Berbulan-bulan lamanya kedua koran itu menyerang Buya Hamka dengan tulisan-tulisan berbau fitnah. Bahkan juga menyerang pribadi Buya Hamka. Namun begitu, Buya Hamka tenang-tenang saja menghadapi segala hujatan dari Ki Panji Kusmin, dan Pramoedya Ananta Toer.
Pada tanggal 30 September 1965 PKI melakukan usaha kudeta pemerintahan Indonesia, namun gagal. Dalam usaha kup, 6 orang jenderal, dan 1 perwira gugur ditangan PKI. Begitu sejarah mencatat. Sedangkan Pramoedya Ananta Toer sendiri kemudian ditahan di Pulau Buru.
Beberapa tahun kemudian, Pramoedya Ananta Toer dibebaskan.
Pada suatu hari, Buya Hamka kedatangan sepasang tamu. Si perempuan pribumi, sedangkan laki-lakinya seorang keturunan China. Kepada Buya Hamka, si perempuan memperkenalkan diri. Namanya Astuti, sedangkan si laki-laki bernama Daniel Setiawan.
Buya Hamka agak terkejut saaat Astuti mengatakan bahwa ia adalah anak sulung dari Pramoedya Ananta Toer. Astuti menemani Daniel menemui Buya Hamka untuk masuk Islam sekaligus mempelajari agama Islam.
Cerita Astuti, selama ini Daniel adalah non-muslim. Ayahnya, Pramoedya, tidak setuju bila anak perempuannya yang muslimah menikah dengan laki-laki yang berbeda kultur dan agama.
Selesai Astuti menceritakan maksud kedatangannya serta latar belakang hubungannya dengan Daniel, tanpa ada sedikit pun keraguan Buya Hamka, permohonan kedua tamu itu diluluskannya.
Daniel Setiawan calon menantu Pramoedya Ananta Toer langsung dibimbing Buya Hamka membaca dua kalimat syahadat. Buya Hamka lalu menganjurkan Daniel berkhitan dan menjadwalkan untuk memulai belajar agama Islam dengannya.
Dalam pertemuan dengan putri sulung Pramoedya dan calon menantunya itu, Buya Hamka sama sekali tidak pernah menyinggung bagaimana sikap Pramoedya terhadapnya beberapa tahun lalu. Seperti benar-benar tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka berdua.
Salah seorang teman Pramoedya yang bernama Dr. Hoedaifah Koeddah pernah menanyakan kepada Pramoedya, apa alasan tokoh Lekra ini mengutus calon menantunya menemui Hamka. Dengan serius Pramodya menjelaskan kepada temannya itu.
“Masalah paham kami tetap berbeda. Saya ingin putri saya yang muslimah harus bersuami dengan laki-laki yang seiman. Saya lebih mantap mengirim calon menantu saya belajar agama Islam dan masuk Islam kepada Hamka.”