Belum selesai dengan saling serang, lempar bola panas antar calon presiden. Baru-baru ini ada pula isu pemakzulan terhadap presiden Jokowi. Pertunjukan apa lagi yang ini?
Mulanya, isu ini berkembang oleh karena dimulai dari sejumlah tokoh yang menghimpun dan membuat 100 petisi dan mengajukan pemakzulan Jokowi pada Selasa (9/1/2024) lalu.
Kelompok tersebut mendatangi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD untuk menyampaikan wacana tersebut secara resmi.
Mahfud pun menyampaikan bahwa sejumlah tokoh tersebut ingin Pemilu tanpa Jokowi.
Adapun kronologi munculnya petisi pemakzulan itu dimulai dari kehadiran 22 orang seperti Amien Rais, mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto; Letjen TNI (Purn) Yayat Sudrajat; hingga Mayjen TNI (Purn) Deddy S Budiman.
Tujuan utama memakzulkan Jokowi juga dilakukan karena sang presiden dianggap gagal memimpin RI, salah satunya karena dinilai melanggar konstitusi.Â
Salah satu kasusnya yakni tudingan nepotisme dalam Mahkamah Konstitusi (MK) dan intervensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kemudian mereka juga menuntut untuk melaporkan adanya dugaan kecurangan Pemilu 2024. Kronologi secara keseluruhan saya dapatkan dari kanal bisnis.com. terimakasih sobat.
Saya ceritakan sedikit kronologinya, agar kita sama-sama punya pemahaman awal sebelum jauh masuk kepembahasan.
Apa itu Pemakzulan.
Sebetulnya di dalam Undang-Undang Dasar kita tidak mengenal namanya Pemakzulan. Bahasa konstitusi kita hanya menyatakan bahwa Presiden dan atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan atau Wakil Presiden.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menjelaskan, pemakzulan adalah bahasa serapan dari bahasa Arab yang berarti diturunkan dari jabatan. Atau sama dengan istilah 'impeachment' dalam konstitusi negara-negara Barat. Singkatnya sama artinya dengan pemberhentian presiden maupun wakil presiden pada konstitusi kita.
Lantas apakah pemakzulan presiden dan atau wakil presiden ditentukan oleh suara mayoritas Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) saja, tanpa proses hukum yang fair? Terlalu mudah. Yang kemudian menjadi masalah karena pemakzulan presiden hanya menggunakan proses politik dan tidak ada proses hukum di dalamnya. Padahal perlu diperhatikan, dalam mekanisme pemakzulan terdapat proses hukum dan proses politik.
Kemudian dinyatakan pada Pasal 7B UUD 1945, usul pemberhentian presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kepada MPR hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa presiden atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara dan tindak pidana berat lainnya atau presiden dan atau wakil presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan atau wakil presiden. Jadi tidak semudah itu.
Pemakzulan Terhadap Jokowi?
Saya kira pemakzulan memang butuh proses yang panjang sebagaimana disampaikan oleh Mahfud maupun Zainal Arifin di media-media.
Namun, bukan tidak mungkin untuk memakzulkan Jokowi. Saya pikir Sangat mungkin. Jikalau ada kelompok yang punya data pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Jokowi pada periodesasi ini, atau Jokowi dianggap ikut mengintervensi proses pemilu kali ini menjadi sebuah interpretasi pelanggaran yang dilakukan oleh seorang presiden. Maka, dapat dijadikan alasan pemakzulan. Akumulasi itu oleh DPR bisa saja dilakukan proses penyidikan atau biasa disebut hak angket, Lalau ke MK dan terakhir di MPR. Sangat panjang bukan?
Paling penting dalam proses pemakzulan terhadap presiden sebenarnya menjadi kuasa partai politik. Tentu tidak moro-moro para dewan rapat lalu mengusulkan pemberhentian kepada MK. Magnet untuk tetap menjadi kawan akrab pemerintah menjadikan parpol tarik-menarik kepentingan. Sehingga, Dewan-dewan tentu mendapatkan pressure dari parpol untuk tetap pada kepentingan aman bagi parpolnya. Aman yaa dengan pemerintah, dengan Jokowi tentunya.
Kondisi sekarang, Jokowi masih punya dukungan penuh dari parpol-parpol koalisinya dahulu. Meskipun Jokowi sendiri, tidak lagi bermesraan dengan parpol pengusungnya dahulu. Tapi, koalisi gemuk yang dekat dengan-nya sekarang, pastinya tetap mengamankan martabat Jokowi sebagai presiden dari upaya pemakzulan.
Jadi, tendensi politiknya sangat besar bilamana pada akhir jabatan presiden kemudian diajukan pemakzulan terhadapnya.Â
Tendensi Politik Pemakzulan Jokowi.
Hasil survey kebanyakan menyatakan pasangan gemoy dari Koalisi Indonesia Maju, memang berpengaruh terhadap respon dari pendukung kandidat capres dan cawapres lainnya.Â
Saya menilai, wacana pemakzulan terhadap presiden merupakan penggiringan opini publik serta respon dari hasil survey yang ada. Â Hal ini dilakukan juga agar masyarakat mengaktifkan kembali ingatannya, flashback kembali peristiwa-peristiwa kelam yang mengarahkan pada tindakan Jokowi yang dianggap tidak pro rakyat. Yang paling penting menurut saya adalah, untuk meggores kembali luka rakyat pada sidang MK , yang meloloskan putra sulung Jokowi sebagai calon wakil presiden.Â
Saya kira ini langkah tepat menurunkan care masyarakat terhadap Jokowi. Lipatan selanjutnya berdampak pada elektabilitas pada pasangan Prabowo-Gibran yang diharapkan turun hasil surveynya.
Jadi, semuanya tendensius. Kita sulit memilih warna hitam dan putih pada abu-abunya perkembangan politik kita. Wacana pemakzulan ini sebenarnya tidak berdampak bagi semua konstituen kandidat. Pada waktu yang tidak sampai sebulan, saya pikir semua rakyat sudah selesai dengan pilihan mereka. Jadi stop sudah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H