Mohon tunggu...
Asmi Zahira
Asmi Zahira Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar MTs

Belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bersama Pilihan Ayah

2 Juli 2024   10:16 Diperbarui: 2 Juli 2024   10:25 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Kathryn Rose dari Pinterest 

Mendung, dinginnya angin hilir mudik dan perasaan tidak enak ini membuatku jadi bad mood. Tak tahu apa dan kenapa, padahal biasanya pada cuaca sejuk aku akan senang karena akan mendengar suara rintikan hujan.

Perlahan pikiranku berputar, mencoba mengolah hal-hal yang terjadi belakangan ini. Sampai aku teringat dengan makan malam antara keluargaku dan keluarga Kevin.

Malam itu terasa begitu aneh dan firasatku tidak enak, bukan karena ada vas pecah atau sejenisnya melainkan karena percakapan kedua orang tua kami.

***

Ayah Kevin nampak berbicara serius dengan ayahku, sementara ibu berbincang dengan ibunya Kevin beserta Kevin itu sendiri.

Pada awalnya, aku merasa semua akan baik-baik saja seperti biasa, sampai aku mendengar pembicaraan ayahku dan ayah Kevin. "Baiklah, kalau begitu. Acara pernikahan ini akan diadakan bulan depan setelah putri kami berulang tahun..."

Aku yang mendengar pembicaraan mereka sontak kaget. 

"Ayah?" Aku menatap ayahku seksama dengan tak percaya.

***

"Azalia, anakku tersayang hari ini engkau menikah dengan lelaki terbaik pilihan Ayah. Ayah harap, kalian akan selalu bersama hingga maut memisahkan, yaa..." ayah nampak senang, tidak seperti biasanya yang terlihat begitu tegang dan menakutkan. 

"Iya, Ayah." Aku sedikit menghela nafas berat, menatap Kevin yang tersenyum padaku.

Ayah kemudian pergi lagi untuk menyambut para tamu yang datang. Dan aku kembali duduk dengan raut wajah yang sedikit kusut. 

Bagaimana tidak? Melihat wajah Kevin tadi seperti sedang mengejekku. 

"Kevin, kenapa kau tersenyum mengejek ku tadi?" Aku bertanya dengan nada yang sedikit kesal. 

"Astaga, istriku. Aku hanya tersenyum, tidak ada niat apa pun" Kevin kembali tersenyum tipis. 

Sebenarnya aku sudah tidak kuat dari tadi duduk bersamanya, bisa-bisa jantung ku berhenti. Bagaimana mungkin senyumnya begitu manis, aku sedikit meragukan apakah dia benar seorang laki-laki.

Wajahnya jika diperhatikan, terlihat seperti lukisan. Begitu sempurna dan tampan. Bahkan aku tidak dapat mengkritik nya.

"Kenapa kau mau menikah denganku?" Aku mencoba memecahkan ketegangan diantara kami. 

"Hmm? Menurut ku, memenuhi keinginan ayah dan ibuku adalah caraku melakukan bakti. Dengan membuat mereka senang dan bahagia." Kevin menjawab seolah dia manusia tidak berdosa. 

"Sebenarnya, jika kau ingin menyenangkan orang tuamu dengan cara menikah sesuai pilihan mereka, kenapa kau menolak pilihan mereka yang sebelumnya?"

Aku penasaran, sangat penasaran tentang bagaimana mungkin Kevin tertarik pada gadis keras kepala sepertiku, dan menolak gadis muda yang cantik pilihan orang tuanya sebelumnya.

"Bagaimana cara menjelaskannya? Emm..., kau menarik. Ya, kau adalah wanita yang paling menarik dari semua pilihan orang tuaku. Dan tidak tahu kenapa aku memilih menikah denganmu, tapi aku tidak menyesal memilihmu"

Keningku kembali berkerut. 

"Hmm? Kenapa tidak menyesal?" Alasan dari Kevin tidak masuk akal. Bagaimana mungkin pemikiran nya seperti itu?

"Karena menurutku kau lebih sempurna dari mereka." Senyum terlukis di wajah Kevin, menampakkan giginya yang putih bersih.

Hah? Aku lebih sempurna? Aku mematung dengan jawaban Kevin.

"Sudahlah, jangan terlalu di pikiran. Ayo, sudah waktunya untuk sesi foto bersama tamu."

***

"Lia? Istriku, sedang apa? Kenapa di luar melamun sendirian? Ayo masuk, agar kau tak sakit" Kevin, berjalan dan mengulurkan tangannya memberi isyarat agar aku memeluknya dan masuk. Tapi, tanganku berhenti saat mendengar suara dari semak-semak di halaman tetangga kami.

"Ada sesuatu yang tidak beres sejak tadi dari arah rumah sebelah," aku menunjuk dan melihat ke arah dedaunan yang bergerak-gerak. 

Kevin, dia melihat ke arah semak yang ku tunjuk. Hanya sebentar, sangat sebentar bahkan tidak sampai satu detik.

"Tidak apa, mungkin hanya angin yang menggerakkan semak itu. Dan suara itu mungkin dari anjing yang baru mereka beli beberapa hari lalu." Kevin nampak tak percaya akan kekhawatiranku, dan hanya menyuruhku masuk bersamanya.

Tapi, perasaan aneh dan firasat buruk yang kurasakan semakin nyata. Tiap detik berlalu, tetap kuamati semak itu hingga saat aku masuk di ambang pintu. 

Kevin masih merapikan sendal kami di rak sepatu dengan pintu yang terbuka bersama aku yang menunggu nya.

Perasaan ku semakin tidak tenang.

"Kevin, cepat masuk! Kurasa akan ada hal buruk jika terlalu lama di luar seperti ini!" Aku mendesak Kevin agar segera masuk, namun kehendak semesta tidak bisa di lawan.

BRUKK..

"KEVIN!" Mata ku membelalak saat melihat seekor anjing jenis herder dewasa menabrak Kevin, menggigit tangan kanan Kevin dengan ganas.

Kevin berusaha menyuruhku untuk menyelamatkan diri, sementara ia menahan anjing itu. Tak tega, itu perasaan yang pertama kali saat melihat Kevin.

"Pergilah Sayang! Jangan tunggu aku. Selamatkan dirimu!" sedikit senyum dengan mata berair menahan rasa sakit yang ia rasakan. 

Terpaksa aku mendengarkan perintah suamiku. Segera berlari ke kamar, mengunci pintu, dan menelepon polisi.

Isak tangis mengawali pembicaraan ku dengan seorang petugas. "Pak, tolong datang secepatnya ke rumah kami. Anjing herder milik tetangga kami menyerang suami saya.."

***

Ah, rupanya aku kembali teringat kejadian tiga tahun lalu, sampai aku berlinangan air mata. Masa perjodohan dan pernikahanku yang begitu singkat, walau awalnya aku menolak sampai akhirnya menerima Kevin dan mencintainya.

Sampai kejadian itu merenggut nyawanya yang berharga, membawa pergi semua kenangan yang baru saja kubangun dengan sempurna.

Pada saat itu, aku mengutuk sejadi-jadinya orang yang memelihara anjing herder itu. 

Mengutuk semua pilihan semesta yang mengambil kebahagiaan yang baru saja kurasakan.

Dan puing-puing masa lalu menyisakan seorang gadis mungil dengan kulit putih bersih. Hadiah dari semesta saat kami berbahagia pada masanya, dan siapa yang akan menyangka bahwa ini hadiah terakhirnya?

Mungkin terlihat biasa-biasa saja seperti seorang gadis belia seusianya. Namun gadis kecil ini menyimpan banyak ingatanku dan Kevin yang selama ini kuceritakan. Seluruh memori indah kembali kuputar, dengan linangan air mata.

"Ma, jangan sedih lagi. Sini Cinta peluk, biar papa juga tenang karena kita bisa bahagia di sini, Ma." 

Cinta, gadis mungil kami. Jejak kenangan yang tak terlupakan untukku. Walau usianya masih sangat belia, tapi ia mampu memberikan ketenangan seperti yang Kevin berikan padaku dulu.

SELESAI 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun