Praktik Baik dan Inovasi di Sekolah
Praktik baik diterapkan untuk mendukung budaya dan atmosfer lingkungan belajar yang dapat meningkatkan kompetensi pengetahuan, kompetensi keterampilan dan kompetensi sikap siswa.
“Bapak, Ibu guru, apakah siswa anda selalu datang ke sekolah dengan hati riang?. Mengucapkan selamat pagi dibarengi dengan senyuman?. Atau pernahkah ada seorang siswa anda takut untuk datang ke sekolah?.
Ibu Melati, guru kelas 4 SD menerapkan kegiatan praktik baik “Rasaku di Sekolah” pada semester I tahun pelajaran. Beliau meminta setiap siswanya, setiap pagi menuliskan bagaimana perasaannya pada selembar kertas yang diberi inisial nama hewan ataupun tanaman yang disukai siswa dan menyimpannya dalam kotak yang beliau siapkan di atas mejanya. Pada jam istirahat Bu Melati membaca apa yang ditulis siswa-siswanya. Praktik baik yang diterapkan Bu Melati dapat menjadi salah satu cara alternatif untuk mengetahui keadaan siswa setiap harinya, apakah ada kekhawatiran di dalam diri mereka. Bu Melati dapat segera berkomunikasi dengan siswa yang sedang menghadapi masalah.
Pendidik diharapkan dapat membuat siswa merasa menyatu dengan sekolahnya, siswa merasa bahwa guru; kepala sekolah dan teman-temannya peduli akan keberhasilan belajarnya. Sekolah yang berpihak pada siswa sesuai dengan filosofi Ki Hajar Dewantara. Dengan suasana yang nyaman siswa akan mendapat hasil belajar yang lebih baik dan memungkinkan untuk berprestasi. Pada dasarnya kurikulum dikembangkan dan didesain agar menjadi inklusif, relevan dan bermakna bagi semua (Friswell, J, 2017).
Kegiatan yang khas selama proses pembelajaran juga dapat dijadikan praktik baik, seperti guru memberikan kuis sederhana. Guru menggunakan aplikasi pada gadget, di awal pembelajaran sebagai tahapan apersepsi. Siswa akan lebih tertarik (interest) mengikuti kuis karena menggunakan gadget. Apersepsi ini dapat dijadikan sebagai asesmen diagnostik, guru memiliki informasi awal apa yang diketahui siswa dari kuis tersebut. Gurupun dapat menjawab tantangan penerapan digitalisasi pembelajaran saat ini. Dalam hal ini praktik baik menjadi inovasi strategi mengajar bagi guru.
Inovasi-inovasi guru juga diperlukan dalam menciptakan pengalaman belajar yang otentik, misalnya dalam materi “perubahan wujud benda”. Dalam bahasan pembusukan, siswa mengetahui bahwa ada bakteri yang menguntungkan manusia. Siswa diajak praktik dalam pembuatan tempe dan tape dari ubi kayu secara berkelompok. Pembelajaran kontekstual (kontekstual learning) memungkinkan siswa dengan cepat memahami materi pembelajaran dan memiliki kompetensi keterampilan yang mumpuni. Hal ini membuat siswa produktif dalam membuat produk yang relevan dengan materi pembelajaran.
Dalam merancang inovasi pembelajaran hendaknya guru berkolaborasi dengan rekan guru lainnya. Bertukar pemikiran mengenai permasalahan pembelajaran yang ada, menentukan solusi yang tepat dari beberapa solusi alternatif. Dari solusi yang diambil terciptalah inovasi pembelajaran. Hasil survei internasional mengajar dan belajar (TALIS, 2013) mengungkapkan “pada kenyataannya, guru belajar lebih dari satu dengan yang lain sebagai mentor dalam kelas dan workshop. Berita baiknya, guru yang dapat berkolaborasi lebih inovatif di dalam kelas, memiliki kepercayaan tinggi dan kepuasan kerja yang tinggi.
Praktik-praktik baik perlu didokumentasikan sebagai data sekolah, baik berbentuk foto-foto, video ataupun file laporan. Dari dokumentasi itu juga penting untuk dipublikasikan, sebagai bahan refleksi bagi guru itu sendiri dan pembelajaran bagi guru lainnya, bagaimana membuat lingkungan belajar yang nyaman atau kondusif bagi siswa. Sejak dicanangkannya kurikulum Merdeka, kemendikbudristek juga menyiapkan aplikasi Merdeka Mengajar sebagai wadah bagi para pendidik yang memiliki akun belajar.id untuk berbagi (sharing). Salah satunya sharing praktik baik kepada pendidik lainnya di seluruh Indonesia. Dari sharing potensi-potensi guru pada aplikasi Merdeka Mengajar, para guru dapat belajar bersama menciptakan pendidikan Indonesia yang sesuai dan relevan dengan karakteristik, kompetensi yang dimiliki siswa dan keadaan zaman.
Guru juga diharapkan dapat mensosialisasikan dan mempromosikan program-program serta keberhasilan sekolahnya kepada masyarakat. Guru yang menerapkan praktik baik memiliki ketertarikan (passion) tinggi terhadap profesinya, baik sebagai pendidik maupun sebagai pengajar. Sekolah agar bisa mempertahankan eksistensinya dituntut untuk dapat memasarkan madrasahnya, karena bagaimanapun bagusnya suatu sekolah jika tidak dipromosikan secara maksimal akan berdampak pada minimnya jumlah siswa dan tidak dikenalnya sekolah tersebut di kalangan masyarakat. (Fikri, M, 2020). Praktik baik yang didokumentasikan dapat menjadi alat promosi yang tepat bagi sekolah.
Merdeka Belajar dan Berbudaya
Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa.
Sebagai seorang pendidik, pernahkah anda menanyakan materi atau topik pelajaran yang ingin siswa pelajari?.
Dan pernahkah anda berfikir topik yang siswa ingin pelajari dapat memenuhi rasa ingin tahunya, bahkan menyelesaikan masalah yang sedang siswa hadapi?.
Siswa akan cepat menguasai materi pelajaran yang ingin ia ketahui. Jika guru menginginkan materi pelajaran itu hasilnya adalah sebagai suatu produk, mungkin guru akan terkesan dengan hasil karya siswa.
Guru yang baik dapat mengeksplor bakat dan minat siswa, memberi tugas dengan bentuk hasil (output) yang sama akan menjadikan output pembelajaran monoton. Memberi kebebasan siswa dalam membuat laporannya, seperti mengizinkan siswa melengkapi laporannya dengan tabel atau grafik membuatnya lebih deskriptif dan menarik. Guru juga dapat memberi kebebasan siswa dalam mengumpulkan tugas dalam bentuk gambar, rekaman suara ataupun video. Hal ini sesuai dengan bakat dan minat siswa serta kreativitas siswa akan maksimal tereksplor. Siswa diberi kemerdekaan dalam belajar, tidak terbatasi oleh keinginan guru.
Satuan pendidikan yang inklusif adalah sekolah yang menerima perbedaan latar belakang (background) yang ada dalam diri siswa. Perbedaan background tersebut menjadikan sekolah kaya akan budaya (multicultural school), sebagai aset (image) sekolah yang berbudaya. Berkaitan dengan profil pelajar Pancasila (P3), bertakwa kepada Tuhan yang maha Esa dan berkebhineka global. Toleransi dalam perbedaan yang beragama, yaitu: karakteristik individu, suku bangsa, bahasa dan lain-lain. Mewujudkan sekolah sebagai tempat yang menghargai berbagai budaya. Bangsa Indonesia adalah manusia yang tempo sliro, bertoleransi atau bertenggang rasa mewujudkan kerukunan. Menurut Azwa (2020), tempo sliro dalam masyarakat Jawa memuat nila-nilai luhur. Menjunjung tinggi rasa tenggang rasa bukan saja menjadi hal penting dalam mewujudkan harmoni kehidupan, namun juga menjadikan mencapai martabat yang baik dihadapan manusia dan Tuhannya.
Bangsa yang berpendidikan erat kaitannya dengan berbudaya dan berkarakter. Sekolah dalam mewujudkan siswa yang berbudaya salah satunya menerapkan projek penguatan profil pelajar panacasila (P5), sebab dalam program P5 menargetkan dimensi capaian P3. Tema yang diambil disesuaikan dengan masalah yang ada di lingkungan sekolah. Dimana siswa akan terlatih terampil dalam mengerjakan proyek secara bertahap dan mencapai dimensi (karakter) capaian profil.
Hal yang menarik yang dapat guru lakukan, sebelum membuat projek. Siswa diajak menentukan proyek apa yang akan dilakukan, bagaimana tahapan-tahapan proyek dan output proyek seperti apa yang diharapkan. Dengan melibatkan siswa dalam penentuan proyek, proyek P5 tersebut akan dirasakan siswa sebagai proyek mereka sendiri, sehingga siswa lebih semangat dalam melaksanakan proyek.
Praktik baik dapat menjadi alternatif penerapan sekolah yang berbudaya, membudayakan kegiatan-kegiatan positif, seperti: kegiatan religi sholat dzuhur berjamaah, reward memberikan tropi bergilir bagi siswa yang berprilaku baik sebulan sekali, selasa open donasi untuk sanitasi sekolah dan masih banyak budaya positif yang dapat membentuk siswa berkarakter baik.
Budaya positif berpengaruh baik pada seluruh elemen sekolah. Bagaimana interaksi kepala sekolah, guru, siswa dan orangtua sebagai patner dalam menciptakan pendidikan yang diimpikan berbagai pihak. Dalam mewujudkan atmosfer merdeka belajar, pendidikan di sekolah memiliki nilai tinggi karena dilengkapi aspek merdeka berbudaya.
Kesimpulan (Praktik Baik Mencerminkan Merdeka Belajar dan Berbudaya)
Dalam merancang inovasi pembelajaran, P5 ataupun lainnya hendaknya guru berkolaborasi dengan rekan guru yang lain, minimalnya rekan guru satu fase. Kegiatan sharing dalam komunitas bermanfaat untuk menemukan solusi yang tepat atas permasalahan pembelajaran di sekolah. Kegiatan sharing praktik baik pun dapat membuat guru lainnya terinspirasi untuk membuat karya nyata dan berkarya lebih baik lagi.
Dengan melibatkan siswa dalam menentukan ide (baik P5, praktik baik dan kesepakatannya) serta materi ajar, tahapan dan penilaian pembelajaran. Dan dengan menekankan budaya positif yang berdampak besar dalam perbaikan karakter siswa akan memungkinkan program-program tersebut berjalan dengan baik dan efisien dalam progresnya, serta meminimalisir hambatan yang dihadapi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H