.
Ada hal yang tak berani kusentuh kali iniÂ
Ia memuai bersama kesabaran dan keindahanÂ
Dapatkah kupetik garis awan dari rembulan yang sunyi
Yang terekam dengan samar penuh akan petuah dan ketabahan
.
Dalam hatiku yang menjadi saksi bisuÂ
Kehilangan-kehilangan itu kini menjadi ruang tunggu
.
Yang tergores bentuknya
Selalu kumaknai dengan warnaÂ
Warna biru untuk nyeri yang tak kunjung selesaiÂ
Warna merah untuk amarah yang tak kunjung berani
.
Serta di tubuhku yang tak seindah rembulanÂ
Kadang berisi kekurangan dan ketakutanÂ
Yang menjelma nafas dan keringatÂ
Dengan kesunyian yang kian melekat
.
Dari haribaan rinduÂ
Yang kususuri paruh waktuÂ
Menjelma dan mengilhami
Setiap luapan diri dan emosi
.
Dan ketakutan yang membayang di dinding malam
Menjelma pertanyaan-pertanyaan yang muskilÂ
Merapal setiap warna waktu yang lebamÂ
Diantara huruf dan kalimat yang menggigil
.
Dengan konsonan yang dieja sunyi
Mengisi kolom tulisan dan kekosongan yang abadi
.
Tak ada yang memilikimu setelah iniÂ
Mungkin dingin akan merebak masukÂ
Melalui sela pohon atau pori-pori
Mungkin disitu kenangan-kenangan akan terbentukÂ
.
Namun tak lelah kubuat sekoci penuh iniÂ
Untuk memuat memori yang muram dan buram
Mengarungi anak sungai yang tenang ini
menuju ujung malam yang temaram
.
Cinta, sebuah kata yang tak persis pengertiannya, kecuali ketika kita merasakan sakitnya.
Goenawan Mohamad, Catatan Pinggir 5. 2001
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI