Jika hal ini dibiarkan tanpa adanya campur tangan pihak-pihak yang secara langsung bertanggung jawab dalam pemberdayaan budaya literasi para siswa ini, maka dikhawatirkan akan munculnya homogenisme budaya global serta diikuti dengan hilangnya akar budaya serta karakter tradisi Indonesia. Hilangnya budaya literasi pada hakikatnya akan menurunkan kemampuan mengolah informasi yang pada akhirnya akan berimbas pada timbulnya bentuk kolonialisme informasi.
Sekolah Indonesia Kuala Lumpur menjadikan program Gerakan Literasi Sekolah ini sebuah momen yang sangat  penting untuk memulai budaya literasi secara masif, konsisten dan berkesinambungan. Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur dituangkan dalam rencana aksi yang merangkul seluruh siswa Sekolah Indonesia Kuala Lumpur.Â
Sama seperti program Gerakan Literasi Sekolah di daerah-daerah lain yang ada di Indonesia yang sudah memulai gerakan ini, maka Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur diawali dengan membiasakan budaya membaca selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai.
Para siswa diminta membawa buku sumber bacaan dari rumah yang akan dibaca di sekolah. Setelah siswa menyelesaikan bacaannya, siswa diminta menuliskan pengalamannya setelah membaca buku tersebut dan menuangkannya dalam format yang beragam, apakah dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk gambar.Â
Hasil karya mereka ini kemudian ditempel di majalah dinding kelas atau pohon literasi yang dimiliki setiap kelas setelah sebelumnya dipaparkan terlebih dahulu di depan kelas dalam bentuk presentasi sederhana yang tujuan utamanya adalah berbagi pengalaman tentang buku yang mereka baca.
Banyak hal baru yang kemudian bisa digali dari kegiatan Gerakan Literasi Sekolah ini. Beberapa hal yang bisa dicatat dari kegiatan ini adalah sebagai berikut:
1. Pada saat pembiasaan membaca dimulai, siswa belajar kembali berkonsentrasi, tekun dan fokus pada buku sumber yang sedang dibacanya.
2. Pada saat penuangan ide kedalam bentuk tulisan dan gambar, siswa kembali belajar menuangkan gagasan original dan menciptakan kreasi inovatif berdasarkan kesimpulan buku yang telah dibacanya.
3. Pada saat pemaparan hasil pengalaman membacanya, siswa berlatih meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan mempertahankan argumen di depan umum dengan menggunakan bahasa yang santun.
4. Pada saat penyajian hasil karyanya, siswa berlatih untuk menghargai dan mengapresiasi hasil karya orang lain sebagai bentuk penghargaan atas kerja keras seseorang.
Bukanlah hal yang mudah bagi Sekolah Indonesia Kuala Lumpur untuk tetap bisa berkomitmen melaksanakan program Gerakan Literasi Sekolah ini secara berkelanjutan. Banyak hal yang menjadi kendala dalam pelaksanaan program ini. Membiasakan siswa untuk mau membaca  setiap pagi bukanlah perkara yang gampang.Â