Mohon tunggu...
Asrol Uyuni
Asrol Uyuni Mohon Tunggu... Guru - Guru

Membaca adalah jendela dunia, memahaminya adalah cahaya penerang. Menulis bacaan yang layak dibaca adalah tanda jejak keabadianya.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pengembangan Bahan Ajar Berbasis HOTS di SD

31 Juli 2022   21:53 Diperbarui: 31 Juli 2022   21:57 2035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR 

BERBASIS HOTS 

(HIGHER ORDER SKILLS) DI SEKOLAH DASAR 

Abstrak

Berlakunya kurikulum 2013 sudah mengarahkan pembelajaran yang melatih dan membiasakan peserta didik untuk berfikir tingkat tinggi (HOTS) sehingga keterampilan berfikir Higher Order Thinking Skills (HOTS )ini seharusnya telah ditanamkan dan dikembangkan sejak dini. Peserta didik pembelajar cepat di sekolah dasar yang memiliki kebutuhan belajar tidak sama, mereka cendrung mandiri dalam belajar dan memiliki kecepatan berbeda dalam mencapai kompetensinya. Guru sebagai salah satu komponen penting dalam pembelajaran dituntut dapat memfasilitasi mereka dalam memenuhi kebutuhan belajarnya itu. Salah satu tugas keprofesionalan guru  mengharuskannya dapat menyusun dan mengembangkan  bahan ajar yang dapat memenuhi kebutuhan belajar peserta didik serta mendukung efektivitas pembelajaran di sekolah dasar.

  • Penelitian dan pengembangan ini bertujuan untuk menghasilakan modul pengayaan berbasis Higher Order Thinking Skills (HOTS) bagi peserta didik kelas 5 sekolah dasar pada muatan bahasa Indonesia yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan guru dan peserta didik pembelajar cepat yang telah teruji efektivitasnya.
  • Penelitian dan pengembangan (Research & Development/ R&D) ini menggunakan 10 tahapan Borg and Garll (1983), yaitu research and information collecting sampai final product revision, sehingga secara prosudural telah layak untuk digunakan oleh peserta didik kelas 5 sekolah dasar. Efektivitas modul pengayaan ini diuji dengan instrumen  tes hasil belajar, uji kepraktisan yang dilakukan dengan kuisioner terhadap respon siswa dan guru sebagai pengguna modul, serta uji validasi dari 2 orang validator ahli.
  • Hasil validasi ahli menunjukkan 100 % modul pengayaan yang dikembangkan sudah tepat menunjukkan kecermatan isi, ketepatan cakupan isi, ketercernaan, penggunaan bahasa, perwajahan, ilustrasi, kelengkapan komponen dan evaluasi sehingga modul pengayaan berbasis Higher Order Thinking Skills (HOTS) sangat layak digunakan dengan skala luas oleh siswa kelas 5 SD/MI.
  • Sedangkan uji efektifitas dari hasil belajar peserta didik mencapai rerata 71,09 atau secara kualitatif bernilai "B". Sedangkan angka ketuntasan belajar secara kalisikal mencapai 80 %. Uji kepraktisan dari respon siswa kelas 5 SD/MI menunjukkan bahwa rata-rata persentase kevalidan modul pengayaan ini mencapai 94,23 % dan dapat dinyatakan valid sedangkan respon guru menunjukkan 88, 25 % maka reratanya mencapai 91,24 %  termasuk kategori sangat praktis. Data juga menunjukkan 100% guru sangat setuju bahwa modul pengayan membantu guru dalam melaksanakan program pengayaan di sekolah dan modul pengayaan Berbasis Higher Order Thinking Skills (HOTS) dapat melatih dan mengembangkan kebiasaan berfikir dan keterampilan berfikir tingkat  tinggi pada siswa kelas 5 SD/MI.

  • Kata Kunci: Bahan Ajar, Pengayaan,HOTS

    • PENDAHULUAN
  • Berlakunya kurikulum 2013 telah mengarahkan pembelajaran yang melatih peserta didik untuk berfikir tingkat tinggi. Keterampilan berfikir bermuatan Higher Order Thinking Skills (HOTS) perlu ditanamkan dan dikembangkan sejak dini. Terutama pada peserta didik program pengayaan yang telah menuntaskan materi pelajaran dengan lebih cepat, mandiri dan memiliki kebutuhan belajar yang variatif. Kemampuan berfikir Higher Order Thinking Skills (HOTS) merupakan cara berfikir yang mengedepankan nilai-nilai berpikir kritis dan kreatif sehingga dipandang mampu memberikan solusi dalam mempersiapkan peserta didik yang mampu berpikir kritis, kreatif, inovatif dan dapat bersaing di era globalisasi.

    Guru sebagai salah satu komponen penting dalam pembelajaran dituntut dapat memfasilitasi peserta didik dalam belajar, salah satu tugas keprofesionalannya menuntut guru dapat mengembangkan  bahan ajar yang dapat mendukung efektivitas pembelajaran di sekolah dasar.

    Bahan ajar berisi materi atau konten yang perlu dipelajari oleh peserta didik dalam prosese pembelajaran. Bahan ajar digunakan untuk memandu proses pembelajaran, yang disusun secara sistematis, dan dapat digunakan untuk memediasi atau memfasilitasi peserta didik dalam belajar guna mencapai tujuan pembelajaran tertentu."Bahan ajar yang disiapkan haruslah mengacu pada tujuan yang digariskan dalam kurikulum, sesuai dengan perkembangan kebutuhan peserta didik, perkembangan teknologi informasi, dan lingkungan setempat sehingga pembelajaran menjadi bermakna dan mudah dipahami oleh peserta didik, karena itu bahan ajar memiliki kontribusi yang besar bagi bagi keberhasilan proses pembelajaran yang dilaksanakan" (Pastowo, 2015).

    • Mengingat pentingnya pengembangan bahan ajar yang disesuaikan dengan kebutuhan, lingkungan dan karakteristik peserta didik, maka penyusunan bahan ajar idealnya dilakukan sendiri oleh guru. Namun pada kenyataannya masih bangat banyak guru atau dosen yang menggunakan bahan ajar buatan orang lain atau bikinan pabrik, padahal mereka tahu dan sadar bahwa bahan ajar yang digunakan itu tidak sesuai dengan konteks dan situasi sosial peserta didik.
    • Terkait penggunaan bahan  ajar, peneliti melakukan penelitian pendahuluan dengan angket kuisioner pada 30  orang responden kepala sekolah dan guru di SDN 1 Montong Tangi Kecamatan Sakra Timur dan di Madrasah Ibtidaiyah  Nahdlatul Wathan Kecamatan Selong.  Data menunjukkan semua responden menyatakan bahan ajar secara umum tersedia disekolah, namun 53,3 % responden guru tidak menggunakan bahan ajar yang dibeli dan disiapakan sekolah, 80 % mereka memilih mencari sendiri di internet, koran, majalah dan buku-buku refrensi lain, 86,7 % responden memilih  menggunakan bahan ajar buatan mereka sendiri. Artinya sebagian besar guru memilih menggunakan bahan ajar buatan mereka sendiri dari pada bahan ajar yang disipakan sekolah. Para guru di sekolah dasar negri/ Madrasah Ibtidaiyah swasta tersebut memiliki kemampuan untuk mencari dan membuat bahan ajar sendiri dalam proses pembelajaran. Tapi pada kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pengayaan khususnya bagi peserta didik pembelajar cepat hanya 20 % responden menyatakan ada bahan ajar yang disiapkan pihak sekolah namun 80 % menyatakan sekolah tidak menyiapkan bahan ajar untuk kegiatan pengayaan sama sekali.
    • Guru tidak tinggal diam dan menindak lanjutinya dengan memberikan tugas tambahan berbentuk penugasan, namun mengingat peserta didik pembelajar cepat rata-rata memiliki motivasi belajar yang tinggi dan memiliki kecepatan belajar yang berbeda guru kewalahan menyiapkan berbagai tugas berbeda untuk tiap anak, oleh karena itu guru sangat memerlukan bahan ajar yang dapat memenuhi kebutuhan mereka.
    • Modul menjadi salah satu pilihan alternatif yang sesuai, karena cocok dipakai oleh siswa yang mandiri dan memiliki kecepatan belajar yang berbeda-beda. Hasil wawancara juga menunjukkan sebagian besar responden memilih modul sebagai bahan ajar yang tepat, namun modul pengayaan tidak ada di sekolah  dan tidak mudah pula bagi guru untuk menyusunnya sendiri, oleh karena itu  pengembangan bahan ajar berbentuk modul pengayaan sangat di perlukan untuk membantu guru memfasilitasi siswa pembelajar cepat di sekolah dasar.
    • Maka bahan ajar yang disiapkan oleh guru bagi peserta didik program pengayaan adalah bahan ajar yang bersifat dapat dipelajari oleh peserta didik secara perseorangan (self instructional) dan self-contained berisi materi pelajaran yang dapat diselesaikan secara individual dan mandiri setelah peserta didik menyelesaikan satu satuan pembelajaran selanjutnya dapat melangkah maju dan mempelajari satuan pembelajaran berikutnya.
    • Pengembangan bahan ajar haruslah mengacu pada kurikulum. Kurikulum yang berlaku disusun dengan mengacu pada dinamika perkembangan global dan berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya pada masa kini dan yang akan datang. Kebutuhan peserta didik masa kini dan masa depan secara global dikembangkan dunia internasional dengan menekankan pembelajaran 4C (critical thinking, communication, collaboration, and creativity), yang merupakan empat keterampilan yang sangat penting dan diperlukan untuk pendidikan abad ke-21.
    • Indonesia mengikuti perkembangan dunia pendidikan internasional dengan menetapkan kurikulum 2013 yang terus diperbaharui dan dikembangkan sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Untuk itu kurikulum 2013 dirancang dengan berbagai penyempurnaan antara lain pada standar isi memperdalam dan memperluas materi yang relevan, memperkaya keterampilan berpikir kritis dan analitis sesuai dengan standar internasional. Penyempurnaan lainnya juga dilakukan pada standar penilaian, dengan mengadaptasi secara bertahap  model penilaian standar internasional. Penilaian hasil belajar diharapkan dapat membantu peserta didik untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi Higher Order Thinking Skills/HOTS (Hadi, 2018). Namun dalam proses pelaksanaannya, masih banyak kendala yang terjadi.
    • Realita yang dihadapi bangsa kita menunjukkan kualitas hasil pendidikan masih tertinggal dari negara-negara lain. Hasil pengukuran Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 menunjukkan "Kemampuan baca siswa Indonesia berada dalam kelompok kurang, skor matematika dan sains di bawah rata-rata. Indonesia alami tren penurunan kemampuan sejak tahun 2000 untuk literasi baca, matematika, dan sains" Yuri Belfali (Head of Early Childhood and Schools OECD) (Harisusilo, Y.E. 2019)
    • Pemerintah dan institusi penyelenggara pendidikan bertanggung jawab terhadap rendahnya kualitas pendidikan bangsa kita ini. Sulfemi, 2019; Suwardana, 2018 menyatakan:  "The responsibility of educational institutions in entering the new era of globalisation must prepare students to face all the challenges that change very rapidly in our society (Fahrurrozi & Mohzana, 2019). Tanggung jawab lembaga pendidikan sangat besar dalam memasuki era baru globalisasi sekarang ini karena harus mempersiapkan peserta didik agar siap menghadapi semua tantangan dan perubahan sangat cepat yang terjadi di masyarakat. Institusi pendidikan harus mampu menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul yang mampu bersaing dalam kompetisi global.
    • Pemerintah berupaya meningkatkan mutu pendidikan dengan menetapkan berbagai regulasi, antara lain Permendikbud No 22 tahun 2016 tentang standar isi yang mengarahkan peserta didik pada pembelajaran Higher Order Thinking Skills (HOTS). Prinsip pembelajaran yang sejalan dengan pembelajaran bermuatan Higher Order Thinking Skills (HOTS) antara lain dari peserta didik diberi tahu menjadi peserta didik mencari tahu, dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar, dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah, dari pembelajaran berbasis konten menjadi berbasis kompetensi, dari pembelajaran parsial menjadi terpadu, dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multidimensi.
    • Tuntutan untuk mempraktikkan prinsip pembelajaran tersebut belum dapat sepenuhnya dilaksanakan di sekolah dasar, karena proses saat ini masih berkisar pada pembelajaran yang bermuatan Low Order Thinking Skills/LOTS (Usmedi, 2017). Pembelajaran masih bermuatan pada mengingat atau hafalan dan pemahaman sederhana. Metode dan pola pembelajaran yang dominan LOTS, pada perkembangan selanjutnya akan memposisikan siswa sebagai objek belajar pasif (Rapih & Sutaryadi, 2018).
    • Data dari penelitian awal yang dilakukan penulis juga menunjukkan fakta bahwa, 6,67 % responden guru tidak mengetahui dan tidak  pernah mendengar istilah HOTS,  16,67 % guru tidak memahami HOTS, 80 % menerapkan HOTS dalam proses pembelajaran dan 63,33 % melakukan evaluasi berbasis HOTS serta 50 % menindaklanjuti siswa pembelajar cepat dengan pengayaan melalui tugas tambahan.
    • Dari data penelitian tersebut menunjukkan tidak semua guru selaku penanggung jawab pembelajaran mengetahui, memahami dan menerapkan  Higher Order Thinking Skills/HOTS dalam pembelajaran sebagai amanat kurikulum yang seyogyanya harus dilakukan sebagai pertangung jawaban profesionalismenya.
    • Berdasarkan realita di atas, maka perlu adanya pembinaan dan penekanan dalam pelaksanaan proses pembelajaran, serta penilaian berbasis berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills/HOTS). 
    • Peneliti optimis dan memandang perlu mendesain sebuah bahan ajar berbentuk modul pengayaan berbasis Higher Order Thinking Skills (HOTS) yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dan kebutuhan peserta didik serta guru di sekolah dasar. Sedangkan spesifik modul hanya pada muatan bahasa Indonesia, karena penulis berkeyakinan muatan bahasa Indonesia sangat penting untuk di kembangkan di sekolah dasar mengingat fungsi bahasa Indenesia sendiri sebagai penghela mata pelajaran lain (carrier of knowledge).
    • Tidak hanya terkait kurikulum, hasil pengukuran PISA 2018 juga menjadi acuan bagi peneliti untuk turut serta mengembangkan kemampuan berliterasi siswa sekolah dasar. Menurut world's most literate nations ranked tahun 2016, "Budaya litearsi masyarakat di Indonesia sangat rendah (Sumaryanti, 2018). Rendahnya budaya literasi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang diantaranya adalah memiliki waktu luang untuk membaca, perkembangan teknologi dan contoh dari orang tua (Nahdi & Yunitasari, 2019). Padahal kemampuan literasi pada anak mempengaruhi perkembangan sosial-emosional, emosi, perkembangan kognitif dan yang paling utama adalah perkembangan bahasanya (Nahdi & Yunitasari, 2019), jika anak mampu berkomunikasi dengan lingkungan sekitar maka akan tumbuh kepercayaan anak dan dapat melakukan interaksi dan sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.
    • Berangkat dari uraian diatas maka tujuan dari penelitian dan pengembangan (Research and Development) ini adalah untuk menghasilkan modul pengayaan berbasis Higher Order Thinking Skills (HOTS bagi peserta didik kelas 5 sekolah dasar pada muatan bahasa Indonesia yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan guru dan peserta didik pembelajar cepat yang telah teruji efektivitasnya.
  • Pentingnya penelitian pengembangan ini didasarakan pada analisis kinerja (performance analysis) dan analisis kebutuhan (need analysis) awal yang dilakukan peneliti antara lain adanya perubahan paradigma pembelajaran yang menekankan pada melatih keterampilan berfikir tingkat tinggi Higher Order Thinking Skills (HOTS) guna mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia agar siap bersaing di masa yang akan datang, memenuhi kebutuhan kerangka kerja pembelajaran abad 21 3Rs (Writing, reading dan aritmethics) dan 4Cs (Creativity, Critical Thinking, Collaboration, Communication) yang mendasari kemampuan berfikir tingkat tinggi, dan ini  merupakan hal sangat penting dalam kegiatan pembelajaran di abad 21,  untuk menyediakan bahan ajar modul pengayaan bagi guru dan peserta didik kelompok pembelajar cepat sekolah dasar yang cendrung mandiri dan memiliki kecepatan belajar yang berbeda yang sesuai dengan tuntutan kurikulum serta dapat mendukung efektivitas pembelajaran disekolah dasar.

    • METODE PENELITIAN
    • Penelitian ini menggunakan  metode penelitian dan pengembangan (Research & Development/ R&D menurut  Borg and Garll (1983). Bahan ajar berbentuk modul pengayaan yang berbasis HOTS (Higher Order Thinking Skills) pada muatan bahasa Indonesia yang dihasilkan melalui prosudur pengembangan yang telah disesuaikan dengan kondisi dilapangan.

      Pendekatan penelitian menggunakan  pendekatan campuran (mix method) yang mengadopsi pendekatan kualitatif dan kuantitatif yang merupakan kombinasi keduanya, hal ini dilakukan untuk mengatasi keterbatasan desain tunggal. Data kualitatif penelitian diperoleh dengan survey yang dilaksanakan dengan metode observasi, kuisioner dan wawancara yang dilakukan langsung oleh peneliti yang sekaligus guru di lokasi penelitian Hasil kuisioner direkapitulasi dan dianalisis agar dapat digunakan sebagai data pendukung penelitian awal dan data pada tahap proses penelitian pengembangan berikutnya. Adapun data kuntitatif dibutuhkan dalam menguji efektivitas produk modul yang dihasilkan.
      Untuk mengetahui efektivitas modul ini, peneliti melakukan uji efektivitas dengan hasil belajar peserta didik, uji kepraktisan dengan kuisioner dan masukan dari guru (respon guru terhadap pennggunaan modul), kuisioner dari siswa pengguna modul.
      Data hasil belajar dianalisis dengan pengukuran ketuntasan menggunakan Kriteria Ketuntasan Belajar Minimal muatan Bahasa Indonesia (KKBM) yaitu 65.Uji Kepraktisan diperoleh dengan menyebarkan kuisioner pada guru dan siswa pengguna Modul Pengayaan pada uji coba perorangan, uji coba terbatas dan uji lapangan lebih luas. Sedangkan instrument validator ahli yang digunakan adalah instrument validasi yang dimodifikasi dari instrumen Evaluasi Kelayakan Bahan Ajar oleh Heinich, Molenda, Russel dan Smaldino. (1996).

    • HASIL DAN PEMBAHASAN
    • Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Research & Development R&D menurut  Borg and Garll (1983) yang pelaksanaannya sampai pada tahap 9. 1. Penelitian Pendahuluan
    • Penelitian pendahuluan dilakukan oleh peneliti untuk menemukan potensi dan masalah yang sedang dihadapi guru maupun siswa di SDN 1 Montong Tangi dan MI NW Selong sebagai sampel, lalu kemudian menyusun rencana penelitian tindak lanjut.
    • Peneliti melakukan studi pendahuluan atau studi eksploratif untuk mengkaji, menyelediki, dan mengumpulkan informasi dengan  melakukan analisis kebutuhan, kajian pustaka, observasi awal di kelas, identifikasi permasalahan yang dijumpai pada pembelajaran, dan juga menghimpun data tentang faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pembelajaran. Dalam studi ini instrumen yang dapat digunakan oleh peneliti antara lain: observasi, kuisioner , wawancara dan dokumentasi.
    • Data yang didapatkan berupa gambaran kondisi pembelajaran yang berlangsung, hasil belajar siswa dan kegiatan tindak lanjut berbentuk remedial dan pengayaan.
    • Perencanaan Pengembangan
  • Perencanaan Pengembangan bahan ajar berbentuk modul pengayaan berbasis HOTS (Higher Order Thinking Skills) sesuai dengan tahapan pengembangan Borg & Gall (1983) sampai pada tahap 10 yaitu:

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
    Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun