Sedari remaja kita  bersama, penuh suka, duka dan luka tak pernah terpisahkan. Semua dijalani bersama, saling menguatkan . Suatu hari karena ego kita terpisah pada jarak dan waktu.
Takdir mempertemukan dengan keadaan berbeda, kembali dipisahkan oleh takdir. Dua puluh tahun  kemudian takdir mempertemukan kembali.Â
Hari hari yang kita lalui penuh kegembiraan terkadang terselip kesedihan namun hanya sejenak. Namun aku tahu ada yang terluka atas kebersamaan sebatas kaca.
Dua puluh enam tahun tak menjamin sosok itu membuka hatinya dan berdamai dengan hatiku. Menerima aku menjadi bagian keluarganya, menganggap aku adik bungsu dari suaminya.
Andai dia tahu semua hanya sebatas keinginan orang tuanya agar kami bisa bersatu. Tapi ikrar kita berdua akan tetap dipegang teguh, Darah kita sudah menyatu. Tak akan ingkari suratan takdir kita saudara.
Namun di awal tahun ini aku harus bisa memilih  bahagia milikku atau milik mereka. Maafkan aku biarkan aku kembali seperti dulu tanpamu dalam hari hariku, bukankah aku sudah terbiasa tanpamu.
Melewati lelah, sakit, kecewa, sedih sendiri. Bukankah sudah terbiasa sendiri . Sosok itu tak ingin kau membagi jiwamu untukkuÂ
Maafkan biarkan aku kembali pada kesendirianku melewati segalanya, Allah yang akan menjagaku, Allah yang akan mendekap.Â
Maafkan bila aku melawan takdir, aku menjauh dari takdir yang menemukan kita hanya karena tak ingin ada yang terluka atas kehadiranku. Namun percayalah kau tetap sosok kakak yang penyayang  yang terbaik aku punya. Walau tiada sapa apa lagi canda, ada doaku selalu untuk bahagia mu.
Ruang kosong 010120
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI