Petualanganku di daratan pun dimulai.
Aku bergaul dengan para semut. Kebetulan, aku diajak oleh seekor semut ramah yang iba melihatku sendirian. Rupanya desas-desus itu benar, semut memang hewan yang senang berkoloni. Ramai sekali rasanya saat berada di dalam markas semut.
Aku diberikan banyak tugas. Pertama, aku harus menjaga dan merawat telur-telur. Kemudian, ikut berburu makanan bersama semut-semut betina yang lain.Â
Biasanya, kami berjuang untuk mendapatkan makanan berukuran besar. Seringkali kami harus berperang melawan serat-serat tajam yang menyapu calon santapan. Bahkan, menghindari kaki-kaki raksasa yang bisa saja menginjak salah satu di antara kami.Â
Sampai akhirnya, berkat pertolongan Tuhan, aku berhasil menjadi semut terbaik di koloni. Sang ratu memberikan apresiasi tinggi kepadaku. Tentu saja, aku senang sekali.
Malamnya, tiba-tiba aku merasa tubuhku membesar. Apakah aku akan berubah lagi?
Maka segeralah aku pergi ke luar markas. Aku merasa sesuatu tumbuh di punggung mungilku. Sayapkah itu? Sudah bisa terbangkah aku malam ini?
Perlahan, aku menggerakkan sayap tipis itu. Awalnya terasa kaku, tetapi lama-lama tubuhku terangkat.Â
Aku berhasil terbang! Hey, burung parkit! Sekarang aku sudah bisa terbang sepertimu!Â
Aku berubah menjadi seekor lebah, lalu berkelana di udara. Pemandangan di bawah sana indah sekali, pantas saja kamu betah menjadi burung.
Di tengah jalan, aku bertemu sekumpulan lebah lain. Kemudian salah satu dari kumpulan lebah tadi menghampiriku. Seekor lebah betina berwajah tegas, tetapi ramah. Ia menanyakan banyak hal soal diriku, dan aku pun menawarkan diri untuk bergabung dan membantu.