat dapat berpengaruh positif pada kesehatan mental seseorang khususnya remaja. Masalah kesehatan mental kemungkinan dapat berkurang apabila terdapat hubungan emosional yang baik dari orang terdekat.
Selain itu, menjaga kesehatan mental pun perlu dengan adanya kepekaan dalam diri sendiri, memenuhi kebutuhan diri sendiri dan mencintai diri sendiri agar dapat memvalidasi diri sendiri dengan baik. Berikut cara untuk menjaga kesehatan mental bagi seseorang:
Menjalin hubungan interaksi dengan orang lain yang baik
Menjalin interaksi dengan orang lain dengan baik dapat membangun dan menjaga kesehatan mental, berinteraksi dengan orang dapat meningkatkan harga diri, memberikan kesempatan dengan adanya pengalaman yang positif, dan dapat memberikan dukungan emosional, contoh dengan meluangkan waktu dengan teman ataupun keluarga, jika tidak mungkin dapat berkomunikasi secara langsung, dapat memanfaatkan teknologi seperti lewat sosial media.Â
Memberi afirmasi yang positif terhadap diri sendiri