Mohon tunggu...
Ahmad Subarkah
Ahmad Subarkah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswastawan pengamat Budaya, spiritual dan Politik

Sarjana filsafat, tertarik pada spritual universal dan local wisdom.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bertuhan Tanpa Beragama Makin Populer

12 Juli 2019   14:30 Diperbarui: 12 Juli 2019   14:37 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A. Keterbatasan Agama 

Agama berbasis kitab suci. Dengan demikian, agama mempunyai keterbatasan yang cukup mencolok seperti disebutkan dalam kitab-kitab suci agama asal timur tengah seperti Al-Quran dan Bible. Misal dalam Al-Quran ditandaskan bahwa apabila semua ajaran Allah SWT dituliskan, maka tinta sebanyak samudera rayapun tidak akan mencukupi. Demikian pula dengan Bible yang menandaskan apabila semua ajaran Isa Almasih dituliskan maka dunia beserta isinya pun tidak akan bisa memuat. Dengan demikian, kedua agama terbesar didunia ini menandaskan bahwa Allah adalah Maha Besar atau Maha Tak TERBATAS, jadi mana mungkin sesuatu yang Tak Terbatas (Allah, milyaran tahun) cukup dijelaskan oleh satu orang saja yang sangat terbatas (para nabi, yang umurnya mencpai k.l. 80 tahun)!

Jika Allah itu dari minus tak terhingga (alpha, tak tahu kapan awalnya) dan berakhir di plus terhingga (omega, tak tahu kapan berakhirnya), maka seorang manusia yang hidup di suatu range (daerah) umur yang sangat terbatas (katakan 80 tahun) adalah tidak mungkin menjelaskan secara tuntas sesuatu yang tak terhingga (milyaran tahun)! Bumi dan universe sudah milyaran tahun, dan masih milyaran tahun lagi, maka seribu, sejuta atau bahkan semilyar nabi disertai ilmuwan tidak akan pernah selesai mempelajari universe dan Tuhan! Jadi, benarlah ayat-ayat diatas, ke "Mahabesaran Tuhan" tidak mungkin cukup diwadahi dalam buku setebal/setipis kitab suci.

Ke "Mahabesaran Tuhan" juga tercermin pada luas dan dalamnya ilmu pengetahuan. Ilmuwan di negara modern sudah tidak lagi mencari hanya agama yang terbatas, melainkan selalu terus mencari Tuhan beserta rahasiaNya (ilmu pengetahuan) yang tak terbatas namun sangat indah untuk terus menerus dieksplorasi.

Sebagai ilustrasi, pertama tentang komputer, ternyata komputer berkembang dari XT, AT, ...., Intel Core 2 Duo, ...; demikian pula software: dari DOS, Windows 98, ..., Windows XP, ..., Windows 10. Jadi, Komputer dan HP tidak pernah berhenti bekembang! Ilmu Fisika tidak hanya berhenti pada hukum gravitasi Newton, melainkan terus berkembang misalnya teori relativitas Einstein, teori big bang, teori fusi, cloning, nano technology, dst. Buku ensiklopedi yang berjilid-jilid dan tebal sekali, setiap tahun harus di update mengingat hampir setiap hari ada penemuan baru di laboratorium riset di seantero dunia.

Kalau ilmu pengetahuan, komputer berikut softwarenya, dan ensiklopedi beserta manusia penciptanya saja berkembang terus menerus dan secara cepat, apalagi pengetahuan tentang Tuhan YME! Fisika bukan Newton, bukan Einstein, ...dst; Tuhan bukan Nabi A, nabi B, ... Nabi Z! Jadi dapat disimpulkan, Tuhan yang Maha Besar dan Maha Kuasa tidak mungkin terbatas, dan Tuhan tidak mungkin membuat penjara bagi diriNya sendiri dengan menciptakan sesuatu yang sempit, beku dan statis yang disebut Agama (maaf ini pendapat cendekiawan modern di negara maju).

B. Mabok Agama

Definisi mabok atau mendem (Jawa) adalah keadaan dimana seseorang mengkonsumsi/memahami tentang sesuatu/paham yang melebihi batas normal/kewajaran; orang yang mendem menjadi seperti: tidak normal tingkah lakunya, tidak wajar cara berpikirnya (bloon, tidak cerdas), dan sulit diajak berdiskusi/berdialog.

Contoh mabok adalah mabok minuman keras dan mendem gadung (di Jawa). Analog definisi ini, maka mabok agama dapat didefinsikan sebagai orang (atau kumpulan orang) yang mengkonsumsi/memahami agama secara berlebihan, melupakan keterbatasan agama, melupakan penyalah gunaan agama yang lumrah terjadi (terutama politisasi agama), dan menganggap bahwa semua persoalan dunia dapat diatasi hanya dengan agama saja. Semua negara rupa-rupanya harus mengalami mabok agama dulu. Negara modern seperti Eropa baru selesai mabok agama sekitar abad 19 (seratus tahun yl).

Ketika agama Kristen masih "tidur lelap", namun mendominasi Eropa, maka Eropa mengalami jaman kegelapan dan kemunduran keilmuan luar biasa, beberapa ilmuwan dikucilkan gereja, seperti Galileo dan Darwin, baru setelah terjadi revolusi dalam penalaran (demokrasi dan logika, renaisance), Eropa bagaikan lahir kembali. Sekarang, kaum cerdas-cendekia-ilmuwan Eropa sudah tidak tertarik lagi hanya pada agama saja, namun mereka lebih tertarik untuk mengetahui rahasia Tuhan secara lebih dalam-luas-tuntas melalui science, teknologi dan berbagai agama/kepercayaan (jadi tidak terbatas pada satu agama saja).

Mereka sudah pada tingkatan kesadaran (kita belum) bahwa sungguh amat sangat bodoh dan berdosa bila membatasi Tuhan yang Maha Takterbatas hanya pada satu buku tipis, satu nabi, dan satu agama saja. Kesadaran di Eropa ini juga dialami oleh intelektual di negara modern yang lain (Jepang, Korea, Taiwan, Singapore, Australia, Canada, USA, Rusia, dst.). Saat ini, di negara modern, agama sudah tidak boleh lagi diajarkan di sekolah negeri (dari SD sampai universitas), mengingat agama itu bersifat sangat personal/privasi yang bersifat vertikal (Tuhan, surga, neraka), sedangkan yang lebih penting untuk diajarkan adalah budi pekerti yang bersifat horisontal (manusia, alam, hewan, tumbuhan). Mabok atau mendem agama dapat terjadi karena polusi informasi satu arah (indoktrinasi) melalui mass media (televisi, radio, koran, kotbah dengan speaker untuk umum), melalui internet (facebook, youtube, instagram, WA, dst) dan kegiatan keagamaan warga (RT/RW) yang durasinya melebihi porsi bekerja dan berkarya secara kreatip.

Mabok agama menurut banyak budayawan memang ada unsur kesengajaan.  Mabok agama akan menuju "Penjajahan kebudayaan berketuhanan YME ala negara asal agama itu". Penjajahan cara pikir dan cara pandang ini adalah bentuk penjajahan yang paling berbahaya bagi suatu negara, karena akan banyak mempengaruhi banyak aspek bernegara, dan negara dapat mengalami kemunduran seperti Eropa jaman kegelapan. Penjajahan ini mengakibatkan dominasi budaya dan ajaran suatu agama tertentu (melebihi local wisdom) dan sering dilindungi secara maya dan licik melalui UU Penodaan agama.

Apabila "Penjajahan kebudayaan berketuhanan YME" sudah bersifat mafia internasional, maka perjuangan suatu negara berkembang untuk lepas dari penjajahan seperti mustahil, namun dengan adanya internet maka penjajahan ini dapat dilawan, jadi internet adalah "Blessing in disguise" bagi negara berkembang (simak sub bab dibawah nanti). Sebenarnya, dalang internasional mabok agama dapat dilacak dengan mudah melalui aliran dana finansial dari luar negeri lewat bank, itu kalau suatu pemerintah mengijinkan buka2an!

C. Penyalah Gunaan Agama atau Peran Negatip Agama

Berikut ini contoh peran negatip agama, karena mayoritas Indonesia adalah Muslim, maka yang dipakai contoh adalah Penyalah Gunaan Agama atau Peran Negatip Agama agama Islam:

1 Dalam Politik:

Agama dipakai untuk menjegal Ibu Megawati menjadi presiden melalui poros tengah Amin Rais (kedudukan wanita dalam Islam)

Agama dipakai untuk menjegal Ahok menjadi Gubernur DKI (non Mulim dipertanyakan untuk menjadi pimpinan dalam situasi mayoritas Islam)

Keinginan untuk mendirikan negara berdasar syariah law atau sd negara Islam yang selalu muncul sepertinya tak pernah padam; dari DI, TII, Kahar Muzakar, Habib Rizieq, Abubakar Basyir, Noordin Top, dst.

Berapa biaya, tenaga, waktu dan pikiran bangsa Indonesia yang telah dihabiskan untuk ini? Tak bisa dihitung karena sedemikian besarnya, namun anda dapat membayangkan kerugian Indonesia karena hingar bingar politisasi agama.

2 Agama dapat melemahkan moral bangsa bila:

Pengajaran agama lebih menomor satukan Maha Pengasih Penyayang, dan menomor sekiankan Maha Adil; sehingga Keadilan jadi terpinggir. Negara RRC lebih menomor satukan Keadilan, peti mati disediakan bagi para koruptor termasuk presidennya, ini luar biasa, padahal komunis! Stop alasan apologetik: RRC itu lebih Islami, atau RRC itu lebih Kristiani...yang jelas RRC lebih bermoral dan lebih adil!

Agama sering disebut secara kelakar: obat sakit analgestik, hanya menghilangkan rasa sakit, namun tidak menghilangkan penyakitnya

Agama sering di bikin joke seperti kiasan: Religion is sin laundry (pencucian dosa, saingannya Money Laundry: pencucian uang haram).

Sebagai ilustrasi untuk hal diatas: Negara yang pendidikan agamanya kuat, justru prestasi korupsinya tinggi sekali, kekerasan dan kriminalitasnya tinggi, dan hilang rasa malunya; misalnya negara Amerika Latin, negara Timur Tengah, Indonesia, Pilipina, dst. Karena agama mengeksploitasi sifat Maha Penyayang, bukan sifat Maha Adil dari Tuhan YME. Misalnya saja, siang ini seorang PNS (apapun agamanya) di DEPKEU menyikat uang negara 100 juta Rp, kemudian malamnya doa khusuk minta ampun kepada Tuhan YME, maka paginya koruptor ini sudah merasa sehat rohani kembali, dan mulai korupsi lagi, dan lingkaran setan ini terus menggelinding bagai bola salju. Ketika suatu saat ketangkap KPK dan masuk TV, maka si koruptor justru dadadada melambaikan tangan tanda bangga, apakah Agama boleh disebut biang keladi kehilangan rasa malu suatu bangsa???

3 Agama dapat menjadi unsur pemisah dan pemecah bangsa, misalnya dimulai dari hal sepele, seperti iklan: Kost Wanita Muslim, Pemakaman Muslim, Restoran Muslim, Bank Muslim, dst.

4 Tiket ke surga diobral murah oleh Agama sehingga melemahkan moral bangsa:

Misalnya saja keyakinan bahwa apapun atau berapapun berat dosanya jika: i) percaya Yesus dosanya akan diampuni dan masuk surga (agama Nasrani); atau ii) jika berpuasa secara benar atau meninggal di Mekah atau malam Laitul Kadar (malam seribu bulan dimana surga akan terbuka penuh) maka dosa satu tahun akan diampuni dan masuk surga; iii) jika bermurah hati sebagai dermawan kelas berat dengan menyumbang banyak (dari hasil jarahan) dalam kegiatan keagamaan akan menghapuskan dosa, para koruptor ini lalu dijadikan teladan kedermawanan lalu disanjung-sanjung (jurus maling budiman atau Robin Hood)! iv)

Jika hanya bertindak sepele (berucap dan berpakaian tertentu) sudah mencicil surga.  Dengan konsep mengobral harga "surga" semurah dan semudah itu, agama berupaya menarik banyak minat calon pemeluk. Namun akibatnya justru negatip, tidak heran bila negara2 dengan agama yang kuat (tapi beku pemahaman) justru menjadi sumber KKN dan pelanggaran HAM! Seharusnya sifat Maha Adil lebih ditekankan, agar manusia (pejabat) berpihak ke rakyat jelata yang tertindas, dan menuntut para oknum pelaku KKN dan pelanggar HAM dimuka hukum.

Ulama, pastor, begawan, biksu, pendeta dan pendidikan formal (sekolah) harus menandaskan dasar ajaran agamanya, bahwa kejahatan manusia harus dipertanggung jawabkan dahulu didepan manusia (sifat Maha Adil, horisontal), baru kemudian adanya pengampunan dari Tuhan (sifat Maha Penyayang, vertikal). Jadi Maha Adil dan Maha Penyayang adalah bagaikan mata uang dua sisi tidak terpisahkan! Jangan dipilih seenaknya sendiri demi menarik banyak umat masuk ke agamanya yang berakibat sumbangan finansial yang banyak, namun menjadikan moral bangsa jatuh terperosok!

D Clash of Civilization di Internet

Dijaman digital, internet telah menjadi ajang 'konflik peradaban' yang diperkenalkan Samuel Huntington dalam bukunya The Clash of Civilization and the Remaking of World Order (1996). Menurut ramalan Huntington, benturan yang paling keras yang akan terjadi adalah antara kebudayaan Kristen Barat dengan kebudayaan Islam. Ajang pertempuran ideologi dan agama tidak lagi membutuhkan medan pertempuran pisik, melainkan berpindah menjadi pertempuran maya di internet. Berikut ini contoh benturan budaya yang berupa debat ideologi di YouTube (yang saat ini dianggap paling menarik dan paling mencerdaskan bagi orang yang waras otaknya bukan orang yang mabok agama):

Christopher Eric Hitchens (an author, columnist, essayist, orator, religious and literary critic) di https://youtu.be/W2cSTq4CgiE

Sam Harris seorang doktor phisika dan agnostik di: https://youtu.be/u_ubamwlPI8

Dr. Bill Warner, doktor di bidang mathematika dan fisika (Center for the Study of Political Islam) di: https://youtu.be/czBiWm3ljv0

Robert Spencer, pakar Jihad penulis The History of Jihad, di: https://youtu.be/UIdQ_x1BJGY

David Wood, pakar debat Islam dan Kristen, di: https://youtu.be/9Q3fw7iHMXk

Debat Douglas Murray dan Ayaan Hirsi Ali di: https://youtu.be/fiTPqIpGKJU

Last but not least debat Christian Prince di: https://youtu.be/nPrhjwL0U-o dan  https://youtu.be/RWLG4sQPZaA . Perlu dicatat bahwa Christian Prince adalah penantang debat dengan Muslim seluruh dunia, seorang diri dia dengan "sombong" merasa belum pernah terkalahkan dalam debat oleh pakar Muslim sedunia (semoga ada Muslim yang pakar Islam dari Indonesia merasa terpanggil untuk mengalahkan Christian Prince). Puluhan video debatnya dalam bhs Indonesia dapat dinikmati di YouTube dengan kata kunci: Christian Prince Indonesia.

Dst. (mungkin pembaca ada yang tahu sumber yang lain yang lebih mantap)

Anda yang mabok agama sebaiknya tidak mencerna debat diatas, hanya anda dewasa spiritual cocok mengikuti debat luar biasa diatas.

(maaf link tidak seperti diharapkan penulis, silahkan search dengan nama saja di YouTube, mungkin ada yang bisa membantu memperbaiki melalui komentar dibawah artikel ini, terima kasih)

E Konsep Tuhan Tanpa  Agama

Setelah jaman mabok agama Kristen yang membuat kegelapan Eropa, maka pada masa Renaissance (pencerahan) dan setelahnya, mulai banyak bermunculan pemikiran-pemikiran skeptis terhadap agama yang sebelumnya dirasakan sangat membelenggu kehidupan manusia. Bertrand Russell termasuk ke dalam kelompok pemikir bebas yang terus menulis masalah agama. Agama adalah salah satu pokok masalah dari tulisan-tulisan awal dalam buku rahasia harian yang mulai disimpan ketika ia berusia 17 tahun.

Sepanjang hidupnya, Russell mendekati agama sebagai seorang filosof, sejarawan, kritikus sosial, dan individu. Russell mengemukakan penentangannya terhadap agama dalam debat publik dengan para tokoh agama terkemuka dan merasa senang membuat sindiran-sindiran anti-agama, seperti jawabannya, ketika ia dibawa ke hadapan Tahta Langit (Tuhan), ia akan menegur Penciptanya karena tidak menyediakan cukup bukti akan eksistensi-Nya.

Russell adalah seorang yang agnostik saat menuangkan pemikirannya ke dalam setiap tulisan hariannya. Agnostik adalah orang yang berpikir bahwa mungkin mengetahui kebenaran dalam masalah-masalah seperti Tuhan dan kehidupan akhirat, masalah yang menjadi perhatian setiap agama. Apakah agnostik itu ateis? Tidak. Agnostik berbeda dengan ateis, dan berbeda pula dengan orang yang beragama. Ateis dapat mengetahui bahwa Tuhan itu tidak ada. Agama dapat mengetahui bahwa Tuhan itu ada. Sedangkan agnostik adalah menunda keputusan. Mengatakan bahwa tidak ada dasar yang mencukupi untuk menerima atau menolak.

Agnostik tidak menerima "otoritas" seperti hukum Tuhan dimana orang beragama menerimanya. Tentu saja ia akan berusaha mengambil pelajaran dari kebijaksanaan orang lain, tetapi ia akan memilih untuk dirinya sebagai orang-orang yang ia anggap bijak. Konsep kebaikan dan kejahatan tidak didasarkan pada perintah Tuhan, Nabi, atau motivasi hari akhir. Tidak juga pada hati nurani. Melainkan pada empati. Konsep empati ia terapkan untuk mendorong orang-orang yang putus asa tidak dengan dalil-dalil, melainkan dengan sebuah logika sederhana: "Saya akan mendorong orang yang putus asa dengan menunjukkan sesuatu yang bisa ia capai.

Pada diri kita terdapat sesuatu yang bisa dilakukan, dan kita akan menjadi lebih baik dengan melakukannya. Tidak perlu melibatkan agama. Selalu ada banyak hal yang perlu Anda kerjakan. Misalkan ia berupa kebaikan Anda sendiri. Anda makan pagi tetapi Anda tidak peduli pada agama. Jika Anda peduli pada orang lain Anda akan membutuhkan sangat sedikit agama untuk menyediakan mereka makan pagi. Selalu ada sesuatu yang bisa Anda lakukan untuk orang lain, dan saya memasukkan Anda di dalamnya.

Anda tidak memerlukan agama untuk mengetahui hal ini, Anda hanya membutuhkan tindakan rasional atas apa yang mungkin" Apakah agnostik berpikir bahwa sains dan agama tidak mungkin berdamai? Jawabannya tergantung pada apa yang dimaksud dengan agama. Jika agama berarti semata-mata sistem etika, ia bisa didamaikan dengan sains. Jika agama berarti sistem dogma, dianggap sebagai benar dan tidak bisa dipertanyakan, ia tidak kompatibel dengan semangat sains, yang tidak menerima fakta tanpa bukti, dan juga berpegang bahwa kepastian seratus persen hampir tidak pernah bisa dicapai.

Apakah ilmuwan besar seperti Newton dan Einstein bukan "nabi"? Bukankah Tuhan tidak hanya rasa/hati namun juga nalar/pikiran? Mengapa agamawan mengesampingkan "nabi pikiran" dalam pengajaran agama mereka? Russell sangat terkesan oleh Tiongkok dan sikap santai rakyat Tiongkok pada agama. Misalnya, ia terkesan oleh kenyataan bahwa Konfusianisme yang dominan lebih menaruh perhatian pada etika daripada dogma.

Sikap yang toleran ini sangat berbeda dengan agama pada umumnya yang menekankan dogma dan keyakinan yang benar (cenderung diktator, main menang sendiri). Pada saat ini, dinegara maju, banyak orang memilih sikap bertuhan tanpa beragama, mereka yang di Barat dan USA tetap mempunyai landasan nilai moral Kristiani, namun tidak ingin terpenjara oleh agama, mereka ke gereja sebagai salah satu aktualisasi moral Kristianinya, mereka paham benar bahwa Yesus tidak pernah menciptakan penjara bagi umatnya yang disebut agama, dan Yesus selalu mengajak debat dengan para muridnya dalam pengajaran spiritual Kristiani, bukan secara brain washing!

F Penutup

Tiba saatnya untuk menutup tulisan ini dengan sedikit pesan: jangan jadi katak dalam tempurung, teruslah belajar apapun bentuknya (spiritual, ilmu, agama, keyakinan lokal, agnostik, bahkan ateis), bila beragama : janganlah memenjarakan Tuhan YME, & jangan memisahkan prinsip Adil dan Penyayang; selalu ingat dasar filosofi ini: Tuhan tidak pernah selesai dipelajari, kita baru mengetahui sedikit saja dari Maha BesarNya, jadi jangan sombong.

Harapan terakhir penulis, mohon artikel ini dapat disebar luaskan untuk diperdebatkan di dalam kelas, ceramah spiritual, maupun forum diskusi demi keterbukaan pemikiran bangsa, dan ingat debat selalu berakibat meningkatkan IQ, namun janganlah debat disertai clash fisik/kekerasan! Dogma saja akan memenjarakan IQ! Sekian dan selamat berkomentar dengan otak waras.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun