Mohon tunggu...
asni asueb
asni asueb Mohon Tunggu... Penjahit - Mencoba kembali di dunia menulis

menyukai dunia menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta dalam Hidupnya

8 Desember 2020   20:24 Diperbarui: 8 Desember 2020   20:39 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wanita yang bersahaja, kemanjaan di wajahnya masih terlihat, senyumnya  masih terlihat manis walau wajah menuanya menutupi, modis walau sudah berumur pakaiannya selalu enak di pandang mata. Wajar dibilang ayah, dia bidadari ayah, yang meluluh lantakan  hati ayah.  

Beda dengan ibuku.  Sekarang terjawab sudah  kenapa ayah lebih banyak diam. Menikmati kesendiriannya, dengan lamunan kenangannya. Betapa setianya ayah dengan cinta dan rasa yang di miliki. Begitu pula bunda ini, masih menyimpan rasa cintanya, masih setia menunggu senja berlalu di dermaga. 

Lamunanku buyar, mendengar suara laki laki yang lembut dan santun.

"Mari bu, kita pulang senja sudah berlalu, esok aku akan mengantar ibu kembali ," kata anaknya  sembari menggenggam tangan ibunya.

"Mari dek, terima kasih sudah menemani ibu saya," katanya lagi.

"Bunda, pulang ya nduk," kata ibu sembari memegang wajahku.

Tangan itu, jemari itu penuh kasih. Aku yang hanya beberapa detik bersamanya merasakan kenyamanan sendiri. Kau tak salah mencintai sosok wanita ini ayah.

Sekarang aku tahu, kenapa keluarga ibu selalu bilang, aku tidak sama dengan ibu baik dari wajah maupun tingkah laku. Ternyata aku mirip bunda tadi. Di pikiran ayah hanya sosok wanita yang dia cintai puluhan tahun yang lalu. Raganya bersama ibuku tidak hati dan cintanya.

Namaku pun singkatan dari nama  bunda itu dan ayah. Marah! Dengan ayah, tidak aku tidak pernah marah atas apa yang ada di pikiran ayah menduakan ibuku dalam angan. 

Aku bangga  dengan ayah mampu bertahan dalam cintanya , begitu pula bunda itu walau mereka tahu mereka tidak pernah bisa bersatu. Bagi ayah, bunda itu sempurna, begitu pula bunda menganggap ayah sempurna.

 Mungkin sama  sama sempurna itulah mereka tidak bisa bersatu. Bukankah kehidupan rumah tangga saling melengkapi satu sama lain. Seperti nasehat ayah sebelum aku menikah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun