Aku ikan hias kecil yang tinggal di dalam akuarium. Sedangkan kamu, seekor burung parkit yang tinggal di dalam sangkar.
Rupamu humoris, memang, kudengar kamu juga mampu menirukan suara manusia. Namun aku tak peduli. Toh, aku juga sama bertalentanya seperti dirimu, bahkan lebih baik darimu.Â
Sampai suatu ketika aku tersadar, bahwa kamu memiliki sayap yang indah. Tak pernah kuketahui kalau dirimu yang menyebalkan itu ternyata baik hati dan menyenangkan.Â
Aku ikan hias kecil yang lancang karena mengagumi burung parkit.Â
Seingatku, kamu selalu antusias mengajakku bertanding. Katamu, barangsiapa yang memiliki corak paling indah, ialah pemenangnya. Dan aku selalu menang.
Tetapi itu tak membuatku berpuas diri. Aku memang ikan, tetapi aku ingin bisa berbicara, aku ingin bisa terbang dan melihat dunia dari atas. Aku ingin ini dan itu yang bisa jadi mustahil untuk kulakukan. Aku ingin menjadi seperti dirimu.Â
Waktu kebersamaan kita sebagai teman berakhir saat kita terpisah oleh jarak. Meskipun begitu, aku tahu, kok, kabar-kabar tentangmu. Burung-burung merpati yang memberitahuku. Namun aku tahu, kamu tidak mau tahu.
Yah ... lagipula hanya aku yang mengagumimu, berharap apa aku?Â
Saat ini, aku adalah ikan kecil yang tinggal di dalam kolam. Tempat ini lebih luas dan indah dibanding akuarium. Aku mungkin mulai tak terlalu peduli dengan perasaan kagum padamu. Toh, kita jauh, mustahil jika tiba-tiba bertemu lagi.Â
Sampai di suatu malam, seekor kunang-kunang bijak datang kepadaku, menanyakan keinginanku. Katanya, aku sudah pantas untuk naik pangkat. Tanpa kusadari, aku meminta untuk menjadi sepertimu.Â
Kunang-kunang bijak mengabulkan permintaanku dengan dua syarat; Aku harus bersabar dan bekerja keras. Tak lama kemudian, tubuhku menyusut. Siripku menghilang, tetapi beberapa pasang kaki kecil tumbuh untuk menggantikannya. Aku berubah menjadi seekor semut.Â