Ikan-ikan kecil tadi sepertinya sedang bersenda gurau satu sama lain, beberapa ubur-ubur biru pun sesekali menyapa mereka saat berpapasan. Apakah ini dampak dari mempelajari sihir terlalu banyak? Sudah di tingkat berapakah diriku?
Aku terbang ke sana kemari, mengejar ikan-ikan tadi. Rupanya mereka juga bermain bersama para bintang, indah sekali saat kupandang. Apakah kakek Ajaib juga menyadari pemandangan luar biasa ini?
Ah ... ia tertidur, ya sudahlah.
Aku terus bermain bersama mereka. Sesekali aku duduk untuk istirahat, sesekali aku berbaring di lantai sambil menatap langit-langit.
"Tuhan, jika ini mimpi, tolong jangan bangunkan aku." Begitulah doaku.
Waktu sepertinya terus berjalan, tapi aku tidak peduli. Aku hanya senang memandangi perpustakaan yang tiba-tiba saja ramai pengunjung. Tapi percuma saja, sih, mereka tak dapat melihat keajaiban-keajaiban ini—mungkin hanya sebagian. Bahkan kali ini kakek Ajaib pun tidak menyadarinya.
Mengapa?
Di tengah renunganku, tiba-tiba muncul seseorang yang tidak pernah kusangka.
Ibuku.
Ia duduk di kursi favoritku, sambil mempelajari sihir yang lucu. Aku tahu itu lucu karena memang selalu kucoba saat sedang dilanda duka. Lucu sekali sampai aku tak bisa menahan tawaku.
Anehnya ibuku menangis. Bu? Apakah kau salah mengerti sihir ini? Haruskah kuajari?