"Apakah Indonesia akan rugi dengan melepas porsi besar potensi penerimaan negara dari IKN?"
Kembali pada tujuan utama diberikannya insentif fiskal, adalah untuk menarik investasi. Ekosistem perekonomian tidak mampu dibangun hanya dari sumber dana pemerintah, melainkan diperlukan keterlibatan pihak swasta yang seimbang agar tercipta perekonomian yang mandiri. Walaupun revenue cost yang ditanggung oleh Indonesia tinggi, insentif masih diperlukan sebagai "sweetener" investasi.
Namun, pengeluaran fiskal ini harus tetap diperhitungkan dalam manajemen risiko penerimaan, agar tidak mengganggu pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN).
Dengan terciptanya ekosistem perekonomian yang stabil, tentunya muncul pula potensi pemajakan di bidang konsumsi. Insentif fiskal yang diberikan melalui PP 12/2023 terbatas hanya pada PPh, sehingga potensi pajak atas konsumsi tetap ada.
Dengan meningkatnya populasi dan terciptanya kemandirian ekonomi, tentunya potensi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di IKN juga tidak dapat diremehkan, mengingat pajak konsumsi masih menjadi komponen terbesar dalam penerimaan fiskal Indonesia (OECD, 2023).Â
Investasi dan penanaman modal yang masuk ke IKN dapat memberikan multiplier effect (efek berganda) dengan dapat meningkatkan pendapatan, konsumsi, maupun penyerapan tenaga kerja. Tidak hanya bergantung PPN, insentif PPh PP 12/2023 juga akan berangsur habis masa penggunaannya mulai 2033.
Dengan mengeluarkan belanja fiskal, akan muncul potensi PPh yang lebih besar dengan basis pajak yang lebih luas akibat multiplier effect dari investasi yang masuk ke IKN.
Maka dari itu, diperlukan keterlibatan seluruh pihak dan lapisan masyarakat untuk mendukung kesuksesan pembangunan IKN.
Pemerintah tidak bisa menjadi solo player dalam merealisasikan pemindahan Ibukota. Melainkan, diperlukan keterlibatan swasta dan antusiasme dari masyarakat. Insentif fiskal PP 12/2023 memang merupakan pemanis bagi investor untuk menanamkan modal di IKN.
Namun, aspek nonfiskal lain seperti sumber daya alam, stabilitas politik, sistem regulasi yang transparan, infrastruktur, dan ketersediaan tenaga kerja terampil juga harus diperkuat untuk memantapkan keputusan investasi investor.
Belanja fiskal yang diberikan, serta investasi yang masuk diharapkan menjadi multiplier effect untuk meningkatkan basis pemajakan Indonesia di masa depan.