Pertama kali menjelajahi jalanan antara Wamena menuju Lanny Jaya, kemudian dari wilayah Lanny Jaya menuju Tiom, yang bikin saya merinding adalah melihat parang tanpa sarung digenggam mesra oleh orang-orang yang lalu-lalang. Parang besar yang diayun-ayun sesuka hati oleh si empunya. Saya pikir mereka mau saling serang, ternyata masyarakat suku Lanny sudah terbiasa bawa parang. Mereka menggunakannya untuk berkebun, atau mencari kayu di hutan.
Saya mulai terbiasa melihat parang besar tak bersarung yang digenggam mesra empunya. Bahkan ketika saya dan beberapa teman hendak membeli bahan makanan ke Wamena, kami juga membawa parang besar. Katanya, parang itu untuk memotong pohon jika roboh menghalangi jalan. Oh, Thug Life!
7. Kebiasaan memakai alas kaki
Bersyukur! Adalah ilmu yang saya pelajari dari kehidupan masyarakat suku Lanny. Demi bisa sekolah, mereka harus berjalan jauh mendaki perbukitan tanpa alas kaki. Bersyukur kita yang sekolah bisa pakai sepatu bagus, naik motor pula, eh! begitu masih saja ada yang sering bolos.
Sandal atau sepatu pastinya tidak akan awet dengan kondisi jalanan berupa tanah liat dan bebatuan terjal ala pegunungan. Namun, ada juga beberapa dari masyarakat yang sudah mempunyai sepatu boots, meskipun terkadang mereka lebih memilih membawanya daripada dipakai.
8. Menjemur peralatan makan atau masak
Konon kebiasaan menjemur peralatan makan atau masak di rerumputan saat terik matahari diajarkan oleh para Misionaris. Mereka beranggapan bahwa alat makan atau masak yang dijemur di bawah terik matahari akan lebih bersih karena cahaya matahari membunuh kuman yang masih tertinggal saat dicuci.