ranggas siang dan leleh peluh
kau kembali memagut
menuntaskan keinginan yang lewat sesaat
kerinduan membalut kebencian
berhambur pertanyaan tentang luka
dan dendam sepanjang jalan
aku masih langit yang dulu, desahmu
pengap udara dan gegar detak jantung
lebih riuh dari raung sinso
aku mencatat bagaimana kesetiaan mulai berkarat
dan rindu diam-diam menjadi laknat
separuh dadamu penuh asap
masihkah kau langit yang dulu?
selalu saja kutempuh jalan ini dalam pekat
tapi kuyakin  kau masih di situ
menghitung rambut yang mulai rontok satu-satu
menimang pertobatan dan nasib
selalu kubayangkan silhuet tanganmu melambai
untuk sekedar mengulang pertemuan
atau mungkin memastikan perpisahan
Bangko-Jambi 1440 H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H