Selesai berbasa basi dan menyantap makanan yang disudah dipersilahkan, saya pun berpamitan. Tadinya saya bingung menanti waktu untuk berpamitan. Saya katakan pada anak saya, jika ibu-ibu yang secara kebetulan bersamaan masuk dengan saya mulai berpamitan, maka artinya saya dan anak saya pun harus segera berpamitan. Benar juga, mereka pun berpamitan. Dan lega rasanya, akhirnya saya bisa pulang.
Perkenalan saya akan tradisi pernikahan di desa pada anak saya tak berhenti pada jerami itu saja. Beberapa langkah setelah berpamitan, seseorang memanggil saya.
"Mbak...mbak...tunggu....," sahut seorang perempuan.
"Ya...ada apa mbak ?," tanya saya sambil menggandeng erat anak saya.
"Ini ada angsal-angsal buat dibawa pulang," jawabnya.
"o....gitu ya...," jawab saya.
"Iya...," balasnya lagi
"Ya sudah, terima kasih ya," jawab saya lagi.
Saya pun menuju tempat parkir dan melanjutkan perjalanan pulang.
Anak saya tak sabar ingin tahu isi bungkusan yang ada di dalam tas kresek hitam ini.
Tas kresek hitam pun dibuka anak saya. Wow...ternyata isinya sebungkus nasi putih, sebungkus bakmi jawa plus tahu bacem. Kata suami, biasanya orang desa membungkusnya dengan daun jati. Karena musim hujan, bisa jadi daun jati tak kunjung kering. Jadi diganti saja dengan kertas coklat. O ya ada krupuk, rengginang juga jadah (ketan putih).