Mohon tunggu...
Asti Kumala Putri
Asti Kumala Putri Mohon Tunggu... -

tulisan adalah teriakan abadi sepanjang zaman

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Masjid dalam Konteks "Kekinian"

17 Maret 2018   13:47 Diperbarui: 17 Maret 2018   13:59 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ti, emang ga rame masjid sunda kelapa hari ini?"

tanya ibu-ibu tukang pecel yang melihat temannya si penjual buku gambar anak-anak berdiri di lintasan jogging Taman Suropati pagi ini. 

" ndak ada acara hari ini sepi".  

Acara yang di maksud adalah acara kajian, pengajian atau ceramah yang biasanya di gelar di masjid-masjid besar di Jakarta. Beberapa kali saya pernah mengikuti kajian malam rabu yang diadakan di masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru. 

Jamaahnya yang hadir sangat banyak, sampai-sampai ada yang melaksanakan sholat magrib di teras masjid. Momen ini rupanya dimanfaatkan pedagang untuk membuka lapak-lapak makanan, minuman, pakaian syari dan lainnya. Hal sepertinya juga di dukung dan di fasilitasi oleh pengurus pengajian karena walaupun banyak pedagang  yang berjualan namun kondisi lapak tetap rapi dan teratur. 

Banyaknya kajian rutin yang diadakan oleh masjid-masjid belakangan ini seolah mengembalikkan dan memperkuat fungsi masjid dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dominasi masyarakat muslim di negeri ini, membuat pengelola  yang mewakili masjid harus berpikir kreatif agar masyarakat tidak hanya mengakui eksistentsi masjid sebagai rumah ibadah, tetapi juga sebagai sebuah tempat yang penting dan wajib dikunjungi.  Untuk itulah, saya menulis beberapa konsep tentang masjid dalam konteks kekinian. 

Konsep Kekinian Memakmurkan Masjid

Anjuran untuk memakmurkan masjid sendiri telah di jelaskan dalam Al-Qur'an surat At-taubah ayat 18, namun dalam implementasinya seberapa luas makna "memakmurkan masjid"  itu sendiri?

Apakah cukup dengan berzakat, infaq dan shadaqoh setiap mengunjungi masjid? ataukah pengelola masjid bisa bertransformasi menjadi agen ekonomi yang mengajak semua masyarakat untuk memakmurkan masjid. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, terdapat potensi ekonomi yang dapat dimanfaatkan oleh masjid dari kegiatan-kegiatan ibadah yang di selenggarakan oleh masjid. 

Pengelola masjid dapat menerapkan tata kelola pasar yang baik kepada pedagang-pedagang yang berada disekitar masjid. Misalnya pengelola masjid bisa membuat tempat tersendiri yang bersih, rapi dan teratur di lahan masjid yang tidak terpakai. Pedagang yang ingin menjadi tenant harus membayar sejumlah fee yang ditetapkan oleh pengelola masjid. Dalam menetapkan fee, pengelola masjid tidak hanya berdasarkan laba yang akan didapatkan tetapi juga harus mempertimbangkan sisi sosial untuk membantu umat.

Selain memberdayakan aset tetap masjid berupa lahan, pengelola masjid juga bisa turut serta dalam menumbuhkan jiwa entreprenuerbaik dari sisi jamaah maupun masyarakat secara luas. Hal ini terdengar klasik memang, implementasinya pernah diterapkan di zaman Rasululullah berupa pembangunan Baitul Maal di lingkungan masjid. 

Secara finansial, penyaluran zakat, infaq dan shadaqoh  yang di salurkan oleh masjid harus terukur dan berdampak dalam hal pembangunan umat. Melalui instrumen tersebut, masjid dapat menjadi agen finansial yang menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat yang tidak mampu namun memiliki keinginan untuk memulai usaha. Dalam hal pengendalian risiko pembiayaan, masjid dapat berkerjasama dengan bank syariah sebagai mediator yang menyalurkan kelebihan dana masjid kepada masyarakat yang membutuhkan. 

Salah satu produk pembiayaan yang dapat digunakan adalah  produk investasi dana terikat dengan menggunakan akad mudharabah muqayaddah. Dimana pihak kelebihan dana dapat menentukan sendiri kepada siapa dana yang dimilikinya dapat disalurkan oleh bank. Terhadap dana yang salurkan tersebut, masjid sebagai pemilik dana juga dapat memperoleh keuntungan dari bagi hasil usaha yang tentunya harus digunakan kembali untuk kemakmuran umat. 

Tidak cukup berhenti hanya dari sisi finansial, masjid dapat menjadi agen transformasi dengan cara membuat inkubator bisnis bagi pengusaha muda. Sebagai tempat peradaban Islam tumbuh, masjid memegang peranan penting dalam hal pendidikan. Para calon pengusaha yang dibiayai oleh masjid harus mendapatkan pelatihan dan pendidikan bagaimana mengelola bisnis dengan baik secara Islami. Disini masjid tidak hanya berperan dalam memberdayakan masyarakat, tetapi juga menengakkan ekonomi syariah. 

Menciptakan Ruang Publik Kekinian

Dalam konteks masjid sebagai pembangun peradaban dan membentuk karakter, sudah seharusnya masjid harus didekatkan pada generasi ini. Salah satunya dengan memberikan gimmickberupa ruang-ruang publik yang instagramable. 

Saat ini, istilah instagramable merujuk pada tempat yang jika di foto dan diupload di media sosial dinilai memiliki seni keindahan. Dari mulai warung kopi yang dibuat klasik, Museum yang di modernisasi, taman bunga yang difasilitasi spot foto dengan berbagai ornamennya sampai dengan daerah-daerah yang pernah di jadikan tempat shooting sebuah film. 

Dalam hal ini, masjid dapat bertransformasi selain menjadi tempat ibadah juga ruang publik yang digunakan sebagai media berkumpulnya baik generasi muda, maupun keluarga-keluarga muslim. Jika saja masjid dapat menyediakan ruang publik yang diminati masyarakat, secara langsung masjid dapat mengontrol budaya dan pergaulan masyarakat. Ruang publik tersebut juga dapat menjadi media dakwah yang menyenangkan dan dekat dengan masyarakat.

Teknologi dan Digitalisasi yang Kekinian

Kita saat ini hidup di era, dimana anda bisa tahu saudara anda yang berada di Padang sedang apa melalui postingan instagramnya,  walaupun anda sedang berada di Jakarta. Saat ini kita biasa melihat anak-anak kecil memegang gadgetcanggih. Fenomena ini merupakan peluang bagi masjid untuk "memasarkan" acara kajian ataupun acara ke Islaman lainnya secara gratis melalui media sosial. 

Di kota besar, tidak semua orang ingin keluar rumah jika tidak memiliki jadwal kegiatan yang jelas yang harus diikuti. Untuk itulah, info kajian yang di post di Instagram atau media sosial lainnya dapt menjadi perpanjangan informasi yang mengajak masyarakat untuk menghadirinya. Masjid harus mampu membaca perubahan dinamika di masyarakat, sehingga bisa memahami media promosi yang tepat untuk berbagi infomasi mengenai kegiatan di masjid. Dalam hal ini, pengelola masjid harus "melek" teknologi sehingga bisa membawa masjid lebih dekat dengan masyarakat. Dalam jangka panjang, masjid tidak akan ditinggalkan oleh jamaahnya apalagi muncul "label" kuno. 

Salah satu dampak dari digitalisasi sektor finansial, saat ini masyarakat sudah mengurangi pengunaan uang kas sebagai media pembayaran. Sebagai gantinya saat ini munculnya atm, internet banking, mobile banking,  electronic money , QR-Pay dan media pembayaran lainnya. Pengelola masjid mau tidak mau, harus mengikuti tren perubahan ini. 

Sebagai langkah awal, saat ini sudah banyak masjid yang memang telah membuka rekening penampungan dana umat di bank, khususnya bank syariah. Secara logika kita akan sangat senang jika datang ke toko yang memiliki banyak media pilihan pembayaran (Cash, Credit Card, Debit Card, E-money, QR Pay dll), nah tentulah jamaah masjid juga akan sangat senang jika untuk beramal dan menyalurkan rejekinya di fasilitasi dengan banyak chanel pembayaran. 

 Dalam hal masjid dalam konteks kekinan, juga diperlukan peran semua pihak untuk berkolaborasi  agar masjid dapat terus dekat dengan masyarakat dan turut mengawal majunya peradaban pada setiap zamannya. Masjid tidak hanya menjadi saksi sejarah yang melihat perputaran kehidupan disekitarnya, tetapi juga menjadi peran utama dalam perubahan dan kemajuan yang terjadi di masyarakat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun