Aku melirik kearahnya sambil melihat sekilas lalu bergumam didalam hati, “laki-laki satu ini memang parasnya ganteng, walaupun ga ganteng-ganteng amat. Hobinya juga baca buku, pinter dan dia ketua HIMA Fakultas Pendidikan. Dengan segudang kelebihannya wajarlah kalo banyak perempuan yang naksir dia.”
“Woy ... kenapa ga dijawab!“ kata Rio sambil membentak.
“Keliatannya. Ga usah dijelasin kali.”
“Kenapa sih kamu ga kaya perempuan lain gitu, aga sedikit Feminim.”
“Ini pilihan aku buat maskulin, lagian aku tuh nyaman aja dandan kaya gini ga ribet, mana ga punya duit buat beli Makeup, mending buat bayar kuliah, nanti juga ada masanya ko. Cantik itu, ga harus ngikutin mindset para Kapitalis, tapi menurut hati yg terdalam.”
“Kalo dadanan gini,mana ada cowok yang suka sama kamu.”
“Aku kuliah bukan buat nyari pacar. Mungkin aja ada yg suka sama aku, cuman ga nampak aja. Kaya hantu gitu,” kataku Percaya diri.
Sebenarnya waktu awal masuk di semester tiga, ada sahabatnya Rio namanya Ujang dia udah deket sama Rio sejak awal masuk. Tiba-tiba dia ngajak ketemu dan ngobrol sama aku. Dia bilang Rio itu suka sama aku sejak awal masuk kuliah, semakin mengenal aku dia semakin suka dan berubah menjadi cinta.
Apalagi sekarang aku sama Rio bakalan sering ketemu. Dan aku minta ke Ujang buat ga bilang ke Rio kalo aku tahu perasaan dia dan jangan pernah bilang perasaan aku ke Rio. “Jang, biar cinta aku dan Rio seperti ini dulu. Dan biarlah cinta kita juga yang menuntun arah perjalana kita,” kataku kepada Ujang.
Ujang adalah teman satu Kost Rio, dia kuliah di Jurusan Teknik Mesin jadi kita beda Fakultas sama Ujang. Dia juga aktif di HIMA sama seperti Rio cuman dia di HIMA Fakultas Teknik. “Oke deh, kalian udah dewasa itu pilihan kalian, aku cuma berharap kalian baik-baik aja,” kata Ujang sembari pergi.
Tiba-tiba Rio membuyarkan lamunanku.