"Ti, emang ga rame masjid sunda kelapa hari ini?"
tanya ibu-ibu tukang pecel yang melihat temannya si penjual buku gambar anak-anak berdiri di lintasan jogging Taman Suropati pagi ini.Â
" ndak ada acara hari ini sepi". Â
Acara yang di maksud adalah acara kajian, pengajian atau ceramah yang biasanya di gelar di masjid-masjid besar di Jakarta. Beberapa kali saya pernah mengikuti kajian malam rabu yang diadakan di masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru.Â
Jamaahnya yang hadir sangat banyak, sampai-sampai ada yang melaksanakan sholat magrib di teras masjid. Momen ini rupanya dimanfaatkan pedagang untuk membuka lapak-lapak makanan, minuman, pakaian syari dan lainnya. Hal sepertinya juga di dukung dan di fasilitasi oleh pengurus pengajian karena walaupun banyak pedagang  yang berjualan namun kondisi lapak tetap rapi dan teratur.Â
Banyaknya kajian rutin yang diadakan oleh masjid-masjid belakangan ini seolah mengembalikkan dan memperkuat fungsi masjid dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dominasi masyarakat muslim di negeri ini, membuat pengelola  yang mewakili masjid harus berpikir kreatif agar masyarakat tidak hanya mengakui eksistentsi masjid sebagai rumah ibadah, tetapi juga sebagai sebuah tempat yang penting dan wajib dikunjungi.  Untuk itulah, saya menulis beberapa konsep tentang masjid dalam konteks kekinian.Â
Konsep Kekinian Memakmurkan Masjid
Anjuran untuk memakmurkan masjid sendiri telah di jelaskan dalam Al-Qur'an surat At-taubah ayat 18, namun dalam implementasinya seberapa luas makna "memakmurkan masjid" Â itu sendiri?
Apakah cukup dengan berzakat, infaq dan shadaqoh setiap mengunjungi masjid? ataukah pengelola masjid bisa bertransformasi menjadi agen ekonomi yang mengajak semua masyarakat untuk memakmurkan masjid. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, terdapat potensi ekonomi yang dapat dimanfaatkan oleh masjid dari kegiatan-kegiatan ibadah yang di selenggarakan oleh masjid.Â
Pengelola masjid dapat menerapkan tata kelola pasar yang baik kepada pedagang-pedagang yang berada disekitar masjid. Misalnya pengelola masjid bisa membuat tempat tersendiri yang bersih, rapi dan teratur di lahan masjid yang tidak terpakai. Pedagang yang ingin menjadi tenant harus membayar sejumlah fee yang ditetapkan oleh pengelola masjid. Dalam menetapkan fee, pengelola masjid tidak hanya berdasarkan laba yang akan didapatkan tetapi juga harus mempertimbangkan sisi sosial untuk membantu umat.
Selain memberdayakan aset tetap masjid berupa lahan, pengelola masjid juga bisa turut serta dalam menumbuhkan jiwa entreprenuerbaik dari sisi jamaah maupun masyarakat secara luas. Hal ini terdengar klasik memang, implementasinya pernah diterapkan di zaman Rasululullah berupa pembangunan Baitul Maal di lingkungan masjid.Â