Mohon tunggu...
Asya Gunadi
Asya Gunadi Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Memilih untuk memulai hobi baru.

Seorang ibu rumah tangga, yang senang membaca dan menulis. Menyukai hal berbau seni, dan seorang nutrisionis bagi keluarga kecilnya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepatu Robek Kakak

10 Maret 2023   14:00 Diperbarui: 10 Maret 2023   14:01 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hujan mengguyur deras Kota Bandung pagi itu, sejak semalaman, intensitasnya tidak berkurang sama sekali. Cuaca dingin menusuk hingga ke rusuk, membuat siapapun memutuskan untuk tetap di rumah dan membalut tubuh mereka dengan selimut.

Cahyani, seorang anak kelas 1 SD yang menatap langit dengan cemas menunggu kapan sejatinya hujan akan mereda. Ia ingin berangkat ke sekolah, seragamnya telah rapi ia pakai, dibalut dengan jas hujan usang bekas pakai saudara sepupunya tempo kanak-kanak.

Ia memandang wajah ibunya dengan bingung, ingin sekali dia mengatakan kalau tidak mau berangkat sekolah hari ini, karena hujan. Tapi ibu pasti tidak mengizinkan, ibu akan marah jika Cahyani tidak ke sekolah hanya karena hujan sedang turun.

"Bu Hujannya belum reda." Kata Cahyani pada ibunya.

" Ya kan kamu udah pake jas hujan, sana berangkat." Kata Ibu sambil sibuk menyuapi adik laki-lakinya Cahyadi.

"Tetapi sepatu kakak robek." Lanjut Cahyani mencoba untuk memberi tahu, tapi jeritan suara tangis adik bayinya membuat ibu tak mendengar apa yang Cahyani katakan.

"Sudah sana berangkat! nanti kesiangan." Bentak Ibu pada Cahyani.

"Cahyani bawa payung ibu ya."

"Jangan, ibu mau pake. Ngga ada lagi payungnya. Kamu kan udah ada jas hujan. Ga akan basah hujannya juga ngga gede."

Ibu ngga pernah mau dengarkan Cahyani, sejak awal memang perhatian ibu selalu mengarah pada Cahyadi adik bayinya. Mau tak mau Cahyani pergi dengan menerobos hujan dengan sepatu robeknya.

Langkah kaki kecil Cahyani menerobos hujan pagu itu, kedua tangannya memegangi tudung jas hujan agar tidak turun membasahi rambutnya. Air hujan menerjang menabrak wajah mungilnya. Namun ia lawan dan terus berlari menuju sekolah.

Cahyani memang anak yang mandiri, sejak awal masuk sekolah ia tak pernah di antar jemput ibunya. Jarak sekolah yang dekat menjadi alasan orang tua Cahyani membiarkan gadis kecil itu pergi dan pulang sendiri.

Cahyani menghentikan langkahnya, merasakan air yang dingin masuk kedalam kedua telapak kakinya. Robekan di sepatunya semakin melebar di karenakan air hujan. Membuat kaos kaki yang ia pakai terendam air dan lumpur.

Tiba di gerbang sekolah, Cahyani masuk dengan terengah. Langkahnya melambat karena sepatu yang dipakainya semakin memberat. Meski tak nyaman ia paksakan demi masuk sekolah.

Cahyani tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik, badannya menggigil kedinginan karena kakinya kebasahan, saat  ia mencoba menggerakkan kakinya tanpa ia duga, sepatunya robek memisahkan bagian atas dan bawahnya dengan sempurna.

Jam pulang pun tiba, Cahyani menunggu teman-temannya pulang lebih dulu karena malu dengan keadaan sepatunya yang robek. Setelah kosong, barulah ia berani pulang kerumah.

Ia berjalan menyeret sepatunya dengan susah payah, mencoba untuk membawa sepasang sepatunya tanpa ada bagiannya yang tertinggal. Takut ibu akan marah, jika sepatunya pulang tak lengkap.

Di pertengahan jalan pulang, ada aliran luapan air dari solokan sisa hujan tadi pagi yang deras membuat jalanan di hadapannya banjir semata kakinya.

Cahyani panik, bingung memikirkan bagaimana caranya ia melangkah. Jika ia terobos, pasti sepatu robeknya akan hanyut dan ia akan di marahi ibu. Akhirnya ia memiliki ide, ia akan membuka sepatunya dan menjingjingnya sampai ke rumah.

Tapi tanpa ia duga, arus itu sulit di terjang oleh kaki kecilnya yang telanjang, sehingga dengan sekali sapuan tubuhnya terdorong arus dan terjatuh hingga membuatnya terjungkal dan terseret arus banjir.

Orang-orang menolong tubuh mungil itu agar selamat dari arus banjir, namun sepatu robek itu tak berdaya dan hanyut terbawa arus.

"Sepatu robek kakaaak!" teriak Cahyani menangisi salah satu sepatunya yang hilang di telan arus banjir.

Seorang paman mengantar Cahyani pulang ke rumah, ia di sambut oleh wajah terkejut ibunya saat paman itu menceritakan apa yang terjadi pada Cahyani.

Ibu melihat keadaan Cahyani dengan cemas, tak di sangka. Cahyani menangis di hadapan ibu dan paman itu.

"Buu... Sepatu Robek Kakak hanyuuut! Jangan marah sama kakak yaa.." Isak Cahyani sesenggukan.

Ibu dan paman itu terkejut dengar Cahyani menangisi sepatu yang sudah robek itu hilang dari genggamannya. 

"Apa ibu sering memarahi Cahyani, hingga membuat anak ini ketakutan kehilangan sepatunya yang robek?" tanya Paman itu pada si ibu.

Ibu Cahyani hanya terdiam, merasa jika ia memang sering tidak memperhatikan Cahyani karena terlalu sibuk mengurus anak bayinya. Sehingga sepatu Cahyani robek pun ia tak menyadarinya.

"Kakak maafin ibu yaa, sepatu kakak akan ibu ganti sama yang baru. Nanti kita beli sama-sama ya. Udah jangan nangis."

"Iya bu, sama beliin juga Cahyani payung ya bu."

"Iya, nanti sama beli payung. Sekarang kakak masuk dulu ganti baju. Badan kakak basah kuyup tuh."

Akhirnya Cahyani merasa lega, setidaknya berkat hujan dan sepatu robeknya, ibu mau mendekati dan menatap matanya lagi. Itu sudah lebih dari cukup buat Cahyani kecil. Beli sepatu baru itu hanya bonus.

- Selesai -

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun