Mohon tunggu...
Asneri Ami
Asneri Ami Mohon Tunggu... Administrasi - Perempuan Tulen

Belajar seumur hidup adalah suatu kewajiban, bukan sebuah pilihan

Selanjutnya

Tutup

Diary

Matahari Dua Sosok Terkasih

8 Juli 2021   11:21 Diperbarui: 8 Juli 2021   11:34 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Sesampainya di rumah ada rasa rindu untuk kembali ke rumah sakit. Namun kali ini dengan  tekad akan membawa nilai raportku nanti, kurasa tidak akan mengecewakan ayah dan ibuku nantinya. Apalagi kondisi ayah seperti ini pikirku.

Sore kedua puasa  kulalui hanya bersama nenek dan Kakak...Tidak seperti kemaren dan tahun -- tahun yang lalu bersama ayah , ibu dan abang serta kakak. Apalagi makanan perbukaan hanya kami beli dari rumah makan terdekat. Walaupun demikian aku, nenek , dan Kakak tidak memikirkan enak atau tidak makanan yang ada di depan kami. Yang penting ada rasa syukur dan nikmatnya puasa. Kamipun terhanyut dalam pikiran kami masing-masing. Sedangkan aku terbayang hanya wajah ..ayah...ibuuu..dan abangku yang tengah berada di rumah sakit.

Shalat  tarawih tetap kami lakukan di masjid At-Tahiyyibah dan sementara itu kami hanya  mendapatkan berita tentang perkembangan terkini ayah dari abangku Hu dan saudara-saudara lain yang datang malam itu untuk mengambil keperluan ayah dan sebagainya. Aku hanya berdoa dengan tulus agar ayah cepat sembuh dan ibu yang setia menunggu dan merawat ayah tetap sehat pula.

Malam itu aku, kakak, juga nenek tidur satu kamar. Yaitu kamar ayah, ibu karena di sana ada dua bed besar yang kami pergunakan untuk bercengkrama di sana. Apalagi   bila lampu listrik padam semua berkumpul karena takut akan kegelapan.   Namun suasana itu pulalah yang semakin mengakrabkan diantara kami karena dengann suasana itu misalnya diselingi dengann  cerita-cerita permasalahan masing-masing diantara kami dan seringnya permintaan-permintaan kami berempat selalu tertampung dalam suasana seperti itu.

......................
Tepat pukul 02.00 dini hari terdengar pintu depan di ketuk orang. Kami tidak segera membukakan pintu karena takut. Apalagi kakak mengatakan perasaannya tidak enak sejak mulai dari tidur tadi. kakak sepertinya sangat mengkhawatirkan ayah. Sementara aku memang tidak bias tidur tetapi tidaklah terpikirkan olehku hal yang bukan bukan seperti yang uni pikirkan.

Ketakutan kami bertiga menjadi sirna karena ternyata yang mengetuk pintu adalah dua orang pamanku. Mereka berdua datang untuk menjemput aku dan kakak untuk segera ke rumah sakit. Aku tanpa pikir panjang segera bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit. Aku tanpa pikir panjang segera bersiap-siap untuk pergi begitu juga dengan Kakak. Sementara nenek tidak ikut serta karena rumah tidak ada yang menjaganya.

Di perjalananku selalu berfikir agar cepat sampai dan bertemu serta memeluk ayah. Namun lain halnya dengan Kakak, dia menanyakan kepada pamanku "apakah ayah sudah tiada ya?" Aku mendengar langsung terdiam dan tersentak. Sedang paman yang ditanya menjawab bahwa ayah hanya kangen sama ami dan Kak Fe. Akupun menjawab akupun rindu dengan ayah tanpa ada perasaan lainnya. Tapi kakak seperti memendam suatu yang menggelisahkannya. Semua itu hanya dipendam sampai akhirnya kami tiba di rumah sakit.........

Di depan pintu masuk aku sudah disambut perawat dengan tatapan yang lain daripada yang lain. Namun aku sambut tatapannya dengan senyuman. Sedangkan Kakak sudah masuk ke kamar ayah dirawat lebih dahulu. Ketika Kakak masuk terdengar suara tangisan dan ku dengar ibu mengatakan ,"ayah udah pergi naaakk". Kakak, ibu dan abang larut dalam tangis. Sementara aku datang di belakangnya masuk ke kamar ayah hanya berdiri di depan pintu dan langsung dipeluk oleh keluarga ku yang lain kemudian ibuku. Aku seperti bermimpi dan tak percaya dengan apa yang terjadi di depanku saat ini.

Ayah terbaring dengan tenang. Ibu berusaha menyadarkan aku ku dan meminta aku untk memeluk ayah. Aku melakukan semua itu dengan ketidaksadaranku dan ketidakpercayaanku ketika itu. Tiba --tiba perlahan aku mulai menyadari akan apa yang terjadi setelah abangku Hu mendekati dan mengatakan "ayah telah pergi , mi..mungkin kira-kira sekitar ami dan Kakak di parkiran tadi, ini juga baru aja." Barulah aku sadar bahwa ayah memang benar telah tiada dan sekujur tubuhku lunglaiii...

Tak dapat kulukiskanbetapa sedih dan gemuruh hatiku ketika itu. Aku tak pernah membayangkan apa yang terjadi di hadapanku sekarang ini. Sejuta lamunan yang kubuaikan kala aku kan bertemu ayah dan ibuku dengan  membawa nilai raportku yang terakhir , sirnaa..aaa. Aku berontak dan ingin berteriak ketika itu tapi akhirnya ku sadar dengan kepolosan seorang anak seusiaku...inikah kenyataan hiduupp....dan Tuhan tahu apa yang terbaik buat kita semua...Apakah benar seusiaku bisa mengaplikasikan sebuah kata menerima ketentuan TUhan..?Begitu lah yang ibuku ucapkan kepada kami saat ituuu. Mungkin karena ada kata Tuhaaannn..ketika itu aku mau dan diam dengan apa yang terjadi.

Dalam tangisanku dan menatap wajah tenang ayah adalah membayangkan setelah ini aku yang tidak punya ayah akan tinggal di kolong jembatan dan tidak dapat lagi bermain seperti teman yang lain, seperti yang aku lihat di beberapa film-film inspiratif ketika itu yang mengisahkan kehidupan seorang anak yang ditinggalkan oleh ayahnya , hidup  melarat dan terlunta lunta. Hanya doa yang keluar dari mulutku karena aku ingat kata ayah dan ibuku bahwa doa yang sampai dan dapat membantu ayah adalah doa anak yang soleh.Hanya itu....Selain itu aku tidak memahami keadaan ini....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun