Kami parkir di tengah rimbunnya semak belukar untuk melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki. Butuh waktu sekitar 15 menit untuk berjalan menuju Tanjung Bloam melalui bekas aliran sungai yang kering penuh bebatuan. Kalau dilihat bebatuan tersebut nampak seperti batu karang.Â
Mungkin dulu adalah dasar laut yang dengan proses alam terangkat ke atas. Saya melangkahkan kaki dengan ekstra untuk mengimbangi 3 cowok yang irama langkah kakinya sudah seperti dikejar setan.Â
Kak Leo yang terakhir datang ke Tanjung Bloam sekitar 2 tahun lalu nampaknya agak lupa jalan yang harus dilalui. Berbekal ingatan yang limited itu kami bersyukur tidak tersesat dan tahu arah jalan pulang.
Sesampainya di Tanjung Bloam kami disambut suara deburan ombak yang dahsyat. Ternyata di lokasi sudah ada rombongan dari Mataram yang juga penasaran dengan Tanjung Bloam. Mereka datang dengan menggunakan mobil sehingga jalur yang ditempuh pun berbeda dengan kami.
Bagi anda yang ingin liburan dengan merogoh kocek agak dalam, anda bisa menyewa kamar hotel yang ada di Tanjung Bloam. Anda bisa menikmati pantai juga dari depan hotel tersebut. Kabarnya rate kamar per malamnya sekitar 4 juta rupiah saja.
Beberapa kali ombak menyapa saya dengan percikan-percikan airnya yang mengenai wajah. Kami berempat bergantian berfoto ria.
Kami memutuskan kembali ke Mataram sebelum beranjak gelap. Apalagi kami harus kembali melewati hutan dan mengeja jalan untuk bisa keluar hutan.