Dan teman-temannya tertawa riuh bahkan baru tenang setelah Pak Imam mengetuk meja.
Dian benar-benar kesal sekali.
Ayah dan Ibu tersenyum. Lalu Ayah bertanya pada Dian.
"Tahukah Dian arti nama Dian? Dian Nur Fajri."
Dian menggeleng.
"Nama yang diberikan orang tua adalah sebuah doa dan pengharapan orang tua untuk anak-anaknya sayang. Dian tahu harapan Ayah dan Ibu pada nama yang diberikan untuk Dian?" Tanya Ayah.
Lagi-lagi Dian menggeleng.
"Dian itu lentera. Lentera mungkin memang kecil. Cahayanya juga kecil. Tapi Ayah dan Ibu ingin bahwa cahaya Dian bisa seperti cahaya fajar. Yang selalu memberi harapan kepada semua mahluk di setiap pagi." Jelas Ibu.
Dian mendongak menatap Ayah dan Ibu.
"Jadi tak ada hubungannya doa Ayah dan Ibu dengan warna kulitmu, Sayang. Lagipula tak selalu orang berkulit hitam itu jelek. Coba Dian lihat saudara-saudara kita dari wilayah Indonesia timur. Kulit mereka lebih gelap tapi lihat hidung mancung mereka dan senyum mereka. Senyum yang sangat manis dan tulus yang mungkin tak dimiliki oleh setiap orang." Kata Ayah.
Dian menunduk malu. Begitu besar harapan Ayah dan Ibu padanya tapi ternyata ia tak pernah tahu bahkan mungkin tak mau tahu. Dipeluknya Ibu dan Ayah.