Melihat
dedaunan  basah oleh rinai hujan. Pikiran berlabuh pada kenangan yang pernah kita toreh bersama, yang berawal bukanlah tentang cinta sepasang kekasih namun sekedar rasa sayang antara dua sahabat.Pondasi yang kita bangun kata mereka tidaklah kokoh karena tanpa kata cinta. Kita masih terus membangunnya tanpa mendengarkan kiri dan kanan yang bicara.Â
Saat itu yang kita rasa hanyalah ikatan hati semakin erat dengan berbagai riuhnya kicauan burung yang terkadang tak menyukai tali yang kita rajut.Â
Bahkan mereka sering membicarakan kita disaat kita tak ada. Bagi kita itu bukanlah suatu masalah yang berarti, tanpa mereka kisah kita tetap berjalan.Â
 Tak terasa tiga tahun perjalanan kita, pondasi yang kita bangun hanya berdinding balai bambu sedangkan atapnya dari pelepah. Sesederhana inikah kisah yang kita agungkan dan rindu yang kita tebarkan.
Namun kita tetap berjalan, tak mengubah apa apa yang telah kita bangun hanya berdasar kata "sayang". Walau terkadang kaki, tangan, bahkan tubuh kita terluka terkena bulu bambu.Â
Kalau hujan datang kita kehujanan karena pelepah itu masih celah. Impian yang selalu kita hidupkan agar suatu saat kita bisa membangunnya dengan lebih kokoh.
Walau kalimat "cinta" tak pernah keluar dari mulut kita berdua, hanya mengikuti naluri kita.Â
Hingga waktu memisahkan kita sedangkan yang kita bangun belumlah selesai. Dengan perih yang terus menyayat setiap tubuh, melepaskan itulah jawabannya.
Pondasi kita ternyata benar belumlah kokoh karena tanpa cinta semestinya. Walau apa yang kita rintis bukan aku atau kau yang berada di dalamnya. Â
Membiarkannya hingga waktu memberi kita untuk bersua namun terpisah kembali karena keadaan yang membuat kita saling menjauh tanpa pernah ada kata.Â
Kembali langkah dipertemukan, kau bilang tak ingin terlambat, agar pondasi semakin kokoh, mari bicara tentang cinta yang tak pernah kita bicarakan.Â
Untuk apa bercerita tentang cinta jika cinta itu hanya berada dalam bayang dan angan tanpa pernah menjadi nyata.Â
Hanya sebagai pelengkap kehidupan dan percantik sebuah kisah, bahwa kita saling sayang tanpa ucapkan cinta namun masih saling mencinta dalam diam yang terpanjang kita lakoni.Â
Aku takut jika bicara tentang cinta namun kita hanya bisa bicara dalam keheningan yang sudah tercipta sedari dulu, biarkanlah semua seperti apa adanya.Â
Karena kita telah membangun pondasi yang berbeda, yang lebih kokoh dengan cinta hingga berdinding yang kuat, beratap baja.Â
Biarkan pondasi yang lalu menjadi kenangan disaat kita menua,bahwa kita pernah membangun pondasi bersama walau cinta itu hanya terselip dalam bale bale bambu pelepas lelah.Â
Walau melepas dirimu dan diriku kita rasakan hal yang sama. Menyiksa bathin, luka dan kembali luka, Namun ketulusan untuk melepas telah menebal. Berjalan di dua persimpangan  walau kita pernah berharap bertemu pada satu titik yang sama.
Melupakan itu tidak mungkin namun seiringan waktu yang terlewat akan lebih memahami bahwa cinta tak mesti bersatu. Reinkarnasi  waktu mungkin kita dipersatukan kembali.Â
Sebelum kau berlalu, sempat kau bisikan kata "Kau nafas dalam hidupku,"Â
tawa lepas menerbangkan kita sedikit pada ketulusan hati walau ada yang bilangÂ
"Cinta ini terlarang,"Â
tapi tak sedikit pun kita tergoyahkan  karena cinta ini tulus dan suci, rindu yang kita rasa adalah rindu yang sama, namun kini tinggal jejak rindu dan kenangan yang tersisa, tapi yakinlah rindu ini tak akan pernah pupus dan di taman yang sama dia akan berada di sana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H