Kulihat ibu memang tabah dan sabar..Mereka mendekap kami bertiga di hadapan ayah yang tengah terbaring dengan tenang. Betapa kuat nya ibukuuu..Aku tiba -- tiba teringat abangku Deas yang masih berada di Jambi. Dia tidak tau dengan apa yang tengah terjadi pastinya. Namun ibuku sudah meminta saudara lainnya untuk memberitahukan hal kepergian ayah . Ibu lakukan semua dengan kesadaran full...
Setelah dua jam jenazah ayah terbaring barulah diperbolehkan untuk di bawa pulang ke rumahku. Kira-kira pukul 4.30 pagi jenazah ayah tiba diantarkan oleh petugas rumah sakit, diiringi keluargaku di belkangnya.
Ayah terbaring dalam peraduannya dengan tenang. Dan ketika itu pula ibu dan abangku Hu bercerita tentang kondisi ayah sampai akhir hayatnya. Ternyata saat aku dan uni dijemput ayah sepertinya sudah merasa akan menghadapi ajalnya. Diceritakan pula oleh Bang Hu dan ibuku bahwa oksigen dan infusnya dilepaskan sendiri oleh ayah ketika akan menghadapi mau tersebut. Semua itu membuat heran seluruh keluarga yang menunggui ketika itu.
Ternyata ayah ketika itu akan shalat dan beliau sempat berkata bahwa infus dan atbung oksigen ini tidak bermanfaat lagi buat beliau. Setelah itu ayah minta diberi minum pada ibu. Tetapi oleh dokter tidak diperkenankan karena akan memberikan dampak berbahaya bagi kesehatan beliau yang akan menjalani operasi besok harinya.
Tiba-tiba ayah mengeluarkan kentut (angina) yang pertanda bahwa besok pagi ayah positif akan dioperasi. Namun demikian itu rupanya adalah salah satu pertolongan dari Allah juga untuk meringakan beban penderitaan ayah menjelang dipanggilNya.
Melihat kondisi ayah yang mengherankan itu ibu membaca  Alquran (surat yassin) dan diikuti oleh ponakan ayah yang lainnya yang menunggui. Bang Hu  menceritakan pula ibu dengan tabahnya di samping ayah. Dan tanpa di duga ayahpun berkata kepada ibu dan abangku Hu untuk meminta maaf atas kekhilafannya. Ibu dan bang Hupun memintakan maafnya juga atas namaku, kakak dan bang Deas. Dan ayah berpesan pada abang untuk kami anaknya yaitu :
"Rajin Shalat"
"Rajin Belajar"
"Rajin Ngaji"
Ibu setelah ayah mengucapkan pesannya itu mengajarkan ayah untuk mengucapkan kalimat Lailaahaillallah. Dan ayahpun mengikuti dengan perlahan, namun ucapan yang ketiga kalinya ayah mengisyaratkan untuk tidak mengajarinya  lagi agar beliau tenang menghayati ucapan etrsebut. Ayahpun mengucapkan kalimat mulia tersebut sendiri dan kalimat terakhir yang menghantarkan beliau menghadapNya dengan tenang.
Itulah cerita bang Hu yang satu-satunya saudarku yang melepas kepergian ayah kami tercinta. Aku teras tersayat dan selau keinginanku yang menggebu untuk memperlihatkan nilai raport ku timbul kembali. Namun ku sadar semua tak kan mungkin dan aku harus terima semua ini.
Di hadapan pembaringan ayah..kami bertiga dan juga ibu ku hanya menangis..dan menangis...Hanya ibulah yang selalu membesarkan hati kami untuk tidak sedih dan berdoa selalu untuk ayah. Itulah yang memenangkan duka terdalam kami  ketika itu.
Ayah dimakamkan di sekitar daerahku saja. Hanya kira-kira 1 km dari rumahku.
Ketika ayah dimakamkan hanya abang Deas yang belum menghadirinya. Abang tiba di rumah pukul 03.00 esok harinya. Dan dia tidak bias menatap wajah ayah untuk terakhir kalinya , karena masih berada di Jambi di rumahn salah seorang keluarga kami.