Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa.
Sebagai seorang pendidik, pernahkah anda menanyakan materi atau topik pelajaran yang ingin siswa pelajari?.
Dan pernahkah anda berfikir topik yang siswa ingin pelajari dapat memenuhi rasa ingin tahunya, bahkan menyelesaikan masalah yang sedang siswa hadapi?.
Siswa akan cepat menguasai materi pelajaran yang ingin ia ketahui. Jika guru menginginkan materi pelajaran itu hasilnya adalah sebagai suatu produk, mungkin guru akan terkesan dengan hasil karya siswa.
Guru yang baik dapat mengeksplor bakat dan minat siswa, memberi tugas dengan bentuk hasil (output) yang sama akan menjadikan output pembelajaran monoton. Memberi kebebasan siswa dalam membuat laporannya, seperti mengizinkan siswa melengkapi laporannya dengan tabel atau grafik membuatnya lebih deskriptif dan menarik. Guru juga dapat memberi kebebasan siswa dalam mengumpulkan tugas dalam bentuk gambar, rekaman suara ataupun video. Hal ini sesuai dengan bakat dan minat siswa serta kreativitas siswa akan maksimal tereksplor. Siswa diberi kemerdekaan dalam belajar, tidak terbatasi oleh keinginan guru.
Satuan pendidikan yang inklusif adalah sekolah yang menerima perbedaan latar belakang (background) yang ada dalam diri siswa. Perbedaan background tersebut menjadikan sekolah kaya akan budaya (multicultural school), sebagai aset (image) sekolah yang berbudaya. Berkaitan dengan profil pelajar Pancasila (P3), bertakwa kepada Tuhan yang maha Esa dan berkebhineka global. Toleransi dalam perbedaan yang beragama, yaitu: karakteristik individu, suku bangsa, bahasa dan lain-lain. Mewujudkan sekolah sebagai tempat yang menghargai berbagai budaya. Bangsa Indonesia adalah manusia yang tempo sliro, bertoleransi atau bertenggang rasa mewujudkan kerukunan. Menurut Azwa (2020), tempo sliro dalam masyarakat Jawa memuat nila-nilai luhur. Menjunjung tinggi rasa tenggang rasa bukan saja menjadi hal penting dalam mewujudkan harmoni kehidupan, namun juga menjadikan mencapai martabat yang baik dihadapan manusia dan Tuhannya.
Bangsa yang berpendidikan erat kaitannya dengan berbudaya dan berkarakter. Sekolah dalam mewujudkan siswa yang berbudaya salah satunya menerapkan projek penguatan profil pelajar panacasila (P5), sebab dalam program P5 menargetkan dimensi capaian P3. Tema yang diambil disesuaikan dengan masalah yang ada di lingkungan sekolah. Dimana siswa akan terlatih terampil dalam mengerjakan proyek secara bertahap dan mencapai dimensi (karakter) capaian profil.
Hal yang menarik yang dapat guru lakukan, sebelum membuat projek. Siswa diajak menentukan proyek apa yang akan dilakukan, bagaimana tahapan-tahapan proyek dan output proyek seperti apa yang diharapkan. Dengan melibatkan siswa dalam penentuan proyek, proyek P5 tersebut akan dirasakan siswa sebagai proyek mereka sendiri, sehingga siswa lebih semangat dalam melaksanakan proyek.
Praktik baik dapat menjadi alternatif penerapan sekolah yang berbudaya, membudayakan kegiatan-kegiatan positif, seperti: kegiatan religi sholat dzuhur berjamaah, reward memberikan tropi bergilir bagi siswa yang berprilaku baik sebulan sekali, selasa open donasi untuk sanitasi sekolah dan masih banyak budaya positif yang dapat membentuk siswa berkarakter baik.
Budaya positif berpengaruh baik pada seluruh elemen sekolah. Bagaimana interaksi kepala sekolah, guru, siswa dan orangtua sebagai patner dalam menciptakan pendidikan yang diimpikan berbagai pihak. Dalam mewujudkan atmosfer merdeka belajar, pendidikan di sekolah memiliki nilai tinggi karena dilengkapi aspek merdeka berbudaya.
Kesimpulan (Praktik Baik Mencerminkan Merdeka Belajar dan Berbudaya)