Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

P e s t a

10 Juli 2016   18:49 Diperbarui: 10 Juli 2016   18:57 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah Bulan Ramadhan dan masih hangatnya Hari Raya Idul Fitri, suatu peristiwa yang saya anggap dahsyat, sekarang saya hanya mengajak bicara yang ringan2, yang bisa saya tangkap. Tetapi berharap bisa bermanfaat dan mengendapkan pengalaman untuk mencapai keseimbangan atau harmoni segalanya.

Bicara perihal Pengalaman,biasanya menunjuk hal yang sudah terjadi dimasalalu, sebab apa yang sedang kita alami sedang bercermin atau sedang dicatat. Petualangan  adalah hal yang dicari demi kesukaan, bahkan untuk pendapatan, tetapi Pengalaman adalah apa yang benar benar terjadi pada kita dalam kurun waktu tertentu, kenyataan/ kebenaran yang akhirnya menguasai kita. (Katharine Anne Porter)

Dengan mengalami melewati peristiwa besar kita semakin sadar bahwa “Waktu mematangkan segalanya, tak ada orang bijak sejak bayi.” (Miguel De Cervantes Saavendra) Termasuk kita kita bisa merasa, saat Remaja mesti banyak belajar, sedang yang tua tua mesti banyak mengerti.

Setiap awal sebenarnya hanya kelanjutan, demikianpun pengalaman sedahsyat apapun pengalaman itu tidak punya arti bila tanpa adanya kelanjutan. Begitu itu hanya seperti membaca buku, sekali baca terus ditutup, dan buku peristiwa selalu hanya membuka sebagian. Sedangkan apabila kita berani melihat kebelakang, kita bisa mengambil pelajaran dari kesalahan masa lalu untuk kedepannya. Kesalahan kesalahan adalah bagian yang harus dibayar untuk menghidupi kehidupan yang lebih penuh.

Masa lalu masa kini dan masa depan mengaduk kita dan mendorong kita kebelakang kedepan atau memastikan kita hanya pada masa kini saja. Kita itu adalah sekaligus peletak penentu, unsur2, dan konstalasinya.(Anais Nin) Apabila hal ini justru membuat resah  atau bahkan bingung, maka yaaaa: Hanyut sajalah dan Laksanakan saja anda akan merasa enak. Sangat sederhana. (Begitu aja kok repot repot)

Kita terlalu banyak tahu, tetapi terlalu sedikit merasa.(Bertand Russell)

Hari

Politik, Budaya, Bisnis, Hiburan pun, semua sangat peduli menentukan HARI, apalagi Agama. Masing masing bidang memberi nilai kepentingan terhadap hari, saat dan waktu. Saat, Momentum artinya titik waktu kejadian. Waktu kejadian adalah waktu tepat sehingga sesuatu itu bisa terjadi atau harus terjadi. Karena itu waktu itu berarti pula suatu “Peluang”, dimana saat tepat sesuatu terjadi terlaksana.

Dalam ritus atau perilaku keagamaan, dan kegiatan tradisional,  momentum sangat sering memperoleh makna lebih dalam. Apabila tidak terkait oleh ketentuan perhitungan saat yang akan diperingati, dikenang, maka sangat sering adanya makna ritual atau sesuatu yang mistis/supranatural.

Dalam rangka edukasi/pembangunan diri  “melaksanakan suatu gagasan,aspirasi, mengaktualisasikan inspirasi” harus menghitung saat-saat, waktu atau usia  yang tepat.

Dalam dunia bisnis bentuk ujud perencanaan, bahkan pada titik konsep dari suatu gagasan managemen bisnis dan atau aspirasi harus penuh perhitungan waktu / timing dalam pelaksanaannya atau aktualisasinya. 

Sekarang barulah kita bisa bermenung sebagai penulis dan/atau jurnalis. Kita boleh bertanya :

  • Sejauh mana kekuatan kreativitas kita untuk menata memanage kemungkinan adanya variable terkait dengan produk kita.?
  • Sejauh mana kreativitas kita menanggapi tantangan aktualitas, dalam memanage inspirasi dan aspirasi, berkaitan dengan peluang, momentum serta kesempatan yang ada.?
  • Sejauh mana kreativita (pengusaha) menciptakan Momentum untuk maksimal meraih keuntungan (bisnisnya).

Hari Raya.

Setiap bangsa, Negara, komunitas, kelompok besar kecil mempunyai deretan Hari Raya. Di Indonesia ini ada daftar Hari Raya Nasional, ada Hari Raya Keagamaan. Saya mencatat kata perayaan pertama sekali….dari merayakan, membuat raya atau meriah.

Pengertian “Merayakan”, “Selebrasi”,Konselebrantes,Solemnes, Meriah, Memuliakan saya tangkap pertama kali sewaktu saya belajar bahasa Latin. Dalam kalimat-kalimat latihan menterjemahkan ada kata2 itu. Celebratio adalah Perayaan Kemenangan.

Pada zaman kejayaan Negara Romawi kuno seorang Panglima Perang pulang lalu merayakan kemenangannya. Saya bayangkan bahwa budaya pesta dan makan berlebihan itu berakar dari euphoria orang pulang perang membawa harta dan perempuan. Dan situasi urban itu memupuk pandangan hedonism. Kutipan dibawah ini adalah sisa “konsep selebrasi dan euphoria” itu : “MILAN, KOMPAS.com — Pemain sayap Atletico Madrid, Yannick Carrasco, terlihat mencium seorang wanita seusai membobol gawang Real Madrid pada laga final Liga Champions di Stadion San Siro, Milan, Sabtu (28/5/2016). Usai mencetak gol, Carrasco merayakannya dengan cara yang unik. Ia melakukan selebrasi dengan berlari ke pinggir lapangan dan mencium seorang perempuan.”  (Hasil Googling spontan mencari karti kata Selebrasi.)

Dalam sejarah Mojopahit ada istilah Sadranan Agung. Raja memerintahkan penyelenggaraan  Perayaan, Kenduri Sesaji Besar untuk mendoakan dan mengenang para pahlawan sekaligus mengakui Hyang Widhi Tuhan Orang yang hidup di alam baka. Dewasa ini di Ganjuran, Yogyakarta, diselenggarakan Perayaan Missa Sadranan Agung setiap sekitar tanggal 10 Nopember atau hari Minggu terdekat dengan sepuluh Nopember, untuk mengenang dan mendoakan para Pahlawan Bangsa.

Jadi disana ada unsure perayaan kemeriahan, peringatan, kenduri, pengadaan semacam sesaji, doa, dan sebenarnya syukuran, syukur kemenangan. Sementara Peringatan bukan dalam arti “warning”, tetapi “memory”.

Pesta

Perayaan tak bisa tidak menjadi peristiwa social dan kebersamaan. Kita paham dari dulu hingga sekarang pertemuan yang dirayakan tentu sampai pada “makan bersama”. Makan, perjamuan, membawa makna Kasih dan Cinta. Symbolisasi cinta kasih dengan makan bersama ini meningkatkan makna makanan dari sekedar “Makanan yang adalah bahan, biasanya berasal dari hewan atau tumbuhan, yang dimakan oleh makhluk hidup mendapatkan tenaga dan nutrisi.” menjadi makanan symbol cinta kasih kebersamaan.

Komunikasi Kasih dan Cinta itu kenyataan juga yang mendasar pada hubungan manusia dengan Tuhannya. Dan justru Tuhan sumber atau yang membuat terjadi adanya Kasih dan Cinta. Maka komunikasi Kasih dan Cinta juga terjadi dengan (simbolisasi) Persembahan Kurban Makanan. Daging hewan yang dibakar, makanan yang disajikan, kenduri yang diselenggarakan. Definisi/arti kata 'kenduri' di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perjamuan makan untuk memperingati peristiwa, minta berkat, dan sebagainya. Selanjutnya kenduri menjadi sebuah tradisi yang sudah berjalan ratusan tahun, mungkin malah sudah ribuan tahun. Salah satu tradisi yang dianut secara turun temurun adalah tradisi Kenduri (Kenduren). Dan Makanan yang disajikan sebagai penghormatan kepada Sesembahan atau Tuhannya atau moyang leluhur manusia itu biasa disebut Sesaji.

Pesta Perjamuan sekaligus Peringatan yang diangkat menjadi Peribadatan keagamaan itu lengkap ada pada Peribadatan Gereja Kristen Katholik. Pada Kristen disebut juga Perjamuan, pada Katholik disebut Missa. Mereka selain menyelenggarakan kemeriahan doa resmi Umat, juga terlebih mengenang dan memperagakan kembali untuk memperingati perjamuan Paskah terakhir Yesus dengan para rasulnya, dst. Dan Yesus sendiri mengatakan: “… perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.” sehabis membagikan roti perjamuan PaskahNya itu (Lk.22,19).

Berbagi Maaf dan kembali kepada fitri.

Dari permenungan diatas beberapa “catatan kecil” atau “catatan pinggir” ingin saya sampaikan sebagai berikut ini :

  • Budaya membudayakan, mengembangkan. Aktualisasi dan membawa praksis yang cenderung memperbarui. Sebaliknya Agama mengendalikan cenderung membatasi.. Ada kreativitas dari generasi ke generasi.
  • Ada kecenderungan kebesaran dan keistimewaan Hari dan Event membuat orang merasa boleh memaafkan diri bebas dari rutinitas. Contoh : http://www.kompasiana.com/ venusgazer/lebaran-hari-boleh-nggak-pakai-helm_577cf63641afbdf618f05b48
  • Berbagi Maaf dan kembali kepada fitri, dihari Idul Fitri bukan buah budaya tetapi perintah  Agama, sekurangnya hak/anugerah istimewa seperti dalam agama Yahudi dan Katholik ada Tahun Sabath, Tahun Yubelium, Tahun Keselamatan bagi para pemeluknya.
  • Tetapi  menarik juga Rekan Kompasianer di @tuturku, mengupas acara mudik dan yang politis disini : http://www.kompasiana.com/tuturku/ritus-mudik-dan-yang-politis_5779ecb8927e610e28b7ee22  Dengan mengutip terlebih dahulu Weber yang mengatakan tentang perluasan rasionalisasi menghilangkan daya pesona (magis), mengutarakan gaya mudik sebagai seperti ritus yang ditawarkan sebagai siasat budaya yang berusaha melawan “kehampaan makna” karena budaya modern (urban) tadi. Kehampaan makna hidup di kota-kota. Kehampaan yang hadir sebagai konsekuensi radikal dari perluasan rasionalitas.
  • Sementara saya hanya ingin menyampaikan tambahan untuk mengarah kepada harmonisasi saja kutipan ini : “Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan rendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Al A’Raaf: 55) Dan mengajak berorientasi pada
  • Landasan dalam Menyikapi Tradisi/Budaya oleh PWNU Jatim a.l.: a. Ayat al-Qur'an dan hadits yang Redaksinya Mengakomodir Tradisi/Budaya Masyarakat b. Pengakomodiran Tradisi/Budaya Jahiliyah Menjadi Ajaran Islam c. Pendekatan Terhadap Tradisi/Budaya d. Melestarikan Tradisi/Budaya Yang Menjadi Media Dakwah 4. Sikap dan Toleransi Terhadap Pluralitas Agama dan Pemahaman Keagamaan a. Sikap Terhadap Pluralitas Agama b. Toleransi Terhadap Agama Lain c. Toleransi Terhadap Pemahaman Keagamaan Selain Ahlusssunnah wal Jama'ah 5. Konsistensi Menjaga Persatuan Bangsa untuk Memperkokoh Integritas NKRI.. http://www.kompasiana.com/terajuindonesia/hasil-bahtsul-masail-pwnu-jawa-timur-tentang-islam-nusantara_56c157387693730606bdecec

Demikian permenungan Syawalan saya ini, Semoga bermanfaat.

Salam hormat saya:  Ganjuran  9 Juli 2016, Emmanuel Astokodatu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun