Mohon tunggu...
asni asueb
asni asueb Mohon Tunggu... Penjahit - Mencoba kembali di dunia menulis

menyukai dunia menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kereta Siang Melaju Membawaku, Demi Satu Rasa

24 Februari 2021   17:49 Diperbarui: 24 Februari 2021   17:51 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


  Setahun sudah aku tak menginjakkan kaki ke kota kenangan. Kota yang mempunyai arti sendiri dalam perjalanan hidupku.

Meninggalkan berjuta kenangan yang tak mampu aku burai, masih tetap dalam kotak yang sama, rasa yang sama,  setiap lembaran mempunyai makna dan arti.

Setiap kali kata yang keluar dari bibirmu akan aku jadikan bait bait puisi yang akan mengingatkan perjalanan bahwa kita pernah ada walau tak sempat dalam syair yang sama. 

Malam ini langit menangis, raungan silih berganti, seakan tahu bagaimana hati dan jeritan jiwa. 

Kenapa harus ada butir butir virus beterbangan hingga langkah terhenti. Tubuh tersekat, padahal hati ingin kembali berkelana dalam jiwa jiwa yang berkalang rindu. 

Hingga kereta malam yang sering mengantarkan aku pulang pun seakan terpatri hingga tak mampu bergerak dan menghantarkan jiwa jiwa yang merindu.

Hanya mampu mengenang sekelumit kisah tahun lalu. Setengah memaksa, agar sang suami mengizinkan untuk pulang. Dia pasti tahu ke mana tujuan ketika aku pulang, tak lain menuju bait bait puisi yang tak berujud syair.  Menatap tetesan hujan yang membasahi rerumputan di balik jendela. Seakan tergambar di ujung sana kita menari-nari tak kala hujan membasahi tubuh 

**

Kepulangan  kali ini, tak memberi kabar kepada siapa pun termasuk dirimu.  Aku hanya kebagian tiket kereta siang, demi rasa aku mencoba untuk menggunakan kereta siang. Tahukah kau, betapa tersiksanya aku di kereta siang walau aku telah membeli dua  bangku namun tetap merasa tersiksa.

Keringat mulai membasahi baju, entah berapa botol air putih telah menghilangkan dahaga terlebih aroma aroma yang tak mengenakan pernapasan. Kau pasti masih ingat bagaimana aku takut akan keramaian, demi satu rasa aku mencoba melawan dan pejamkan mata. Walau gerah membuat kegelisahan.

Demi sebuah rasa mencoba melawan rasa takut, demi sebuah rasa menghilangkan segalanya. Adakah kau tahu, perjuangan batin di dalam kereta siang yang tak pernah kutumpangi. Kereta terus melaju dari stasiun satu ke stasiun yang lain, delapan jam  bertahan untuk rasa yang tak mampu menembus dinding rindu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun