Beberapa cara telah ditempuh oleh pemerintah Indonesia agar suku-suku itu terus mengakui Indonesia sebagai negaranya. Kendati masyarakat Papua terus merontak atas semua upaya pemerintah–di buktikan dengan beberapa konflik vertikal yang mengiringinya.
Salah satu dari sekian banyak kasus karena rasisme pernah dialami oleh bangsa Papua, tepatnya di Kabupaten Nduga ketika jatuhnya konflik senjata antara aparat keamanan TNI – Polri dan TPNPB – OPM pada Desember 2018 sampai Juli 2019. Hingga kini belum ada penyelesaian atas kasus tersebut.
Dilaporkan oleh Tim Kemanusiaan Kabupaten Nduga, ribuan rakyat sipil mendapat krisis luar biasa. Rumah warga dibakar, ternak hilang, puluhan sekolah dan Gereja terjadi kekosongan. Warga mengungsi di wilayah-wilayah terdekat. Korban yang berhasil diidentifikasi sebanyak 182 warga sipil meninggal dunia akibat operasi militer itu. (Sumber: Tempo “182 orang meninggal pasca operasi militer TNI – Polri di Nduga, Papua”).
Padahal melakukan pendekatan militerisme terhadap warga Papua bukanlah upaya yang harus dilakukan, toh masa orde lama (dalam perebutan Irian Barat) maupun orde baru (pasca Papera 1969) juga melakukan hal yang sama, namun konflik masih terjadi. Hal ini diamini oleh Amnesty Internasional Indonesia melalui Direkturnya, Usman Hamid yang mengemukakan pendekatan ala militer oleh Indonesia terhadap bangsa Papua hanya akan menemui dampak negatif salah satunya warga sipil turut menjadi korban akibat konflik yang terjadi. (Sumber: Tirto “Salah Kaprah Jokowi Tangani Konflik di Nduga Papua”).
Kekhwatiran kita soal rasisme yang menjadi faktor pendorong diskriminasi sosial, segregasi, kekerasan rasial, bahkan genosida dan penggunaan istilah rasis telah menjadi preseden buruk bagi peradaban manusia. Hal tersebut perlu kita hindari.
Bila kita bijak dalam menanggapi isu soal rasisme, baiknya lebih peduli pada yang paling dekat di wilayah NKRI yaitu Papua. Jangan seolah kita mengamini narasi pada judul artikel ini, “Rasisme di seberang benua nampak, rasisme di negara sendiri tak nampak.”
Untuk kawan-kawan di Papua, percayalah walau beda SARA, kita tetap saudara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H