Dalam pelatihan pembentukan pribadi/ personal branding, Berani Berbeda adalah skill dasar ataupun awal yang harus dimiliki. Dan berani berbeda akan mengarah pada kesiapan untuk perubahan bahkan perubahan diri atau transformasi ego.
Berani berbeda sebagai pilihan mutlak adalah dalam politik. Dalam sikap berani berbeda pada posisi non-kerjasama atau oposan yang bersaing. Pengalaman bersama dinegeri kita ini adalah ketika diselenggarakan Pemilu dan Pilpres. Dari pengalaman bersama itu kita melihat terbentuknya bahkan terjadinya personal branding melalui macam-show berkesinambungan yang populer kita kenal dengan istilah pencitraan.
Pencitraan akhirnya tidak saja berkibarnya citra tokoh yang dibedakan dengan tokoh pesaing, tetapi juga menjadi personal branding dari para pendukungnya. Inilah pencitraan berkelanjutan dari warga yang seharusnya sudah tidak lagi harus berbeda.
Salahkah peristiwa itu ? Kita “hanya” sedikit terhibur bahwa beda pendapat dan oposisi itu menjadi daya kritik yang berpotensi membangun. Artinya adanya kritik semua pihak menjadi kritis dan tidak grusa grusu asal maju.
Kalau berbicara soal grusa grusu istilah yang muncul pertama kali dari Jokowi, kita boleh teringat semasa kanak kanak yang sikapnya kerap ditegur oleh orang tua. Saking sikapnya yang kurang sopan didepan atau terlihat oleh orang tua atau pembina.
Tetapi saya boleh mengingatkan bahwa dalam masa kanak-kanak hingga dewasa ada sikap dasar anak-anak untuk Meniru, Mencoba, Mencari bentuk perilaku. Dalam proses perkembangan anak dan remaja juga perlu diamati bagaimana modus Berani Berbeda itu.
Pengamatan saya terhadap kejiwaan dan kecenderungan anak-anak yang kadang mengejutkan itu, memberi indikasi perbedaan cara anak itu mengambil sikap berani.
Ada saya lihat ketika anak berumur 2 tahun turun ke lantai dari tempat tidur yang tinggi dengan sembarangan turun terjun dengan tangan dan kepala kebawah; ada anak lain menggeliat dan menurunkan kedua kakinya ke lantai. Umur yang sama. Beda watak pembawaannya. Selanjutnya Keberanian mengambil sikap itu memberi pula ketrampilan bergerak lebih cermat dan cepat.
Ketika kita berfikir perkembangan anak kita bisa pula berfikir tentang perkembangan zaman dan adat istiadat. Enak dikatakan masing masing kita yang berumur 70-80 th akan bisa mengalami permainan anak-anak yang sekarang sudah tidak ada.
Lagu-lagu cinta tahun 1960-1980 sekarang terdengar nostalgis bagi yang pernah menikmati. Keterkejutan lansia melihat perilaku bocah sekarang dengan gadget, jangan sekali kali melarang mereka untuk cepat berubah minat sesuai tawaran aplikasi di internet.
Pesan memelihara adat semakin terbatas. Mungkin masih tinggal didunia seni budaya dan dalam konteks kesempatan istimewa saja.