Ketimpangan perekonomian di Pulau Jawa dan daerah luar Pulau Jawa telah lama menjadi polemik di berbagai lapisan masyarakat. Bertujuan untuk meningkatkan dan meratakan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia, pemerintah menetapkan pemindahan Ibu Kota Negara Indonesia melalui Undang Undang Nomor 23 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara (UU 3/2022). Pemindahan Ibu Kota Negara saat ini menjadi proyek strategis dan prioritas nasional.Â
Selama ini, Jakarta merupakan pusat pemerintahan serta jantung perekonomian Indonesia. Kegiatan bisnis dan industri yang selama ini terpusat di Jakarta akan terdistribusi ke berbagai daerah yang baru khususnya di daerah sekitar pusat pemerintahan, dan peluang usaha di wilayah tersebut akan semakin terbuka.Â
Pemindahan Ibu Kota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN) yang berlokasi di Penajam, Kalimantan Timur, diharapkan dapat menjadi momentum pembangunan yang lebih merata di berbagai daerah. Sehingga masyarakat di seluruh Indonesia dapat merasakan manfaatnya.
Namun, sebelum terwujudnya IKN sebagai sentra bisnis baru, diperlukan investasi dan penanaman modal di berbagai sektor agar dapat memutarkan roda perekonomian IKN. Salah satu upaya pemerintah untuk menstimulus pembangunan di IKN adalah dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, Dan Fasilitas Penanaman Modal Bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara (PP 12/2023).
Peraturan Pemerintah ini memberikan fasilitas penanaman modal yang diharapkan akan mendorong investor untuk berinvestasi dalam pembangunan Ibu Kota Nusantara. Fasilitas yang diberikan mencakup segala bentuk insentif fiskal dan nonfiskal serta kemudahan pelayanan penanaman modal.
Dari sisi fiskal, PP 12/2023 memberikan pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) kepada Wajib Pajak badan dalam negeri, pendirian dan atau pemindahan kantor pusat/regional, pemberian fasilitas tarif final 0% untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), serta PPh 21 ditanggung pemerintah.
Tidak hanya itu, fasilitas PPh atas kegiatan di sektor keuangan, kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu, pembangunan fasilitas nirlaba, pengembangan SDM, serta sektor properti juga ditawarkan dalam Peraturan Pemerintah tersebut. Tidak tanggung-tanggung, jangka waktu penggunaan fasilitas ini beragam mulai dari 10 hingga 30 tahun.
Lantas, apakah pemberian insentif fiskal ini cukup untuk meyakinkan investor?
Pemberian insentif fiskal yang diberikan oleh pemerintah Indonesia dalam membangun Ibu Kota Nusantara umumnya dilakukan di banyak negara untuk mendorong investasi tambahan.Â
Meskipun penanaman modal di Ibu Kota Nusantara telah diberikan fasilitas dan insentif, biaya yang dikeluarkan oleh investor baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri untuk mendapatkan keuntungan dari hasil penanaman modalnya masih terhitung besar.Â
Tanzi dan Zee (2001) menyampaikan bahwa investor asing yang merupakan target utama dalam pemberian insentif memutuskan untuk investasi dengan memperhatikan seluruh faktor negara secara keseluruhan. Hal tersebut meliputi sumber daya alam, stabilitas politik, sistem regulasi yang transparan, infrastruktur, dan ketersediaan tenaga kerja terampil.Â
Insentif fiskal bukanlah penentu utama dalam penentuan keputusan investasi, melainkan hanya sebagai "sweetener" atau pemanis untuk memperkuat keputusan investor asing. Selain itu, investor asing juga dapat berpandangan bahwa yang sebenarnya menerima keuntungan dari insentif bisa saja bukan investor, melainkan negara pemberi insentif. Hal ini dapat terjadi ketika penghasilan di negara tuan rumah dikenai kembali pajak oleh negara asal investor.
Banyaknya fasilitas dan insentif fiskal dan nonfiskal yang ditawarkan dalam PP 12/2023 jelas menarik minat dari para investor. Sejak terbit, Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mencatat ada lebih dari 200 surat minat atau Letter of Intent (LOI) dari investor yang menyatakan siap untuk berinvestasi di Ibu Kota Nusantara. Namun sayangnya, hingga saat ini belum terdapat realisasi investasi pihak swasta di Ibu Kota Nusantara.Â
Hal ini jelas dapat menganggu kelancaran dari pembangunan Ibu Kota baru mengingat meskipun pemerintah telah memberikan ruang untuk kemudahan berinvestasi, pemerintah juga memiliki kewajiban untuk menjamin kelancaran dari realisasi pembangunan Ibu Kota Nusantara sebagai investee.Â
Salah satu alasan mengapa investasi di Ibu Kota Nusantara belum terealisasi adalah karena teknis pembelian tanah yang masih belum selesai.
Sebagai contoh, masih terdapat permasalahan terkait prosedur teknis bagaimana cara membeli tanah di Ibu Kota Nusantara yang belum sepenuhnya diatur. Hal ini membuat para investor enggan untuk menanamkan modalnya di proyek ini, karena mereka membutuhkan kepastian hukum dan keamanan dalam berinvestasi.
Meskipun demikian, pemerintah tetap optimis bahwa semua progress pembangunan yang telah dilakukan masih on the track dan pembangunan Ibukota Nusantara dapat selesai sesuai dengan rencana.Â
Pembangunan IKN yang sudah mencapai angka 23% hingga saat ini, menunjukkan bahwa pemerintah terus berusaha untuk mendorong pembangunan dan menyelesaikan permasalahan yang ada.
Untuk meningkatkan realisasi investasi, pemerintah perlu memberikan informasi yang jelas dan transparan kepada investor. Permasalahan teknis seperti prosedur pembelian tanah harus diselesaikan dengan cepat.
Pemerintah juga perlu memperbaiki infrastruktur dan regulasi yang mendukung investasi untuk dapat memberikan kepastian hukum kepada investor, serta memastikan insentif fiskal diberikan dengan menyesuaikan preferensi masing-masing industri.Â
Tak luput pula, faktor-faktor lain seperti keamanan dan stabilitas politik juga harus diperkuat agar investor berani mempercayakan modalnya untuk ditanamkan di IKN. Promosi aktif, peningkatan kualitas SDM, dan menciptakan lingkungan investasi yang kondusif juga penting untuk diperhatikan. Kerja sama dan komunikasi yang baik antara pemerintah dan investor akan memastikan kesuksesan pembangunan IKN, memberikan manfaat seperti peningkatan lapangan kerja, pendapatan, dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
"Apakah Indonesia akan rugi dengan melepas porsi besar potensi penerimaan negara dari IKN?"
Kembali pada tujuan utama diberikannya insentif fiskal, adalah untuk menarik investasi. Ekosistem perekonomian tidak mampu dibangun hanya dari sumber dana pemerintah, melainkan diperlukan keterlibatan pihak swasta yang seimbang agar tercipta perekonomian yang mandiri. Walaupun revenue cost yang ditanggung oleh Indonesia tinggi, insentif masih diperlukan sebagai "sweetener" investasi.
Namun, pengeluaran fiskal ini harus tetap diperhitungkan dalam manajemen risiko penerimaan, agar tidak mengganggu pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN).
Dengan terciptanya ekosistem perekonomian yang stabil, tentunya muncul pula potensi pemajakan di bidang konsumsi. Insentif fiskal yang diberikan melalui PP 12/2023 terbatas hanya pada PPh, sehingga potensi pajak atas konsumsi tetap ada.
Dengan meningkatnya populasi dan terciptanya kemandirian ekonomi, tentunya potensi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di IKN juga tidak dapat diremehkan, mengingat pajak konsumsi masih menjadi komponen terbesar dalam penerimaan fiskal Indonesia (OECD, 2023).Â
Investasi dan penanaman modal yang masuk ke IKN dapat memberikan multiplier effect (efek berganda) dengan dapat meningkatkan pendapatan, konsumsi, maupun penyerapan tenaga kerja. Tidak hanya bergantung PPN, insentif PPh PP 12/2023 juga akan berangsur habis masa penggunaannya mulai 2033.
Dengan mengeluarkan belanja fiskal, akan muncul potensi PPh yang lebih besar dengan basis pajak yang lebih luas akibat multiplier effect dari investasi yang masuk ke IKN.
Maka dari itu, diperlukan keterlibatan seluruh pihak dan lapisan masyarakat untuk mendukung kesuksesan pembangunan IKN.
Pemerintah tidak bisa menjadi solo player dalam merealisasikan pemindahan Ibukota. Melainkan, diperlukan keterlibatan swasta dan antusiasme dari masyarakat. Insentif fiskal PP 12/2023 memang merupakan pemanis bagi investor untuk menanamkan modal di IKN.
Namun, aspek nonfiskal lain seperti sumber daya alam, stabilitas politik, sistem regulasi yang transparan, infrastruktur, dan ketersediaan tenaga kerja terampil juga harus diperkuat untuk memantapkan keputusan investasi investor.
Belanja fiskal yang diberikan, serta investasi yang masuk diharapkan menjadi multiplier effect untuk meningkatkan basis pemajakan Indonesia di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H