Disinilah kemudian diperlukan kemampuan seseorang untuk memilih dan memilah informasi yang didapat secara bijak. Bagaimana seseorang kemudian dapat mengambil manfaat dari sumber informasi yang diperolehnya membutuhkan proses pembelajaran yang konsisten dan berkesinambungan.
Sekolah Indonesia Kuala Lumpur dalam hal ini telah berupaya keras dalam menumbuhkan kesadaran para siswa akan pentingnya pendidikan karakter dan jati diri yang merupakan modal menjadi warga kelas dunia yang kompetitif. Sekolah memberikan berbagai fasilitas agar para siswa dapat mengembangkan minat dan bakatnya secara alami.Â
Berbagai kegiatan baik intrakurikuler  maupun ekstrakurikuler dijalankan untuk mengakomodir kebutuhan dan minat siswa sehingga kemampuan mereka semakin terasah dan pada gilirannya nanti ketrampilan yang mereka miliki dan pelajari sejak di bangku sekolah dapat mereka jadikan bekal untuk memulai kehidupan bermasyarakat dimasa datang yang penuh tantangan.
Jauh sebelum pemerintah mencanangkan Gerakan Literasi Nasional dan diimplementasikan di sekolah-sekolah melalui program Gerakan Literasi Sekolah secara masif, Sekolah Indonesia Kuala Lumpur telah mengembangakan budaya literasinya sendiri yakni dengan dikembangkannya kegiatan ekstrakurikuler jurnalistik yang bertajuk Cantrik.Â
Kegiatan ekstrakurikuler ini awalnya didirikan dengan maksud untuk memberi wadah bagi para siswa yang memiliki bakat menulis, menggambar dan fotografi untuk secara bersama mengembangkan potensi yang mereka miliki dan menuangkannya dalam suatu bentuk buletin yang bernama Buletin Cantrik.
Buletin Cantrik Sekolah Indonesia Kuala Lumpur adalah buletin yang secara khusus dibuat setiap triwulan oleh para siswa anggota ekstrakurikuler jurnalistik. Kegiatan ekstrakurikuler ini meliputi kegiatan peliputan kegiatan, reportase, wawancara, eksplorasi dan wisata edukasi untuk menghasilkan produk yang bisa dinikmati oleh semua kalangan baik itu di lingkungan internal Sekolah Indonesia Kuala Lumpur sendiri maupun di komunitas luar yang memiliki akses langsung dan kedekatan dengan Sekolah Indonesia Kuala Lumpur yakni seperti KBRI Kuala Lumpur, mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang berada di Malaysia, orang tua murid serta masyarakat umum yang ada di sekitar Sekolah Indonesia Kuala Lumpur.
Dalam kegiatan ekstrakurikuler yang telah berdiri selama 10 tahun ini, para siswa anggota Cantrik dilatih bagaimana menulis dengan baik, mengolah informasi menjadi mudah dibaca dan dipahami oleh pembaca, membuat desain tata letak yang menarik serta menyisipkan gambar yang mewakili pesan yang akan disampaikan kepada pembaca.Â
Para siswa dilatih untuk memiliki ide yang kreatif serta membuat karya yan original tanpa menjiplak hasil karya orang lain. Para siswa juga dituntut untuk membaca dan mencari informasi langsung ke sumbernya berkaitan dengan isu yang sedang berkembang saat itu sehingga mereka terbiasa mengolah informasi dan menyajikannya secara benar dan akurat.Â
Budaya literasi secara  langsung terjadi di ranah ini dan secara tidak langsung dampaknya terlihat dari karakter para siswa yang tergabung dalam ekstrakurikuler ini yang terlihat lebih dewasa dan lebih arif ketika dihadapkan pada satu masalah. Mereka akan secara bijak mempertimbangkan terlebih dahulu langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mengantisipasi masalah yang timbul.Â
Mereka pun tidak secara mudah percaya begitu saja akan hal-hal baru yang mereka temui. Mereka akan mengolah terlebih dahulu kebenaran informasi yang mereka dapat sebelum kemudian disebarkan kepada pembaca. Dari karakter para siswa yang menjadi anggota ekstrakurikuler Cantrik, maka terlihat bahwa budaya literasi telah berjalan dengan baik di sini. Secara khusus Sekolah Indonesia Kuala Lumpur telah berhasil mengembangkan budaya literasi pada kelompok kecil ini yang juga bisa menjadi gambaran salah satu sisi wajah siswa Sekolah Indonesia Kuala Lumpur.
Pada kenyataannya, hanya sebagian kecil saja siswa Sekolah Indonesia Kuala lumpur yang terdampak budaya literasi ini. Pada sebagian besar kelompok siswa lainnya, mereka  tengah mengalami ancaman penurunan karakter dan bahkan hampir kehilangan  jati diri karena terpapar budaya modern yang cenderung hedonis akibat dari akulturasi budaya metropolitan Kuala Lumpur.Â