Mohon tunggu...
Astrid Setya 2
Astrid Setya 2 Mohon Tunggu... Freelancer - Wirausaha dan Public Speaker

Seneng nulis dari usia muda hingga membawa saya pernah menjadi wartawan dan penyiar. Setelah menikah lebih senang berbagi pengalaman dengan menjadi public speaker dan mengajar di beberapa tempat. Juga tertantang mengelola usaha, meskipun terkena dampak Covid, namun tetap semangat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ajarkan Tradisi dari Budaya yang Berbeda

22 September 2020   11:05 Diperbarui: 22 September 2020   11:21 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hujan memang masih deras. Bahkan tampaknya hujan semakin deras. Rasanya malas juga pergi saat hujan deras. Belum lagi saya masih harus mencari rumahnya yang hanya diberi ancer-ancer (tanda-tanda). Saya tak bisa menjawab. 

Saya hanya berpikir, kalau malam ini hujan masih deras. Sementara jika besok siang, berarti saya harus meninggalkan pekerjaan sementara waktu. Biasalah, acaranya bukan weekend jadi sedikit merepotkan bagi pengusaha kecil seperti saya. Akhirnya keputusan saya serahkan pada anak saya. Dan anak saya lebih memilih malam ini.

Ditemani hujan deras dan malam yang semakin larut, akhirnya saya menghadiri undangan. Tapi sebelumnya saya tanya-tanya ke ibu, seputar tata cara serta hal-hal yang harus saya lakukan saat menghadiri undangan pernikahan yang acaranya baru dimulai besoknya.

NYASAR KE KUBURAN

"Pertama, kamu beri salam dulu sama yang punya hajatan. Habis itu kamu duduk, terus dipersilahkan makan yang ada di depan kamu. Habis itu kamu pamitan sambil menyerahkan amplop itu," kata ibu mengajari saya. Maklum saya hampir tidak pernah menghadiri acara semacam ini. Mungkin saya terbiasa menghadiri saat hari H di gedung, hotel atau tempat lain sesuai jadwal resepsi.

"Tapi kalau malam sebelum resepsi biasanya ada yang datang kan bu?," tanya saya lagi.

"Ada, pasti ada orang lain yang datang," sahut ibu.

Ditemani angin malam dan hujan yang sangat deras saya akhirnya berangkat berdua bersama anak lelaki saya. Di sepanjang jalan saya memberitahu anak saya agar tidak kaget saat bertamu di kampung. Karena suasananya tidak seperti di gedung atau di hotel. Saya juga mengajarkan anak saya agar memberi jabat tangan. Senyum dan selalu sopan.

"Yang, kamu pokoknya tiruin yang Mama lakukan ya, jangan sampai tidak," ujar saya menggurui.

Dalam perjalanan saya juga sepakat dengan anak saya, jika malam ini sepi tidak ada yang datang, berarti harus pulang dan dengan terpaksa datang saat resepsi besok siang.

Saat perjalanan menuju rumah pemilik hajatan, awalnya saya merasa tidak perlu bertanya pada penduduk sekitar. Saya merasa yakin dengan tanda-tanda yang diberikan ibu. Seperti kebanyakan orang, saya yakin jika pemilik hajatan selalu memasang janur kuning di jalan masuk dekat rumahnya. Eh...ternyata dugaan saya salah. Saya mencoba mencari-cari janur kuning. Tak satupun saya temukan janur kuning. Iseng saja akhirnya saya belok kiri. Tiba-tiba saya berhenti karena ragu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun