"Tidak menunggu waktu lama, langsung saja ibu panggil kelompok 1, silahkan kelompok 1 maju kedepan" lanjut bu Dewi.
Kelompok 1 adalah kelompok Mawar, terdiri dari 4 anggota. Yaitu, Mawar, Syifa, David dan Reno.
"Assalamualaikum wr wb, perkenalkan saya Syifa, saya Mawardhani, saya David dan saya Reno" ucapnya seraya bergantian.
"Kami dari kelompok 1 akan mempresentasikan mengenai pahlawan integrasi bangsa. Yaitu, Frans Kaisiepo" ucap Syifa selaku ketua kelompok.
"Frans Kaisiepo adalah seorang pemuda yang berasal dari Papua. Ia lahir pada tanggal 10 Oktober 1921 di Biak, Papua" ucap Syifa.Â
"Frans Kaisiepo termasuk orang Papua pertama yang mengibarkan bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Bahkan Franky Sahilatua berkata 'surga kecil yang jatuh ke bumi' Disaat Papua masih di duduki Belanda, Frans Kaisiepo termasuk kedalam orang yang mengalami jatuh bangun menegakkan eksistensi Republik Indonesia di Papua" lanjut Syifa.
"Biak adalah wilayah pertama Papua yang berhasil membebaskan diri dari cengkraman Jepang pada tahun 1994. Ini semua tejadi karena kekompakan masyarakat sekitar dan bantuan dari tentara Amerika dengan membangun Batalyon yang tujuannya untuk mengalahkan Jepang. Pada saat itu Frans Kaisiepo telah menjadi tokoh masyarakat, ia pernah menjadi guru agama Kristen di Manokwari dan itu membuat Frans dihormati masyarakat sekitar karena waktu itu masyarakat belum banyak yang bersekolah" ucap Mawardahani.
"Pada tanggal 17 Agustus 1945, Frans sedang bersekolah di NICA atau kampung harapan. Sekolah bersifat singkat atau lebih tepatnya semcam kursus yang bernama Papua Bestuur School atau Sekolah Pegawai Papua. Pada saat itu Frans punya guru beretnis Jawa bernama Soegoro Atmoprasodjo, guru adalah seorang Digoelis yang berpengaruh dikalangan masyarakat Papua pro-Indonesia" lanjut Mawardhani.
"Karena pengaruh dari guru inilah yang membuat garis politik Frans semakin menjadi nasionalis pro-Indonesia. Sebagai manusia yang terpelajar Frans tidak suka dengan kata Papua dan menurutnya nama dianggap mengandung penghinaan dan pelecehan. Tidak semata-mata Frans ingin mengubahnya dibalik semua itu ternyata orang Ambon, Ternate, Sangir, Manado dan suku Melayu lainnya menggunakan nama Papua semacam nama penghinaan terhadap orang Papua. Selaku orang Biak, akhirnya Frans memikirkan nama Irarian yang memiliki arti berjemur atau terpapar sinar matahari nama itu adalah pengganti dari nama Papua. Pada bulan terakhir pembelajaran Frans menyuruh adiknya yang bernama Marcus Kaisiepo untuk mengganti papan nama sekolah yang asalnya Papua Bestuur School menjadi Irian Bestuur School" ucap laki-laki yang menjadi primadona kelas siapa lagi kalau bukan David.
"Nah pada akhir Agustus 1945 Frans kembali lagi ke Biak, dengan semangatnya yang masih menyala bahkan pada tanggal 31 Agustus 1945 Frans mengadakan upacara untuk merayakan kemerdekaan ini. Tetapi biasanya pada tanggal segitu diperingati sebagai Hari Kelahiran Ratu Belanda Wilhelmina dan itu membuat pejabat NICA Belanda Raden Abdul Kadir Widjojoatmojo di Indonesia timur tidak menyukainya" sambung David.